ota Bogor, saat ini sudah berusia 22 tahun. Jangan ditanya siapa ayah dan ibu kandungku, karena aku juga
saja pindah kost ke tempat baru yang lebih dekat dengan kampus karena tugas kuliahku makin menumpuk sehingga membutuh
panti, malah lebih sering memberi uang jajan buat adik-adik pantuku. Sejak SMA sudah punya penghasikan tetap yang lebih besar
ah mengenal du
las dua SMA. Kok bisa? Nanti kalau ada waktu aku ceritakan keseruan dan ketegangannya. Sekarang ki
mbali k
ku menempati posisi paling tengah. Hanya aku sendiri yang masih berstatus bujangan, selebihnya sudah be
rnama Mas Gufron, lelaki berperawakan tinggi dan wajah lumayan tampan, usianya kira-kira 30 tahun. Dia seorang accounting salah satu perusahaan terkem
Suaminya bernama Faisal, berusia sekitar 35 tahun, security di sebuah bank pemerintah. Istrinya bernama Nuning
s yang berbeda-beda, namun kami semua soleh kompak saling meman
h pernah melahirkan tapi bentuk tubuhnya sungguh menggiurkan buat setiap lelaki yang melihatnya. Tingginya
k itu telatif, wanita itu yang terpentin
pekerjaan untuk melengkapi beberapa curriculum vitaeku. Kemarin siang Mas Gufron suaminya Mbak Nania m
kan. Seperti suara ranjang yang sedang bergejolak dan berderit derit. Aku sangat penasaran karena suara tersebut
e dinding kontrakan yang tidaklah terlalu tebal, aku bisa mendengar suara napas dua orang yang sedang berpacu m
rawal dari tak sengaja mendengar desahan-desahan panas dari pasangan suami istri yang sedang wikwiw di dekat panti asuhan yang akhirnya aku sering dapat jatah ka
dan seksi itu sedang ditunggangi oleh Mas Gufron, suaminya yang ganteng dan gagah perkasa. Sementara di luar hujan masih turun dengan derasnya. Aku
but. Walau sepertinya mereka sudah selesai bercinta, namun rasa penasaranku masih belum sirna, malah semakin menggebu-gebu
t ke bubungan atap kontrakanku, ternyata di sana ada celah sebesar ukuran orang. Spertinya celah itu ada di setiap
pat ide untuk menaiki langit-langit rumah melalui celah tersebut. Cukup sulit dan beresiko, tapi nafsu syahwatku untuk mengi
angit-langit kontrakan. Dan aku benar-benar berhasil, begitulah cara iblis membimbing umat man
bus dari beberapa rumah. Dengan bermodalkan cahaya layar hape, aku pun bergerak merang
mencari-cari celah di atas kamar tersebut. Dan betapa beruntungnya diriku atas bantuan sang iblis, ternyata di atap kamar te
dapati pemandangan yang sangat mendebarkan di bawah sana. Berkali-kali aku menelan ludah, pemanda