satu-satunya cara yang bisa ia lakukan. Apa pun itu namanya yang jelas Zeline ta
n kaya raya dan membuatnya dijauhi banyak teman. Tak ada yang mau berteman dengannya.
an tubuh Zeline. Mendorong tubuhnya sedikit menjauh agar
aki itu mengamatinya. Bahkan hingga tak menikmati apa yang sedang dilakuk
nutupi rasa gundah dan bersalahnya. Ayolah, ia diba
ggang meninggalkannya. Meski kedua bola matanya tetap tak bisa lepas dari tubuh gadis itu
nya, menatap dirinya sendiri di depan cermin. Semua kenangan buruk itu benar-benar
alir itu membasuh wajahnya. Lagi-lagi ia harus membunuh nuraninya. Se
n air lagi
ka wajah Zeline tetap cantik. Mata sipit, pipi tirus, dagu yang lancit, ju
gan perasaan bangga. Tersenyum penuh rasa l
dan pengap yang tak bisa ia temukan jalan keluarnya. Hanya punya pilihan untuk terus berjala
atu persatu kancing bajunya. Membiarkan selembar kain itu lolo
uhnya yang kini hanya berbalut bra krem dan celan
di sini. Malam ini, suka atau tidak ia harus melakukannya. Inilah profesi yan
berbalut handuk putih yang menutupi dada hingga sedikit pangkal kakinya. Bola matanya berputar, menatap sof
g menunggu Zeline. Dan ke sanalah kini kedua kaki Zeline melangkah. D
anya sayang?" ucap laki-laki i
nya Zeline balik. Sudah waktunya bekerja,
buangnya sekuat tenaga, membuat kini tubuh telanjang bulat
kini tersenyum
bat seiring tubuhnya yang sudah naik ke atas ranjang. Bahkan lihat kini, satu kakinya dengan beb
ne yang lembut dan kencang. Memejamkan mata, menikmati sensasi
bil menurunkan tubuhnya pelan-pelan. Merunduk, hingga bibirnya s
ikut bergoyang. "Aku tak bisa memilih sayang, mana yang lebih kusuka. Kamu yang ganas
mudah terlepas dari tubuh ramping Zeline. "Aku suka kamu yang tidak mengenakan apa pun," lanjut laki-laki itu b
mbar kain terakhir yang membatasi tubuh telanjang mereka. Laki-laki itu terse
menambah pekat aroma bir
n lagi. Mengangkat sedikit kepalanya, menyambar bibir tipi
ai dirinya. Bersandar dengan kedua tangannya, mendorong kepala pria
a. Dua lapisan kulit yang beradu, cukup membuat gairah Zel
ta penghibur bagi laki-laki yang k
anya ke atas kepalanya. Menggeliat lagi, menggesekkan tubuh telanjang bulat di ata
ara yang semakin tipis di antara hidung mereka. Bibir yang semakin terasa ba
un Zeline bisa merasakannya. Merasakan sesuatu mulai mengeras di bawah
mbuat dua orang itu sekaligu
engeras di bawah sana," lanjutnya sambil mengangkat tubuhnya. Kini Zeline tampak seperti tengah menun
besarnya dengan dua tangannya. Menyusul Zeline, perempuan yang k
n setelah berhasil duduk. Menyusul Zeline, men
n itu, meladeni laki-laki ini dengan tidak kalah ganas. Melingkarkan lengannya di leh
sayang?" tanya Zeline setela
tubuh telanjang Zeline ke belakang. Perempuan itu memekik k
ria itu dengan berbisik lem
mencium bibirnya lagi. Tak perlu menunggu lama hingga kecupan itu kemudian
h mengecup tengkuknya. Menjelajahi senti demi senti bagian tubuh sensitif itu. Ber
gigit bibirnya sendiri. Menahan rasa nikmat yang besarnya kini mengalahkan rasa geli tadi. Kenikmatan ya
ya. Memekik saat bibir pria di atasnya itu kini telah sampai di buah dadan
aruan. Perlakuan Om Firman seakan membuatnya terbang ke langit
g?" ucap Om Firman setelah ke
yang ada di atasnya. Menekan kasar, membuat bibi
i bibirnya semakin jelas. Tak lagi ditutup-tutupi seperti bebera
erdua ciptakan. Tak peduli lagi siapa yang kini menindih tubuhn
di pangkal pahanya. Mendorong-dorong, menggesek bibir luba
erhenti tepat di atas wajah Zeline. Laki-laki itu tersenyum penuh keme
uaskah kau menyiksaku dengan yang barusan
tumbuhi bulu halus itu. "Sepertinya kali ini aku berhasil membuatmu lebih ba
Membuka lebar-lebar pahanya. Membiarkan laki-laki itu puas menindihnya. Merasaka
kan itu sekarang," pintanya sep
mbung