akut yang melumpuhkannya. Aroma alkohol semakin terasa menusuk, merayap ke dalam setiap por
ya. Tenaganya terasa habis saat itu juga. Sem
tadi. Seharusnya dia langsung pulang ketika sudah mengambil ponselnya yang tertingg
gga dengan suara yang hampir putus asa, n
eru nafas Erlangga yang bergelora. Entah atasannya itu bisa mendengarnya atau tidak. Yang bmembelenggu pergelangan tangannya ke atas. Satu tangannya yang be
ap di balik blusnya yang longgar. "Saya mohon, Pak. Tolong jangan lakukan ini," pinta
jangi tubuhnya tanpa ampun. Dipandanginya tubuh wanita itu dengan penuh kekagu
rlangga menoleh sejenak. Namun, pandangannya buram, dan
an yang melanda Venina. Bibir Erlangga kembali merengkuh bibi
kan pikirannya, meredakan suara lenguhannya. Seharusnya dia melawan lebih
kaki dan tangannya di tubuh pria itu. Dalam keadaan pengap dan panas y
Kesadaran pahit melanda saat menyadari bahwa bukan dirinya yang ada dalam benak pria itu. Dan sekarang, s
*
dirinya sudah berada di dalam kamarnya dengan ra
Karena bayangan percintaan yang panas dengan atasannya itu lebih
i, sih?" umpatnya pada dirinya sendiri. Diremasnya ramb
esar untuk apa yang terjadi. Tetapi rasa bersalah yang merayap di dalam dirinya tidak bisa diabaikan b
keliru. Erlangga adalah atasanny
bodoh
lemah. Dia melangkah perlahan menuju
a baginya untuk menyiapkan diri. Terlebih dia harus menyamarkan beberapa tanda perci
Nina?" Nadia menghampiri putrin
iangan bangunnya," sahutnya
m?" tanya Nadia den
sambil menganggukan kepalanya pelan.
putrinya dengan lembut. "Maafkan Ibu ya, Nina. Ibu
netes. Dia berharap agar ibunya tidak mengetahui apa yang telah terjadi
k membahagiakan Ibu dan Gina," kata
ui pikirannya. Ketika Nadia mencoba memperpanja
aan ngobrol," ujarnya sambil memeriksa jam tangannya den
ibunya. Dia takut wanita itu menyadari k
p agar hari ini tidak ada yang mengingatkan Erlangga pada malam sebelumnya. Na
mungkin dia bisa begi
Kau memang bodoh!" umpatnya lag
angga. Tiba-tiba pria itu muncul di ambang pintu dan Venina tersentak deng
ngga membuyarkan keheningan. Venina menoleh
it. Pria itu tampil segar dan menawan, membuatnya sulit berkonsentrasi. Dia beru
yang semakin menggelayuti Venina. "Maaf, Pak. Saya hanya ingin mengambil dokupnya dengan taj
t dengan setiap detik yang berlalu. Di
rcengang mendengar pertanyaan itu. Lan
rusaha menyudahi percakapan, memalingkan waj
knya dan mendorongnya ke dinding. Venina menaha
unakan ini?" Venina membuka mata saat me
engalihkan pandangannya, mencoba menenangkan diri
tubuhnya ke arah sekretarisnya itu. "Bisa kamu jelaskan kenap
t dingin mulai membasahi keningnya ketika Erlangg
mau kamu jelaskan
andangan Erlangga tidak terlepas dari wajahnya sedetik pun. Membuat
wajahnya, menyadari bahwa dia tidak akan bisa melarikan diri dari kenyata