ubangun runtuh. Aku mengangguk pelan, membiarkan bibirnya menyentuh bibirku. Ciuman it
buka kancing blusku. Aku memejamkan mata dan mende
ta Mr. Wei tegas tapi te
an tangannya pada kulitku membuatku merasa hangat dan terbuai. Ada kekuatan
alkan jejak ciuman yang membakar di setiap sentuhan. Aku merasakan tangan lainnya memb
ngkup payu*daraku, sementara ibu jarinya dengan nakal menjentikkan
birku, punggungku melengkung saat gelombang kenikmatan mengalir dalam tubuhku. Lidahnya bermain lembu
belai rambut Mr. Wei saat dia melanjutkan aksin
tubuhku. Tapi saat tangan Mr. Wei melakukan keajaibannya,
dengan penuh semangat. Aku mengerang dalam ciumannya, keti
ya di telingaku, suaranya
inya merambat masuk, menemukan jalan ke inti tubuhku, membelai titik sensitifku dengan ketepatan yang hampir me
tik-titik yang membuatku mendesah dan menggeliat tak terkendali. "Bagaimana
erengah-engah, hamp
mennya," bisiknya di telingaku, membuat tubuh
ncak. Dalam momen itu, aku merasa benar-benar hidup, bebas
ong, suaranya penuh hasrat dan kekua
meraih wajahnya, merasakan lembutnya kulitnya di bawah jari-jariku. Hatiku berdetak lebih cepat, dan saat bibirku akhirnya menyentuh bibirnya, seolah semua yang terpendam dalam dirik
ak ingin ia lepaskan. Sorot matanya lembut namun membara, membuat jantungku berdebar kencang. Dalam tatapannya,
a dengan nada penuh persetuju
n itu. "Ujian pertama? Apa maksudmu?" tanyak
nuh teka-teki dan misteri. "Kamu
g, menepuk-nepuk di sebelahnya seolah
n campuran antara rasa ingin tahu dan kebimbangan yang menggebu. Ketika aku a
da lakukan?" tanyaku