ng Peng
uh, dan menghakimi tanpa memahami apa yang sebenarnya terjadi. Satu suara keras terdengar di antara
Teriakan-teriakan yang awalnya berisi pertanyaan kini b
unan, diikuti suara-suara lainnya yang bersahuta
liling kampung
man yang terjadi tadi malam, melainkan sesuatu yang jauh lebih memalukan dan menghancurkan. Semua ini karena kesalahpahaman yang ditanam oleh Pak Darma
menjadi lebih suram. Ia tampak hampir tak percaya dengan apa yang terjadi. Tadi malam, ketakutannya hanya soal kecelakaan
kampung dalam keadaan yang memalukan-menghantui benakku. Namun, di saat yang sama, aku tahu kami tidak bisa hanya diam menunggu keputusan mereka. Kami harus bert
mereka berbicara. Suaranya tegas, sedikit mengatasi kebi
knya cukup dihormati, berdiri di tengah kerumunan. "Jika kalia
an, "Kita tidak bisa seenaknya mengarak mereka keliling kampung. Itu hanya akan menambah aib bag
sih ada yang tampak tak puas. "Lalu apa yang harus
utomo dulu. Biar lurah yang memutuskan. Jika perlu, tuntut mereka untuk me
usan yang akan mengubah hidup kami selamanya. Regina menatapku, wajahnya dipenuhi ketakutan dan kebingungan yang sama. Dia pasti tak per
uli apakah kami bersalah atau tidak. Bagi mereka, pernikahan adalah jalan keluar untuk menjaga k
putusan tampaknya sudah dibuat. Beberapa pria maju ke depan, mendekati kami. Salah satu dari mereka meraih
yang tak jauh dari tempat kejadian ini. Massa mengiringi kami dengan tatapan penuh harapan akan keadilan yang mereka bayangkan. Sementa
, sementara yang lain mulai berspekulasi tentang apa yang akan terjadi di rumah Pak Sutomo nanti. Aku bisa melihat beberapa
ar dan dihormati oleh warga. Pak Sutomo adalah sosok yang berpengaruh di kampung ini, dan keputusannya
bawa. Pak Sutomo berdiri di ambang pintu, menatap ke arah kerumunan dengan tatapan bingun
i?" tanya Pak Sutom
k Lurah, maaf, tapi kami menemukan anak Bapak bersama lelaki ini.
Aku tahu betapa berat situasi ini baginya. Sebagai seorang lurah, ia harus menjaga nama baik keluarganya dan juga reputasi ka
g di matanya. "Ayah... ini tidak seperti
warga berseru lagi, "Kami menuntut mereka menikah, Pak! Itu satu-satuny
dan beban yang ada di pundaknya. Di satu sisi, dia adalah seorang lurah yang harus menja
ri aku waktu untuk memutuskan." Suaranya tenang, tapi penuh otoritas. Warga
nya bisa berharap apa pun yang diputuska