dahan pagi itu tidak terasa dalam hati Syakila. Dia terbangun dengan perasaan kosong, merasakan dinginnya pagi yang
ihat ke samping, tempat tidur itu telah kosong. Reihan sudah tidak ada di sana. Syakila menarik napas panjang dan
ngun lebih awal,
ndakan bahwa Reihan sedang mandi. Syakila duduk di tepi tempat tidur, menatap seragam polisi yang tergantung rapi di kursi. Seragam coklat
etulkan kerudung di depan cermin, Reihan keluar dari kamar mandi. Syakila melirik suaminya sekilas. Reihan terlihat sibuk dengan dirinya sendiri, men
tanya Syakila pelan, men
ku ada tugas pagi ini. Kau istirahat saja di
g yang kebetulan tinggal di rumah yang sama. Syakila mengangg
kunci mobil. Sebelum keluar kamar, dia berhenti sejenak di depan
ah dan ibu," ucapnya singkat, lalu melangka
aru saja ditinggalkan Reihan. Air mata yang tadi ditahan kini mengalir perlahan di pipinya. Hatinya terasa hancur melihat
aksakan dirinya untuk bangkit. Dia tahu, dia tidak bisa terus terpuruk seperti ini. Di
sibuk menyiapkan sarapan. Aroma harum nasi goreng yang dimasak Bu Rahma menyambutnya saat
Ayo, bantu ibu di sini," a
menata makanan di meja makan. Meskipun suasana dapur terasa hangat, Syakila merasa
uruk pada Syakila. Justru sebaliknya, dia selalu menyambut Syakila dengan hangat dan kasih sayang. Tapi, entah mengapa, pe
yang menyiarkan berita pagi. Reihan sudah pergi bekerja, meninggalkan rumah dengan kesibukannya sendi
kat?" tanya Bu Rahma
jawab Syaki
aan sekali anak itu, ibu pikir setelah menikah dia akan be
k menutupi hatinya yan
pan penuh pengertian. "Kamu baik-baik saja, kan, Nak? Kalau a
an air mata yang hampir tumpah
al pernikahan memang tidak selalu mudah. Tapi, percayalah, semuanya akan baik-
ragu. Bagaimana dia bisa berharap semuanya akan baik-baik
engalihkan arah pembicaraan. "Oh iya, ibu. Ayah
Ibu berharap kamu mau menemani ibu sarapan di rumah, karena dua Pria
rumah yang seharusnya bisa menjadi pengalihan, justru tidak mampu meredakan perasaan galau yang terus menghantuinya. S
*
Dia duduk di atas ranjang, memandangi langit-langit kamar yang polos. Kehening
an. Mereka hampir tidak pernah bertemu sebelum menikah, hanya berk
arus mereka terima. Reihan tidak pernah menunjukkan minat atau cinta padanya sej
, dia tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari hidup Reihan. Pernikahan ini h
dalam pernikahan seperti
itu jelas di antara mereka. Syakila merasa asing di rumah suaminya sendiri, di kamar mereka sendiri
pucat dan lelah. Sejak menikah, senyum yang dulu sering menghiasi wajahnya kini jarang mun
perannya sebagai istri yang patuh, tanpa banyak menuntut atau berharap. Dia tida
a hidup tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginannya. Meski hatinya hancur, dia harus tetap menjalani hari-harinya, men
i masa depan, tapi dia yakin bahwa dia harus kuat. Meski sulit, dia harus bertahan. Untuk dirinya s
*