a yang dibawa Kadita. Benda apa itu? Seper
ggoda dan mengganggumu," kata Kadita, dia kemudian melayang ke sana ke mari sa
tanya Fatih menantang. Kadita berhenti melayang tep
anggumu! Kami akan membebani hidupmu, Fatih! Kami akan membuatmu menderita!" teriak Kadita dengan suaranya yang bernada tinggi. Fatih menjengit. Dia khawatir teman-teman indekos
mejamkan
lam tubuhmu. Kan, secara resmi aku masih ada di dalam tubuhmu." Kadita tertawa terkikik-kikik dan menghilang begitu saja. Seketika Fatih mera
tubuhnya. Rasa gatal pada tenggorokan dan serak
u salat atau berdoa lagi, maka
a Fatih pusing tak terkira. Kadita malah tertawa terbahak-bahak, m
atang lagi,
ni. Bukankah dia selalu kita siksa? Kesempata
an pria berambut panjang itu menarik benang merah itu dan seketika Fatih merasakan tari
adli! Lebih cepat!
to, kita harus
ia itu, tetapi usahanya gagal. Setiap kali Fatih me
ia berambut panjang. Pria beruban hanya tertawa mengejek dan terus menarik Fatih dengan gerakan yang dibua
akan rasa sakit mendera pinggangnya. Fatih melihat ke bawah, ke arah pinggangnya dan melihat darah mengucur perlahan dari pinggang Fatih, sea
ng dengan galak dan seketika itu juga Fatih terbangun. Fati
osnya. Fatih bangkit dan merasakan nyeri pada pinggangnya. Pinggangn
pinya? Fatih melihat ke arah pinggangnya dengan jantung berd
kut. Dia menjerit
a, Pak
smito dan Sukesi terlihat seorang pria sepuh berkacamata
dz Irfan?" teriak Sasmito dan seketika dia rebah tak sadar
n dia pun mengikuti Sas
Ustadz," kata Sapto kepada pr
njut Sapto, masih de
ama mereka tidak mengganggu t
h saja, Ust," potong Sapto dengan cepat. Pria sepuh yang
Pak Sapto agar lebih bersabar dan lebih hati-hati dalam me
ah dengan membaca taawudz, surah Al Fatihah dan Al Baqoroh. Sapto membaca Al Baqoroh mul
dilanjut dengan ayat dua ratus lima puluh lima, ayat kursi itu, lo! Tidak urut seperti
ng sudah putih semua. Ah, tampannya." Sapto tersenyum, tetapi
anya yang terpejam, Sukesi menghadapkan wajahnya ke arah Sapto, seakan sedang mengamati Sa
padaku? Bukankah kit