ang merasakan bibirku dengan sangat lembut dan aku mulai terlen
lu kenapa aku malah duduk di dekat sini. Kemudian, Om Andi mana? Apa bersama orang-orang yang berker
Andi dari belakang pohon. Kupikir dia ada bersama orang-orang
dah tadi k
Ya sudah, Om suruh sa
ekarang kita ke kubu
ki sama warga," tun
Om?" Aku
il." Aku langsung berdiri ketika mendengar kata-kata itu.
tu kepala terbang?" bisikku perlahan pada Om Andi. Dan yang aku lihat malah bib
ngkanya Angga masih perjaka, padahal ..." Om Andi memperhatikanku dari ujung rambut sampai ka
ampiasan." Aku tidak mau malu-malu lagi. Sudah tertangkap basah juga ber
ya tanggung sendiri akibatnya. Tidak ada dos
lelaki yang masih gagah ini juga nggak pernah sholat, puluhan
n kita ada di tempat orang-orang sudah tida b
a tertawa mendengarku menggurutu. Bodo amat. Aku d
mpat Om Andi berdiri. Wait, panggila
Angga harus ditambah lagi tanah timbunnya. Om tidak ada masalah dan memberikan
ya yang lain sama Om Andi
Angga, tapi macem manela
itu sambil memandangku
melihat ke
engan Nora Syafitri." Ya, dia sedang me
h boleh mendekat. Tanah di sini lengket sekali di sepatu bootku.
nyayangiku. Walau kami kelewat batas, tapi apa peduli orang pada kami. Di kota semuany
enang di dalam sana. Untukku sendiri, entah bagaimana menjalani hidup nanti. Sudah tidak perawan, iya benar sekali. Se
a. Semuanya sedang sibuk. Yang selamat dari pertanyaan Munkar dan Nankir y
m Andi melangkah meninggalkan kuburan. Sekali lagi aku melihat ke gundukan tanah yang mas
tua, mati tidak
olat donk, Om." Ak
Nora," ucapny
Om?" Aku j
at lagi. Lalu datang Indah Nora Diana mengingatkan. Rasanya ..." Dia melirik ke ar
ai kapan pun." Ya udah. Terserah Om Andi saja. Hidup dia ju
t kepalaku. Tiba-tiba saja Om Andi berbelok ke arah rumah warga. Dia memanggil si
ada, Om." Aku d
gan, Nora,
inggal beli air minum dalam kemasan. Calon mertuaku mencuci tang
ja. Air terasa segar membasahi tenggorokanku.
dak berbohong. Beliau hanya bilang hmmm
au sepatu boot sudah terlalu tebal jejaknya. Kadang juga aku jalan sendiri. Jauh se
at dingin, agak-agak manis dan seperti membuatku tak ingin berhenti mene
i desa lagi. Kalau di kota ya, bebas-bebas saja. Di kampung, bisa diar
u yang lapar. Aku lelah dan mengantuk, jadi aku putuskan tidur lagi di kamar Bang
, tapi ... ketika Om Andi memegang tanganku, ketika di kamar dia tidak pakai baju, dan ketika dia memegang pin
*
tergantung rapi di paku. Padahal tadi seingatku ada di kasur belum aku rapikan. Apa O
yang sinarnya ala kadarnya. Om Andi masih belum kelihatan juga. Tidak
tup. Aku membukanya dan ada ayam dimasak gulai, aromanya sedap sekali. Aku langsung sa
i ke dalam. Air masih saja dingin sekali tapi rasa air di kamar mandi, terutama di keran yang te
tubuhku. Ah, kurasa ini sudah sangat sopan. Aku mencari Om di mana dari tad
" Sengaja aku me
prediksiku di sini ada lebih dari dua kamar ka
intunya terbuat dari kayu kualitas terbaik. Lampu aku
manggilku dari kamar paling depan. A
ri menyambutnya, aku ri
wajah pucat. Spontan aku berlari dan memeluknya. Tubuh yang terasa sangat dingi
ang janji mau nikahin Indah?" Aku bertanya
i dari sini. Ini bukan rumah, pergi, Dek, be
speed boat ke sini
ayang. Juga selagi Indah masi hidup, jangan berbuat dosa lagi, Dek, bertaubatlah. Hent
ke sini baik-baik saja.
ta Bang Angga. Dia
hancur bernanah dan darah. Dia ditarik oleh rantai besi dari dalam tanah dengan jeritan menyayat h
n pintu. Dia menggunakan baju serba hitam dan tanpa meminta izin dariku, calon mertuak
ambu