terakhir bagai mimpi buruk yang terus menghantui, sebuah kenyataan pahit yang tak pernah ia bayangkan akan menimpanya. Dulu, hidupnya terasa sempurna: ia memiliki seorang kekasih yang dicintainya dan
luka yang sangat dalam di hatinya. Ia menghabiskan berhari-hari untuk membalas dendam pada Raka dan Nadia, berusaha untuk mengembalikan sedikit harg
ejadian itu terjadi pada malam yang gelap, saat Melinda sedang melangkah keluar dari kafe setelah bertemu dengan
tengah mabuk, ia tanpa sengaja memasuki toilet pria yang ada di ujung lorong. Ia langsung terkejut
tu berkata dengan nada yang sanga
ia berada di tempat yang salah. Pria itu tampak sangat tegap, mengenakan jas rapi yang menunjukkan statusnya yang tinggi. Namun, yang pa
," kata Melinda buru-buru, beru
dengan sebuah senyuman yang sangat tipis, seolah sedang mengamati setiap gerak-gerikn
a, seolah menunggu sesuatu. Melinda merasa tak nyaman, apalagi dengan keadaan tubuhnya yang set
membantumu keluar dari masalah," katanya. N
dmu apa?" tanyanya, tidak mengerti
dapi," jawab pria itu, sedikit lebih men
, sementara pria itu menjelaskan bahwa dia adalah Reyhan Azrael, CEO dari salah satu perusahaan besar di Jakarta. Tentu saja, nama itu tidak asing bagi Melinda, meskipun ia tidak
a?" Melinda bertanya, mas
sa membuat siapa saja merasa seperti tengah diperiksa. "Karena aku tahu
etertarikan yang tak bisa ia pungkiri, namun juga sebuah rasa takut yang tak bisa ia sing
hnya dengan gesit dan mengarahkan Melinda untuk masuk. "Percayalah padaku. Aku tidak a
ngannya akhirnya menuruti. "Apa yang kamu inginkan dariku?
t dalam sorot matanya. "Aku hanya ingin menolongmu, Melinda," jawabnya pelan. "Nam
a berdegup lebih kencang. "Imbalan?" ta
," jawab Reyhan tegas, men
kata-kata itu. "Apa maksudmu?" tanya Mel
ragu, matanya tetap tak lepas dari wajah Melinda. "Atas
buan pertanyaan sekaligus. "Tunanganku? Kamu gil
alah bagian dari sebuah rencana yang tak bisa ia hindari. "Bukan soal gil
kan berubah selamanya. Tapi apakah i