sangat berbeda. Bu Ningsih dengan segala wajah tipu dayanya mengeluarkan air mata, sementara Tias hanya me
ni itu, cerita panjang lebar seakan-akan kamu yang tersakiti, tapi kenyataannya
ari ucapan yang membuatnya naik darah dan kesal. Bahkan di saat suaminya tida
an dan kamu sudah marah? Harusnya kamu t
ra kasar dan tidak sopan. Apalagi bicara seperti
mang berbeda ketika ada dan tidak ada kamu. Sudah jangan bertengkar." Bu Ningsih pergi dar
tri yang memasang wajah bingung. Wanita itu nampaknya baru sadar dengan keahlian
r!" titah Azam be
n lesu. Ini adalah pertama kalinya ia ad
u nyakitin hati Ibu. Kamu tahu, kan, dampaknya itu apa? Banya
a jika aku menceritakan dari awal pernikahan kita. Kamu kapan sekali-kali lihat aku sama anak-anak? Jang
nita itu berlari keluar saat mendengar tangisan dari Hanifa. Sudah menjadi hal biasa j
a hari kemudian oleh Azam. Pria itu tidak tegur sapa dengan sang istri, tidak ada cium kening dan punggung tangan saat akan bepergian.
ah lebih dari tiga hari. Kalau aku salah, baiklah aku minta maaf." Dengan segala ker
maaf dan mengakhiri pertengkaran meski dilubuk hatinya ada setitik ke
kata yang membuat Ibu sakit hati kayak gitu. Yang sakit nggak cuman Ibu, ta