a
Bimbim dan Arifin pun segera membongkar tenda dan melipatnya rapi. Sebelum benar-bena
inta Aldo berganti posisi ke paling belakan
tuju ke depan, dia mengabaikan segala bentuk gangguan y
yang terkenal angker. Mereka saling memperhatikan satu sama lain,
a mistis, area supernatural atau apalah itu, tetap s
hat kedua pohon tersebut dari kejauhan, Anang merasakan bahwa sesuatu di sana te
pun suara monyet yang biasanya menguasai hutan. Bahkan tak
kan hanya Anang yang merasakan, Bimbim, Aldo dan Arifin pun demikian. Merek
a sadar bahwa di fase itulah m
an lima. Suara binatang hutan kembali terdengar, angin kembal
mereka membahas keganjilan selama melewati pos empat. Di mana udara di a
ujar Arifin menasehati. "Kita
okok yang hampir buntung ketika seorang pria paruh baya berjalan turun me
kitar pos enam tidak ada kebun, apalagi di
Bang. Dari
baru saja mencari-cari lokasi untuk berkebun, rencananya mau na
n. Mereka legah karena pria itu adalah
i-sampai diturunkan pacul dari pundaknya. Sontak yang lainnya menatap ke arah Anang. Mung
sikap hormat, "Itu yang namanya Anang, seb
loroh Bimbim mem
sa lagi menatap Anang. Dia kemudian menaikkan cangkul ke
erucap sangat jelas dengan maksud agar m
Di sana kamunya sudah ditung