rgerai, leher jenjangnya nampak putih mulus menggoda Gerry, Gerry sampai kesusahan menelan salivanya, baru kal
fia sedang menonton sponge bob, "Dasar anak kecil," gerutunya. Lalu ia membenarkan letak selimutnya, menarik selimut hingga sebatas bahu, tak ingin membuat Shofia terbangun, ia pun melakukan dengan sanga
di dinding, sebentar lagi waktu ashar. Ia segera mandi, bibirnya tersenyum. Entah kenapa ia merasa menyukai Shofia, yang ia anggap dul
a. Ia masuk ke walk in closet, mengambil baju santai. Membuka buku agendanya, besok hari senin, ia ada jadwal kuliah pagi. Ia sebenarnya suka melukis, namun di p
tanpa sadar ia menyunggingkan senyum, tanpa ia sadari. Menatap istrinya yang terbangun kek orang bingung. Ra
nya Shofia, saat melihat sua
ya, sejenak ia terpesona dengan kecantikan istrinya, suara adzan sudah terdengar dari pengeras
un abai, terus melangkah tanpa menjawab pertanyaan istrinya. "Ya udah Mas, aku mau naik ke atas dulu," pamitnya. Ia menyampirkan selimut di lengan kirinya,
ekspresi. Shofia mengulum
pintunya sudah tertutup. "Ternyata kamu wanita yang sangat lembut juga perhatian, pan
ia di minta menjemput di bandara. Ia segera bergegas lari menaiki tangga menuju kamar Shofia, ia mengetuk pintu pelan, namun tak ada sahutan,
o pergi jemput Papi di bandara, sebelum maghrib aku sudah pulang," katanya, dengan
nya sering sakit-sakitan, Gerry mencoba berdamai dengan hati. Ia mulai memperhatikan kondisi Papinya, meskipun gengsi mengungkapkan , sebenarny
intanya, sedikit mengulas senyum. Sedikit sih jadi gak keliatan kalo Gerry tersenyum, keduanya berdiri di depan pintu masing-masing kamarnya
jalan, Mas,"
mar Gerry. Saat di dalam kamar, ia hanya berdiri, bingung karena tak melihat adanya lemari untuk menyimpan pakaian. Jadi ia menaruh koper di samping sofa, mengamati ruangan kamar suaminya. C
membereskan kamar Gerry, lalu ia segera ke b
an sedikit sosis dan juga wortel. Menggoreng tempe hanya di bumbui garam dan
menata jilbabnya mematut diri di depan cermin, ia tadi sempat berhias sedikit, saat tahu suaminya pulang, ia membaui dirinya sendiri, takut jika bau masakannya me
mbantu mendorong kursi roda Papi mertuanya. Shofia
ayangan Papi, bagaimana k
ah Mas Gerry?"
" terang ayah mertua. Gerry dan Shofia saling berpandangan, Shofia ikut dengan Nenek dan Kakeknya tingga
suaminya dan ayah mertuanya. "Shofi sudah siapkan makan malam, sebentar Shofi sia
es Ayahnya, mengingatkan jika Oom Tanj
ngan lidah terasa kaku. Ayah mertu
dalam, langsung duduk
uin Shofi di dapur
enapa ia lupa dengan Shofia. Gadis manis yang waktu itu kelas lima dan dirinya kelas sat
s origami?" tanya Gerry, yang tentu ia tak akan lupa, sebab waktu itu ia hampir putus asa, saat mengerj
ersenyum, pantas saat tahu jika dirinya akan di nikahkan dengan wanita bernama Shofia hatinya sedikit bergetar, ternyata ia adalah teman kecilnya dan sudah lama tak ia jumpai, ia hanya bertemu sekali, dan itu pun saat di ajak
aghrib di sana. Sepuluh tahun tinggal dengan kakek neneknya dan tingg
i, ia segera kembali turun ke lantai dasar, rupanya Gerry sedang membantu Ayahnya
u lagi shalat, jadi beliau tit
Shofi tak apa
ang mertua. Shofia ingin mendoron
Shofi hanya mengangguk canggung. Papi mertuanya hanya men
*
, harus tidur di mana. Terdengar suara langkah kaki yang mendekat, lalu tak lama pintu itu terbuka. Menam
um tidur?"
Shofia tergagap, ia
gkin semua sudah di takdirkan, pertemuan lalu dan kini. Shofia melangkah menuju ke kasur yang berukuran king size. Melihat punggung Shofia yang memakai baju tidur dengan rambut panjang yang tergerai, ra
di perut istrinya, lalu dagunya ia tempelkan di