n yang baru saja didatanginya. hana menarik nafas panjang, dia langsung menuju ke arah lift. hana berjalan lurus, tanpa
i
afas panjang. Setiap tarikan nafasnya terasa sama sekali
makin kencang. Hana berusaha menghilangkan rasa sesak di dadanya, berusaha memudarkan air mata yang terasa hendak menyelinap keluar d
Gaun hitam tujuh per delapan yang dikenakan Hana membalut tubuh tinggi semampainya. Hana tampak anggun dalam b
skannya kuat. Di dalam hati, hana merasa sedikit ber
i
anya setiap langkah akan sangat sulit baginya. hana menguatkan diri. Dia melan
nkan peran itu. Kalau saja Hana menuruti keinginan hatinya, dia mungki
an takut menyerang dirinya, 'Haruskah aku masuk ke dalam sana?' Hana bertanya-ta
n bocah kecil berusia 3,5 tahun itu. Bocah yang sekarang tak berdaya menunggunya. Ha
tadi. Hana berhenti tepat di depan kamar itu. Dia menarik nafas pan
sanya ia berlari dari sana. Tapi tidak, tentu saja dia tidak boleh lari. Ha
menyusuri sebuah sosok yang ada di hadapannya dari kaki hingga mata bertemu mata
habatnya bekerja. Wajah rupawan lelaki itu memang tersenyum
ot matanya yang tajam dengan bola mata berwarna hazel itu seharusnya bisa membuat setiap wanita yang melihatnya
mm
ang tegang. Dia mengangguk pelan. Tanpa menunggu, Hana melangkah menjejakkan kakinya di kamar
tengah ruangan. "Duduklah," ucapnya sambil ter
ku--" Lelaki itu bertanya sambil mengulurkan
kukan saja apa yang sudah kita sepakati." Hana memotong ucapan Devan,
ya mengusap rahang kokoh miliknya. Dev
tika Devan sudah berjarak hanya beberapa jengkal dari Hana, lelaki itu menghenti
ntik dengan mata sayu dan bulu mata yang lentik menatap ke arahnya, perlahan p
laki itu mendekatkan wajahnya. Sekarang d
arah wajah Hana memperhatikan raut mukanya yang mulai tegang, De
umnya, ciuman yang hanya menempel di bibir Hana. Devan sengaja
embali, dia melumat bibir itu, satu tangannya ia lingkarkan kebelakang t
u bertambah dalam, tubuh Hana tak mampu lagi menolaknya. Devan terus saja melumat bibir Hana Hingga wanita itu membuka sedikit mulutnya, l
hhh
arnya. Pikiran dan hatinya menolak, namun hasrat di dalam dirinya sebagai seorang
makin bersemangat. Dia memperdalam ciumannya, hingga
berlangsung lama. Lelaki itu sudah menciumnya kembali dan melumat bibir itu dengan penuh gairah. Bibir tipis lelaki itu
..
yang dikenakan Hana. Dia meremas bahkan memainkan puncak milik Hana, wanita menengadahkan kepalanya ke atas, perl
apannya. Tubuh polos Hana dengan lekukan tubuhnya yang b
njang tanpa melepas pangutannya. Devan dengan pelan menidurkan Hana. Setelahnya, Devan dengan begitu bersemangat melepas
ar ke seluruh tubuhnya. Bibir Devan lalu turun kearah bukit kembar milik hana memainkan, bibir lelaki itu dengan buas mel
kemudian ia pun bermain-main disana membuat Shana merasa tak berdaya. Hana merasa malu dan
memalingkan wajahnya saat tanpa sengaja ia melihat pusaka milik Devan yang sudah menjulang tinggi
na. Ia memaju mundurkan pusakanya dengan ritme pelan namun perlah
iam saja tanpa membalasnya, hana hanya berusaha mengatur nafa
ini berada di sampingnya. Devan menutupi tubuh Hana dengan selimut dan mulai me
aki itu sedang mengenakan pakaiannya. Devan memang baru saja selesai mandi. H
kkan cek sejumlah yang kau inginkan di atas meja. Maaf aku harus pergi karena pa
tengah menangis tanpa suara. Air mata bergulir di pipinya ket
pun segera keluar dari kamar hotel tersebu
Haha yakin kalau Devan sudah pergi. Perlahan Hana bangun, ia me
gumamnya lirih sambil menatap nomin