/0/9687/coverbig.jpg?v=5c7182b4890c6832f961d9aefb2659ca)
Aku terjebak dalam cinta. Tak memandang usia, aku terjebak ke dalamnya. Aku menyukai kakakku sendiri dan aku tahu itu salah.
'Pengidap HIV/AIDS berusia 19 tahun telah lolos perangkingan ujian universitas ternama-'
Jemari-jemari lantang mendadak terdiam kaku setelah mengetikan satu buah kalimat panjang yang belum selesai terketik.
Mata menatap lekat pada layar laptop yang bersinar terang di kegelapan kamarnya. Bibir bergeming sumbang tak mengeluarkan sepatah kata, Ilen langsung menutup rapat latopnya secara keras lalu beranjak ke kasurnya untuk pergi tidur.
***
Kring-kring
Alarm ponsel membangunkan tidur Ilen. Ilen langsung mengambil ponselnya secara kasar lalu mematikan alarmnya dengan menarik bulatan putih di layar ponselnya.
Ilen pun bangun dari kasurnya. Beranjaklah perempuan muda berusia tanggung itu melewati cermin yang menempel di lemarinya lalu perempuan itu keluar dari kamarnya.
"Selamat pagi, Nak ... kamu tidak minum susumu, Nak?" ucap Silvia, yaitu Mama Ilen.
Tanpa sepatah kata sahut-menyahut, Ilen langsung masuk ke kamar mandi. Tak lupa Ilen menutup pintu dengan sangat keras dan kasar.
Kasar adalah asupan sehari-hari Ilen sehingga perempuan berusia 19 tahun itu selalu menanggapi balik orang-orang di sekitarnya dengan cara yang sama bahkan orang tuanya yang tak salah apa-apa akan mendapatkan perlakuan yang sama.
Ilen adalah perempuan cantik bertubuh sangat kurus dengan kantong mata hitam pekat di bawah kelopak matanya. Ilen sendiri memiliki beragam ejekan unik sedari dirinya masih menginjak sekolah dasar.
Tubuh kurus sedari lahir menjadi salah satu alasan untuk Ilen, yaitu alasan yang menjadikan Ilen sebagai seorang perempuan aneh dengan perilaku sangat tertutup.
Seperti yang dilakukan Ilen sekarang. Ilen menutup dirinya rapat-rapat di kamar mandi yang sangat dingin tanpa sepatah kata apa pun. Hanya air mengalir yang menjadi teman bicara Ilen. Ilen hanya menjadi pendengar yang baik, mendengarkan setiap aliran air dari kerannya.
Wajah putih pucat Ilen menampak tajam di cermin. Ilen sedang menggosok giginya dengan sangat keras per sekian 15 menitnya. Setelah Ilen menggosok gigi, Ilen pun berkumur dengan air mengalir dari keran lalu Ilen pun menelan seluruh kumurannya sendiri.
Keluarlah peremuan 19 tahun itu dari kamar mandi lalu dirinya pun bertemu dengan ayahnya.
"Ilen Cantik, kamu sudah makan?" tanya Danar, Ayah Ilen.
Ilen menggeleng lalu berlari ke kamarnya.
Tas yang menganggur di atas meja pun ditarik Ilen. Ilen pun keluar dari kamarnya dan juga rumahnya tanpa berpamitan dengan kedua orang tuanya.
***
Setelah melangkah dengan jarak 5 meter dari rumahnya. Ilen pun tiba di depan halte bis.
Waktu yang tepat bahkan nyaris tertinggal bis, Ilen pun berlarian untuk memasuki bis biru yang masih berhenti di depan haltenya.
Tampang kesal tertampak sangat jelas dari raut Ilen. Perempuan 19 tahun itu pun duduk di kursi belakang dekat jendela, menjauhi kursi tengah yang penuh akan keramaian.
"Hai," sapa perempuan cantik berambut pirang dengan senyuman lebar, perempuan itu duduk di samping Ilen.
Ilen tak memandang perempuan berambut pirang itu, Ilen hanya mengangguk seraya melihat ke jendela.
"Kamu mau kuliah kan?" tanya perempuan berambut pirang itu.
Ilen mengangguk lalu mata sayunya menatap perempuan berambut pirang itu.
Diamatilah perempuan berambut pirang itu oleh Ilen. Perempuan berambut pirang itu memiliki bibir tipis merah merekah, tanda lahir cantik di dekat telinganya dan yang terakhir di amati Ilen yaitu gelang emas berbintang yang menggantung di pergelangan tangan kiri perempuan itu.
"Siapa namamu? Namaku Seli," ucap perempuan berambut pirang bernama Seli. Seli mengulurkan tangannya di balik sweater hijau mudanya.
"Ilen," sahut Ilen. Tanpa senyum dan tanpa basa-basi, Ilen membuang muka kembali seraya menatap jendela.
"Senang berkenalan denganmu ...," ucap pelan Seli, perempuan berambut pirang itu masih tersenyum dengan bibirnya. "Eh, ini hari pertama aku kuliah, kita bisa janjian bareng ke halte lain kali ... kamu kuliah di mana?" tanya Seli dengan nada penasaran.
"Universitas Kedokteran," sahut Ilen tanpa membalikkan kepalanya.
Seli tersenyum lebar menatap kepala belakang Ilen yang dipenuhi rambut acak-acakan berwarna hitam. Seli pun kembali berbicara, "Hei, kita kuliah di tempat yang sama," ucap Seli dengan mata berbinar.
"Oh ya," sahut Ilen dengan senyum palsu saat menatap Seli sekilas lalu Ilen pun beranjak dari kursinya dan keluar dari bis.
"Kamu mata kuliah apa sekarang?" tanya Seli.
Perempuan berambut pirang itu masih mengekori Ilen yang tengah melangkah melewati halte lalu melangkah memasuki gerbang universitas.
Ilen tak menyahut, Ilen masih sibuk dengan ponsel dan juga kertas-kertas lecek di ranselnya.
"Kalau beda kelas, setidaknya kita bisa jalan bareng ke aula," ucap Seli yang berlari kecil untuk berjalan bersisian di samping Ilen.
Ilen menghentikan langkahnya lalu perempuan berambut hitam acak-acakkan itu menatap tajam ke arah Seli.
"Kamu bisa diam, tidak?" pekik Ilen.
Senyuman langsung redup dari wajah Seli. Seli pun mematung di hadapan Ilen.
"Aku bukan temanmu apalagi sahabatmu," ucap Ilen lalu melangkah, meninggalkan Seli.
***
Setiba di kelas mata kuliah pertama, Ilen pun langsung melepaskan tasnya di kursi paling depan.
Alasan Ilen duduk di depan karena matanya yang mendadak buram di usianya menginjak 19 tahun. Ilen sering kali kesusahan untuk membaca tulisan apalagi melihat seseorang di hadapannya. Ilen belum tahu penyakit apa yang sebenarnya diidap dirinya sendiri hingga menimbulkan banyak pertanyaan yang belum terjawab.
Buku-buku pun dibentangkan lebar-lebar di atas meja lalu Ilen pun mencoret kalimat per kalimat di setiap lembaran buku di mejanya.
Perempuan bertubuh kurus itu juga memiliki kaki yang sangat panjang sehingga perempuan itu sering kali kesusahan meletakkan kakinya.
Kaki Ilen bergerak-gerak getar lurus menyamping seiring matanya menangkap materi-materi di bukunya lalu tiba-tiba saja seorang pria terjatuh karena tersandung kaki Ilen.
"Sialan," umpat pria itu seraya berdiri.
Pria itu pun berdiri di hadapan Ilen. Mata pria itu menatap lekat seraya dirinya menunduk untuk melihat wajah Ilen yang menunduk karena masih serius membaca buku-bukunya.
"Ilen?" ucap pria itu seraya menunjuk wajah Ilen.
Jari pria itu hampir menyentuh pipi Ilen lalu beberapa detik kemudian tangan dingin pria itu mengacak rambut Ilen seraya pria itu terbahak-bahak.
Mendengar suara dan gelak tawa pria itu, Ilen mendongakkan kepalanya secara pelan lalu terlihatlah pria di hadapannya.
Pria itu masih mengacak rambut Ilen, Ilen tak melawan sedikit pun, Ilen malah menatap lekat pria itu.
Pria itu berkumis hitam tipis-tipis dengan rambut gondrong seleher dan juga kemeja kotak-kotak hitam berkerah di leher yang penuh akan urat.
Ilen pun memalingkan matanya saat pria itu menyudahi aksi mengacak-acak rambut, pria itu terkekeh berkali-kali di tengah kelas tepatnya di hadapan Ilen yang duduk paling depan.
"Ilen ... kamu kenal aku kan?" tanya pria itu yang tak henti-hentinya tertawa seraya memegang perutnya sendiri.
Ilen pun menggerak-gerakkan tangannya lalu Ilen mengalihkan padangan dengan membaca buku-bukunya kembali, Ilen tak memedulikan pria itu.
"Ilen, masa kamu lupa ... aku penggemarmu, Len," ucap pria itu.
Mata sayu Ilen pun memandang seiring kepalanya bergerak pelan untuk kembali mendongak hingga Ilen menatap pria bertubuh tinggi itu yang masih saja terkekeh di hadapannya.
Warning! Banyak adegan dewasa 21+++ Khusus untuk orang dewasa, bocil dilarang buka!
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
WARNING 21+!! Athena Gimberly tak ingin menjalin hubungan serius dengan pria manapun karena suatu alasan, tapi dirinya ingin memiliki anak yang nantinya akan menemaninya di saat tua. Dari situlah pemikiran gila untuk mencari seseorang yang bisa memberikannya bibit tanpa harus melangsungkan pernikahan. Mempertemukannya dengan sosok Arthur Harley, seorang pria dengan harga diri tinggi. *** "Kamu ...." "Mari melakukan hal itu lagi. Yang sebelumnya tidak membuahkan hasil, jadi bisakah kita melakukannya lagi?" tanya Athena membuat pria itu terdiam.
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?