/0/8444/coverbig.jpg?v=1f3ecfd4b77e3ce98fff4f48d5405e9c)
Melia yang introvert harus menerima takdir pernikahan dengan pria tampan namun memiliki sisi hitam yang menakutkan.Pernikahan tanpa cinta dan sekedar fomalitas membuat mereka menyetujui sebuah kesepakatan kontrak nikah. Melia yang akhirnya tahu jika sang suami Reinald Wibisena adalah seorang biseks mencoba membantu pria itu untuk bisa normal.kembali. Namun hasutan dan fitnah orang ketiga membuat Melia memutuskan untuk pergi dan menjauh dari Reinald dengan membawa serta buah hati.mereka. Hingga akhirmya Reinald menyesal dan mencoba mencari Melia yang bersiap menikah dengan pria yang tulus mencintai dirinya.
Keyakinan merupakan suatu pengetahuan di dalam hati, jauh tak terjangkau oleh bukti. (Kahlil Gibran, Pujangga)
***
Bermalas-malasan disaat weekend itu adalah hal yang paling menyenangkan dari yang menyenangkan.
Setelah selama lima hari bekerja penuh waktu membuat otak beku dan badan kaku kini saatnya untuk melemaskan itu semua .
"Aku Mau ngerjain apa nih?" gumam Melia sembari memandang kamarnya yang seluas 4 x 6 meter itu.
Didominasi warna biru muda yang lembut dipadu dengan sedikit pink dan putih.
Terkesan unik namun Melia Karena dia sangat menikmati paduan warna tersebut .
"Oke!" Melia menjentikkan jarinya.
Diambilnya karet gelang untuk mengikat rambutnya yang panjang sepinggang , mengingat tinggi diatas kepala lalu mencepolnya.
Berikutnya Melia membuka jendela kaca kamarnya lebar . Membiarkan udara sejuk dipagi hari berkeliaran dengan bebas dikamarnya .
Melia mulai menarik selimut , membuka sprai bercorak club bola italia dan melepaskan bantal dan guling dari sarungnya.
Lalu membawa dua bantal dan satu guling itu ke balkon kamarnya untuk dijemur sebentar agar semua kuman dan sisa bau liurnya hilang terkena sinar matahari pagi .
Sembari menyenandungkan lagu Sweet Dream dari Jang Nara yang terdengar dari ponselnya, Melia mulai membersihkan dan merapikan kamarnya.
Keasikkannya sedikit terusik karena sebuah panggilan telphone dari Sera kawan dekat sekaligus rekan kerjanya.
"Ya, ada apa ? kamu menganggu waktuku saja, " omel Melia pada teman baiknya ini.
"Waktumu saat dirumah selain tidur, membaca dan main game apalagi yang kamu lakukan."
"Aku, sedang membersihkan kamarku, kriwil."
"Hei hei. Waarrr biasa ! apa kamu bisa memegang sapu dan kemoceng ?" ledek Sera terdengar kekehan gadis itu
" Apa kamu pernah dipukul pakai sapu dan kemoceng ?" tanya Melia kesal.
Terdengar tawa riang Sera membuat Meila jengah sendiri.
"Cepat katakan , ada apa kamu nelphone aku. jangan bilang soal pekerjaan ."
" Hei , sabar, Nona. Aku cuma mau bilang . Kalau Mike barusan melamarku dan kau tahu ? dia memberiku sebuah cincin berlian yang indah dan sebuah makan malam romantis ."
Melia hanya menghela nafasnya lelah. Lelah mendengar cerita romantis dari kawannya yang cantik ini.
" Mei . Loe denger gue kan ."
" Denger! Aku ngga budeg kok."
" Kalau gitu. Kamu harus nemenin aku beli gaun indah buat nanti malam ."
" Ada upahnya ?"
" Matre ."
"Segala sesuatu itu harus menghasilkan. Hari gini gratis , kelaut aja sono ."
" Oke, oke . Ntar gue traktir loe makan siang dan belanja satu novel ."
" Dua novel baru deal ."
" Baiklah.Nona realistis. Deal. Aku jemput kamu jam sebelas siang."
" Ya."
Melia lalu mematikan panggilan dan melanjutkan musik yang sedari tadi didengarnya.
Kini gadis cantik itu menatap puas pada kamarnya yang sudah rapi dengan sprei bergambar kartun Spongebob dan wangi jeruk yang menyebar.
Keranjang pakaian kotor pun sudah penuh dan waktunya untuk mencuci.
Melia melirik kearah jam dinding yang bertengger manis di atas meja belajarnya , masih ada waktu dua jam hingga nanti Sera menjemputnya untuk mengunjungi mall.
***
Dan kini Melia sedang memutari mall seperti tawaf di depan ka'bah. Disebelahnya tampak Sera yang mengapit lengannya seperti sepasang kekasih .
"Berapa baju lagi yang mau kamu beli0 Ra ?" tanya Melia sembari melirik empat paperbag ditangan gadis berdarah Jerman Jawa itu.
"Satu atau dua baju lagi ya, Mei."
"Ribet banget hidup loe, Ra! mau makan malam yang hanya satu jam saja harus mengeluarkan uang sampai enam juta untuk empat lembar gaun . Belum biaya kesalon dan sepatunya."
"Hallahh ! elo sekarang bisa ngomong kayak gitu, Mei ! tapi entar kalau kamu dilamar pasti akan seperti aku."
" Emngnya siapa yang mau melamar aku ?"
"Oh iya. Gue lupa kalai Elo kan jomblo akut," ucap Sera dibarengi kekehan kecilnya.
Melia hanya meringis mendengar label yang disematkan teman-temannya kedirinya .
Bukannya tak laku , diusianya yang menginjak 26 tahun ini memang masih betah sendiri sementara semua temannya sudah memiliki kekasih bahkan sudah menikah dan punya anak.
Akhirnya acara belanja pun selesai dan mereka pun memasuki salah satu kafe ternama yang ada di mall tersebut untuk makan siang menjelang sore , karena mereka baru makan siang pada jam tiga sore. Hampir saja asam lambung Melia kambuh .
" Mei. Loe lihat dua pria didepan itu. Apakah mereka normal ?"
" Maksud,Kamu?" Melia masih tak bergeming dari nasi goreng jamur yang dia makan.
"Mereka terlihat mesra, selayaknya pasangan kekasih."
Melia mau tak mau mengangkat wajahnya dan mengikuti arah dagu Sera .
Tak jauh dari mereka duduk, ada sepasang pria duduk sangat dekat , pandangan pria itu menatap kearah keramaian jalan raya di luar kafe .
"Biarkanlah. apa perduli kita, ini negara bebas dimana suatu hubungan bisa terjadi tanpa adanya larangan tertulis. "
"Tapi kan nggak etis banget. Pantas saja banyak cewek jomblo! ternyata para prianya lebih tertarik sama jenisnya sendiri ."
" Hari gini bicara soal etika. Sampai mana, Non? Kalau kita berpegang pada etika. Tidak akan ada kita temui para wanita mengenakan pakaian kurang bahan,atau pasangan pria dan wanita yang bermesraan ditempat umum."
Sera hanya mencibir, menyesal dia membahas soal dua pria didepan mereka kalau akhirnya dia yang mendapat pencerahan dari filsuf otodidak disebelahnya ini .
Menjelang sunset Sera mengantar Melia pulang.Karena dia ada acara penting Sera memutuskan tidak ikut turun untuk sekedar menyapa paman dan bibi Meila sebagai pengganti orangtua gadis itu.
Melia memasuki rumah yang tampak sepi itu. Saat akan melewati ruang TV dia melihat paman Noel juga bibi Mira tampak sedang ngobrol yang terlihat serius.
Melia menghampiri keduanya lalu mencium punggung tangan mereka dengan hormat .
"Duduk dulu, Mel," pinta bibi Mira.
Meila hanya mengangguk lalu mendudukkan dirinya di sebelah wanita paruh baya itu.
Sementara paman Noel duduk persis didepannya.
"Pamanmu mau bicara. Tolong dengarkan dulu tanpa menyelanya," pinta bibi Mira dan Meila hanya mengangguk patuh.
"Berapa usiamu sekarang Mei ?" tanya paman Noel dengan suara rendahnya.
"Dua bulan lagi dua puluh enam tahun, Paman."
"Tak terasa ya. Sudah enam belas tahun kami merawatmu dan kini kau tumbuh menjadi gadis yang cantik dan mandiri."
"Iya paman."
"Mei. seandainya pamanmu ini meminta tolong apakah kau mau membantu ?"
"Iya, Paman. Katakan saja."
"Walau kamu harus mengikhlaskan perasaanmu?"
"Insya Allah,Mei siap, Paman."
"Kau sudah punya pacar?"
"Tidak punya."
"Baguslah kalau begitu. Kamu tahu Mei , usaha tambang paman sedang surut. Dua KP paman pun ditutup karena tidak memiliki izin sesuai prosedur pemerintah. Untuk itu paman ingin membuka bisnis baru dibidang pertanian saja, tapi paman kekurangan modal yang cukup besar ."
"Apa yang bisa Mei bantu, Paman?"
"Pertanyaan bagus," ucap Paman Noel seraya mengukir senyum simpul."Begini Mei, ada seorang kolega paman yang juga teman baik almarhum papamu, yang bersedia memberi modal usaha ke paman tanpa jaminan dan pengembalian. Namun syaratnya paman harus bisa mencarikan jodoh untuk anak lelakinya."
Telinga Meila pun tiba-tiba terasa panas.
Dadanya bergemuruh sepert hujan badai , namun dia berusaha untuk tetap diam dan mendengarkan sampai akhir.
"Paman tadi berkata menyanggupi persyaratan tersebut.Namun dirumah ini anak perempuan yang paling besar hanya kamu . Sementara Venita adikmu masih sekolah dan Varell walau sudah sarjana namun dia seorang pria."
Paman Noel menjeda sejenak kalimatnya , mencoba melihat reaksi diwajah keponakannya itu.
Terilihat tidak ada ekspresi seperti biasanya . Wajah gadis itu tetap datar dan dingin.
"Paman yakin kamu paham keman arah pembicaraan ini."
"Iya paman. Meila bisa pahami ."
"Baguslah kalau kamu paham. Jika kamu bersedia menikah dengan anak kolega paman itu maka paman bisa menyelamatkan masa depan ketiga adikmu juga rumah ini dari sitaan pihak bank. Serta hidup puluhan pekerja paman."
"Bolehkan Meila tahu seperti apa pria yang akan dijodohkan ke Meila paman ."
"Tentu saja bisa."
Lalu pria berusia 58 tahun itu mengirimkan photo dan biodata seorang pria melalui aplikasi chat sejuta umat ke ponsel Meila.
"Bolehkah Meila minta waktu dua hari untuk menetapkan hati, Paman ?"
"Tentu saja boleh. Silakan anakku. Dan paman harap keputusan yang kamu pilih tak mengecewakan, Paman ."
Meila mengangguk lalu minta diri untuk kekamarnya.
Menikah.. oh Tuhan Satu hal yang belum masuk dalam pikirannya namun akan dia hadapi dalam waktu dekat ini.
Meila bergegas membersihkan diri dan menjalankan ibadah wajib maghrib.
Setelahnya, gadis berkaca mata minus dan berparas ayu itu pun membuka pesan yang di kirim pamannya.
"Reinald? Kenapa wajahnya seraya pernah aku lihat ya?" gumam Meila seraya berusaha mengumpulkan puzzel ingatannya."Aisshh, aku tak mendapatkan gambaran bertemu dimana dengan pria ini," keluh Meila pelan.
***
Nadia Pamungkas saat ini sedang mengenyam bangku kuliah di Jakarta, dia pikir ide kedua orang tuanya menyuruh tinggal bersama kakak Tasya bukanlah suatu ide buruk. Namun ternyata Ini merupakan malapetaka besar bagi dirinya juga keluarganya terutama kak Tasya. Tasya menikah dengan Aldo pria blasteran Indo Jerman, karena dulu Tasya kuliah di Jerman keduanya akhirnya bertemu kemudian menikah. Kini keduanya sama-sama bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Awalnya tampak biasa, Nadia pun merasakan tidak ada yang janggal dengan suami kakaknya dia begitu baik dan perhatian beda dengan kakaknya yang selalu sibuk, namun semakin lama Aldo berubah dia menunjukkan ketertarikannya pada Nadia, hingga pada akhirnya mereka melakukan satu kesalahan besar. Bagaimana kisah selanjutnya?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Bayangkan menikah dengan seorang pria miskin hanya untuk menemukan bahwa dia sebenarnya tidak miskin. Katherine tidak tahu apa lagi yang harus diharapkan setelah dia dicampakkan oleh pacarnya dan akhirnya menikah dengan pria lain keesokan harinya. Suami barunya, Esteban, tampan, tetapi dia pikir kehidupan pernikahannya tidak akan istimewa sama sekali. Dia terkejut ketika menemukan bahwa Esteban sebenarnya sangat lengket. Anehnya, semua masalah yang dia temui setelah pernikahan diselesaikan dengan mudah. Ada sesuatu yang ganjil. Dengan curiga, dia bertanya padanya, "Esteban, apa yang terjadi di sini?" Sambil mengangkat bahu, Esteban menjawab, "Mungkin keberuntungan ada di pihakmu." Katherine memercayainya. Bagaimanapun, dia telah menikah dengan Esteban ketika pria itu akan bangkrut. Dialah pencari nafkah keluarga mereka. Mereka terus menjalani hidup sebagai pasangan sederhana. Jadi, tidak ada yang mempersiapkan Katherine untuk kejutan yang dia terima suatu hari. Suaminya yang sederhana tidak sesederhana itu! Dia tidak percaya bahwa dia benar-benar menikah dengan seorang miliarder. Sementara dia masih memproses keterkejutannya, Esteban memeluknya dan tersenyum. "Bukankah itu bagus?" Kathrine punya sejuta pertanyaan untuknya.
Setelah diusir dari rumahnya, Helen mengetahui bahwa dia bukanlah putri kandung keluarganya. Rumor mengatakan bahwa keluarga kandungnya yang miskin lebih menyukai anak laki-laki dan mereka berencana mengambil keuntungan dari kepulangannya. Tanpa diduga, ayah kandungnya adalah seorang miliarder, yang melambungkannya menjadi kaya raya dan menjadikannya anggota keluarga yang paling disayangi. Sementara mereka mengantisipasi kejatuhannya, Helen diam-diam memegang paten desain bernilai miliaran. Dipuji karena kecemerlangannya, dia diundang menjadi mentor di kelompok astronomi nasional, menarik minat para pelamar kaya, menarik perhatian sosok misterius, dan naik ke status legendaris.