elapan, hanya layar televisi yang memancarkan c
kirannya terganggu oleh sentuhan-sentuhan nakal dari Bagas, kakaknya. Jantungnya berdebar kencang, b
ai memainkan perannya. Indri merasakan sentuhan itu, awalnya terkejut, kemudian bercampur dengan rasa takut dan bingung. Ia ingin bero
diputar seolah menjadi latar belakang dari adegan intim yang mereka ciptakan. Ciuman mesra dan sentuhan-se
rjebak dalam mimpi buruk, di mana ia tidak bisa berteriak atau melarikan d
, mencoba mencari sedikit kenikmatan di
. Ada ketakutan, kebingungan, kenikmatan, dan rasa bersalah. Masing-masing anggota keluarga
malu dan bersalah, sementara Bagas tampak puas dengan apa yang telah ia lakukan
t Indri semakin terkejut. Bagas menunjukkan koleksinya dengan bangga, seolah-olah ia tidak merasa bersalah
erasa lelah dan bingung, sementara Bagas tampak puas dan bahagia. Pagi harinya, me
wanita baru, Nesa, yang ternyata adala
hu rahasia kelam keluarga mereka. Bagas merasa terkejut d
dengan berbagai konflik dan
rjebak dalam jaring-jaring kebohongan dan r
inya dan berkata, "Nesa, kamu mau pulang ke mana? Aku antar ya." Nesa menatap Bagas deng
Sesampainya di depan rumah, seorang ibu tua menyambut mereka dengan senyuman hangat,
diam, duduk dengan tata
a, Nesa?" Tanpa menjawab, Nesa menarik t
Di salah satu nisan tertulis nama ibu Nesa, dan
, "Ini kuburan ibu kamu, Nesa? Dan sebelahnya kubur
ju pintu depan. Sesampainya di sana, ia melihat Nesa berdiri memegang selemb
t terseb
u, tetapi yang sebenarnya terjadi adalah Tante diperkosa oleh ayah kamu. Waktu malam itu, Tante sedang berjalan di jalan raya
tidak terima, malah menyiksa Tante, mengurung di kamar. Tidak lama kemudian, ibu kamu datang pulang ke rumah dan
ninggal. Ibu kami yang tahu Tante meninggal, memutuskan membawa jenazah Tante ke rumah ini, rumah yang akan kamu
idak ingin kejahatannya terbongkar, ak
kasih telah mengetahui semuanya. Samp
g baik, Bagas. K
pa yang dibacanya. "Enggak m
, kamu sudah tahu. Tadi yang membukakan pintu adalah ibu dari ibuku, atau nenekku. Ka
ebut tampak berlumut dan dikelilingi pohon-pohon besar, rumah yang hampir rubuh. Bagas merasa sangat sedih
"Abang kenapa bersedih?" Bagas tidak menjawab. Indri lalu membaringkan aba
h di tempat tidur. Indri, dengan cekatan, telah menyiapkan sarapan sederhana namun bergizi untuk sang kak
ngannya memijat pelipisnya yang berdenyut-denyut. Wajahnya yang biasanya ceria kini tampak lesu
ata Indri lembut, menyodork
Kepalaku sakit sekali, Nd
bisa minum obat dan segera pulih. Dengan penuh kasih s
g. Nanti minum oba
ya membuka mulutnya dan menerima suapan dari Indri. Perlahan
aring kembali di tempat tidur. Ia mengambil obat
Bang. Diminum
segelas air putih. Ia menatap adikn
amu memang adik yang b
s, "Sama-sama, Bang.
mencium keningnya. Ia kemudian b
. Abang istirahat saja. Nanti kalau ad
lemah, "Hati-hati
enuju halte bus, pikirannya dipenuhi kekhawatiran tentang kondisi kakak
melayang ke rumah, membayangkan kakaknya yang terbaring lemah
ari kecil menuju rumah, jantungnya berdebar kencang.
" pangg
ang, wajahnya tampak lebih sega
asa lebih baik,
ucapan kakaknya. Ia menghamp
Indri khawatir s
erima kasih sudah merawat Abang, N
aknya sudah pulih. Ia tahu, kasih sayang dan perha
wa seperti biasa. Indri merasa bahagia melihat kakaknya sudah sehat kembali.