ah dia berbohong dan meminta pertanggung jawaban atas sem
inta tidur deng
enyadarkan aku dari lamunan deng
n tapi tidak gini ju
jahnya dengan kasar. "S
sampai teriak kam
minta dia tid
seakan-akan kau tadi me
seperti itu, toh namaku sudah sangat buruk di kampung ini. Aku pun berjalan meninggalkan pesta yang mewah i
ah
apa,
ari mana dapat uang untuk
an dia juga membuat toko ke
rsama Mas Dewo dan mimpi kecil kita yang hanya ingin membuka toko kelontong. Mas Dewo selalu mengatakan itu setelah kita bercinta, bahkan aku sering bermanja-manja di dadan
berkencan. Dan, istri baru Mas Dewo juga dari Jakarta? Apakah semua ini saling berhubungan? Banyak tanya yang bersarang di pikiran, hingga aku memutu
enceraikanku dan dari sana ibu dan bapak sudah tidak sudi berbicara denganku. Meski rumah kita bersebelahan, mereka tak pernah keluar rumah saat aku berada di luar. Tidak bisa diba
ggil dengan mengetuk pintu tapi tak ad
berikan pada ibu dan bapak. Kukatakan pada mereka bahwa aku akan ke Jakart
ertas di kolong pintu, aku kembali ke rumah untuk mengambil koper yang sudah disiapkan dari semalam. Tanpa diduga saat aku pergi ibu me
ungkin dia bisa membantu," ucap i
?" tanyaku dengan mat
merasa benar," ucapnya den
nangisiku saat aku naik kereta. Bagai film India legendaris, dia memberikan selendang dari bahan sifon saat aku melambaikan tangan di depan pintu gerbang. Dia menan
*
gelap. Aku berjalan santai saat turun dari halte bus. Semua orang berlari menghindari huj
g erat koper hitam berukuran sedang. Aku mulai heran dengan tatapan banyak pria yang seakan menelanjangiku, bingung sendiri. Tanpa sengaja panda
tepatnya di bagian dadaku, kesal karena sejak tadi
kau lihat!
ingin membuat semua orang berpikir kotor dan membaya
angkuh dengan membua
la. "Dalaman dadamu berwarna hitam, tercetak jelas di
pria itu. Malu rasanya aku, pantas saja semua pria men
likan, jika kit
temu lagi, tandanya ki
angkah menuju tempat dimana Mas Hanum tinggal. Aku hanya memiliki sediki
sekarang, aku tidak tahu. Terakhir kita bertemu saat aku berusia sepuluh tahun, kami tidak lagi bertemu karena dia tinggal di Bandung. Aku mengetuk pintu gerbang tapi
k di depan pintu gerbang tersentak. Seorang pria turun dan menghampiriku. Sesaat aku terpesona dengan ketampanan dan waj
bak, cari
ku menjawab d
amaku, Mbak,
? Ganteng, ban
Dia mengangkat a
pa ya? Anak Pak Subro
wan centil?" ucapnya d
napa coba harus be
si sekali sekarang." Dia
ku berdesir, jantungku berdebar dan hasratku mulai datang. In
melamun?" tan
i hasrat yang ny