sejak dini hari. Ia berdiri di depan jendela kecil rumah sederhana yang ditinggalinya bersama keluarganya. Pikirannya jauh melaya
. Beban keluarga seolah sepenuhnya berada di pundaknya. Ayahnya, Aldiansyah, sakit keras. Penyakit jantung yang sudah lama dideritanya semakin parah. Biaya pengobatan yang terus menumpuk membuat keluarga mereka jatuh dalam kubangan huta
sar, dan mereka sudah terlilit hutang di sana-sini. Hatinya perih melihat sang ayah terbaring lemah di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat dengan selan
ndaraan-kendaraan yang berlalu lalang di jalanan kota yang sibuk. Semua orang tampak tergesa-gesa dengan urusan masing-masing,
. Matanya kosong, memandangi lantai tanpa arah. Hana tahu, ibunya juga sedang dalam
n?" tanya Hana, menco
ayahmu. Bagaimana nanti biayanya? Rumah sakit bilang kalau kita tidak bisa melu
r hal itu dari dokter, tetapi mendengarnya lagi dari
ha meyakinkan dirinya sendiri lebih dari siapa pun. Ia tidak
i melihat ayahmu, ibu sangat tidak teg
menggenggam tangan sang ibu dengan le
asur dan membuka laptopnya. Selama beberapa minggu terakhir, Hana terus mencari pekerjaan tambahan, tetapi belum ada satu pun yang berhasil. Tawaran yang datang kebanyakan hanya pekerjaan
tiap pintu yang diketuk terasa seperti jalan buntu. Setiap solusi yang munc
etika ia melihat nama yang tertera di layar, jantungnya tiba-tiba berdebar. Pesan itu datang dari Leni, sahabatnya yang sudah lama bekerja seba
eorang yang bisa bantu dia dalam waktu dekat. Coba kamu datang
dalkan, tapi ia juga tahu, jika seseorang seperti bos Leni mencari bantuan, kemungkinan besar ada sesuatu y
encerna segala kemungkinan yang ada di depannya. Jika ia tidak mengambil langkah sekarang, kondisi keluargan
*
Ray Aditya, seorang CEO muda yang namanya sudah sering ia dengar di berbagai media. Hana merasa sedikit gentar memasuki t
Leni saat meli
ke arah sumber suara, ada Leni di sana, dan Hana
mana kantor pribadi Ray berada. Sepanjang perjalanan, Leni tidak banyak bicara, hanya menyuruh Hana untuk tenang dan berusa
bukan orang jahat," bisik Leni sambil
a apa ya, Len?" Tanya
Aku tidak tahu, Hana. Tapi aku de
elan. Jantungnya
kerja dulu ya. Bye bye Hana..." Setelah mengat
mandangan kota Jakarta dari ketinggian. Di balik meja besar yang tertata rapi, duduk seora
a terdengar dalam, memecah
orang Pria yang menelusuri sosoknya dari ujung kepala hingga kaki, seolah menilai se
duk di sofa panjang tanpa basa-basi. "Leni
ludah. "Ya,
g yang hanya mencari pekerjaan. Beliau butuh seseorang yang berani mengambil r
mbayarmu dengan bayaran yan
ia itu membuatnya merasakan bahwa apa yang akan ia hadapi bukanlah pekerjaan biasa. Namun, ketika ia mengingat ayahnya yang sakit dan ke
egas, meski dalam hatinya
emudian mengangguk. "Baik. Kita akan l
tapi satu hal yang pasti, ia harus mengambil langkah ini, demi keluarganya, demi ayahnya. Da
harus menyiapkan kontrak kerjasama ini secepatnya," kata Pr
tu kamu boleh pergi,
arah Ray Aditya yang berwajah tam
tunggu kabar ba
t. Ruangan yang sangat penuh dengan ketegan
Ayah secepatnya," kata Hana bicara sendiri
*