Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Boy Lovers My Husband
Boy Lovers My Husband

Boy Lovers My Husband

5.0
6 Bab
153 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Melia yang introvert harus menerima takdir pernikahan dengan pria tampan namun memiliki sisi hitam yang menakutkan.Pernikahan tanpa cinta dan sekedar fomalitas membuat mereka menyetujui sebuah kesepakatan kontrak nikah. Melia yang akhirnya tahu jika sang suami Reinald Wibisena adalah seorang biseks mencoba membantu pria itu untuk bisa normal.kembali. Namun hasutan dan fitnah orang ketiga membuat Melia memutuskan untuk pergi dan menjauh dari Reinald dengan membawa serta buah hati.mereka. Hingga akhirmya Reinald menyesal dan mencoba mencari Melia yang bersiap menikah dengan pria yang tulus mencintai dirinya.

Bab 1 Dia Yang Datang

Keyakinan merupakan suatu pengetahuan di dalam hati, jauh tak terjangkau oleh bukti. (Kahlil Gibran, Pujangga)

***

Bermalas-malasan disaat weekend itu adalah hal yang paling menyenangkan dari yang menyenangkan.

Setelah selama lima hari bekerja penuh waktu membuat otak beku dan badan kaku kini saatnya untuk melemaskan itu semua .

"Aku Mau ngerjain apa nih?" gumam Melia sembari memandang kamarnya yang seluas 4 x 6 meter itu.

Didominasi warna biru muda yang lembut dipadu dengan sedikit pink dan putih.

Terkesan unik namun Melia Karena dia sangat menikmati paduan warna tersebut .

"Oke!" Melia menjentikkan jarinya.

Diambilnya karet gelang untuk mengikat rambutnya yang panjang sepinggang , mengingat tinggi diatas kepala lalu mencepolnya.

Berikutnya Melia membuka jendela kaca kamarnya lebar . Membiarkan udara sejuk dipagi hari berkeliaran dengan bebas dikamarnya .

Melia mulai menarik selimut , membuka sprai bercorak club bola italia dan melepaskan bantal dan guling dari sarungnya.

Lalu membawa dua bantal dan satu guling itu ke balkon kamarnya untuk dijemur sebentar agar semua kuman dan sisa bau liurnya hilang terkena sinar matahari pagi .

Sembari menyenandungkan lagu Sweet Dream dari Jang Nara yang terdengar dari ponselnya, Melia mulai membersihkan dan merapikan kamarnya.

Keasikkannya sedikit terusik karena sebuah panggilan telphone dari Sera kawan dekat sekaligus rekan kerjanya.

"Ya, ada apa ? kamu menganggu waktuku saja, " omel Melia pada teman baiknya ini.

"Waktumu saat dirumah selain tidur, membaca dan main game apalagi yang kamu lakukan."

"Aku, sedang membersihkan kamarku, kriwil."

"Hei hei. Waarrr biasa ! apa kamu bisa memegang sapu dan kemoceng ?" ledek Sera terdengar kekehan gadis itu

" Apa kamu pernah dipukul pakai sapu dan kemoceng ?" tanya Melia kesal.

Terdengar tawa riang Sera membuat Meila jengah sendiri.

"Cepat katakan , ada apa kamu nelphone aku. jangan bilang soal pekerjaan ."

" Hei , sabar, Nona. Aku cuma mau bilang . Kalau Mike barusan melamarku dan kau tahu ? dia memberiku sebuah cincin berlian yang indah dan sebuah makan malam romantis ."

Melia hanya menghela nafasnya lelah. Lelah mendengar cerita romantis dari kawannya yang cantik ini.

" Mei . Loe denger gue kan ."

" Denger! Aku ngga budeg kok."

" Kalau gitu. Kamu harus nemenin aku beli gaun indah buat nanti malam ."

" Ada upahnya ?"

" Matre ."

"Segala sesuatu itu harus menghasilkan. Hari gini gratis , kelaut aja sono ."

" Oke, oke . Ntar gue traktir loe makan siang dan belanja satu novel ."

" Dua novel baru deal ."

" Baiklah.Nona realistis. Deal. Aku jemput kamu jam sebelas siang."

" Ya."

Melia lalu mematikan panggilan dan melanjutkan musik yang sedari tadi didengarnya.

Kini gadis cantik itu menatap puas pada kamarnya yang sudah rapi dengan sprei bergambar kartun Spongebob dan wangi jeruk yang menyebar.

Keranjang pakaian kotor pun sudah penuh dan waktunya untuk mencuci.

Melia melirik kearah jam dinding yang bertengger manis di atas meja belajarnya , masih ada waktu dua jam hingga nanti Sera menjemputnya untuk mengunjungi mall.

***

Dan kini Melia sedang memutari mall seperti tawaf di depan ka'bah. Disebelahnya tampak Sera yang mengapit lengannya seperti sepasang kekasih .

"Berapa baju lagi yang mau kamu beli0 Ra ?" tanya Melia sembari melirik empat paperbag ditangan gadis berdarah Jerman Jawa itu.

"Satu atau dua baju lagi ya, Mei."

"Ribet banget hidup loe, Ra! mau makan malam yang hanya satu jam saja harus mengeluarkan uang sampai enam juta untuk empat lembar gaun . Belum biaya kesalon dan sepatunya."

"Hallahh ! elo sekarang bisa ngomong kayak gitu, Mei ! tapi entar kalau kamu dilamar pasti akan seperti aku."

" Emngnya siapa yang mau melamar aku ?"

"Oh iya. Gue lupa kalai Elo kan jomblo akut," ucap Sera dibarengi kekehan kecilnya.

Melia hanya meringis mendengar label yang disematkan teman-temannya kedirinya .

Bukannya tak laku , diusianya yang menginjak 26 tahun ini memang masih betah sendiri sementara semua temannya sudah memiliki kekasih bahkan sudah menikah dan punya anak.

Akhirnya acara belanja pun selesai dan mereka pun memasuki salah satu kafe ternama yang ada di mall tersebut untuk makan siang menjelang sore , karena mereka baru makan siang pada jam tiga sore. Hampir saja asam lambung Melia kambuh .

" Mei. Loe lihat dua pria didepan itu. Apakah mereka normal ?"

" Maksud,Kamu?" Melia masih tak bergeming dari nasi goreng jamur yang dia makan.

"Mereka terlihat mesra, selayaknya pasangan kekasih."

Melia mau tak mau mengangkat wajahnya dan mengikuti arah dagu Sera .

Tak jauh dari mereka duduk, ada sepasang pria duduk sangat dekat , pandangan pria itu menatap kearah keramaian jalan raya di luar kafe .

"Biarkanlah. apa perduli kita, ini negara bebas dimana suatu hubungan bisa terjadi tanpa adanya larangan tertulis. "

"Tapi kan nggak etis banget. Pantas saja banyak cewek jomblo! ternyata para prianya lebih tertarik sama jenisnya sendiri ."

" Hari gini bicara soal etika. Sampai mana, Non? Kalau kita berpegang pada etika. Tidak akan ada kita temui para wanita mengenakan pakaian kurang bahan,atau pasangan pria dan wanita yang bermesraan ditempat umum."

Sera hanya mencibir, menyesal dia membahas soal dua pria didepan mereka kalau akhirnya dia yang mendapat pencerahan dari filsuf otodidak disebelahnya ini .

Menjelang sunset Sera mengantar Melia pulang.Karena dia ada acara penting Sera memutuskan tidak ikut turun untuk sekedar menyapa paman dan bibi Meila sebagai pengganti orangtua gadis itu.

Melia memasuki rumah yang tampak sepi itu. Saat akan melewati ruang TV dia melihat paman Noel juga bibi Mira tampak sedang ngobrol yang terlihat serius.

Melia menghampiri keduanya lalu mencium punggung tangan mereka dengan hormat .

"Duduk dulu, Mel," pinta bibi Mira.

Meila hanya mengangguk lalu mendudukkan dirinya di sebelah wanita paruh baya itu.

Sementara paman Noel duduk persis didepannya.

"Pamanmu mau bicara. Tolong dengarkan dulu tanpa menyelanya," pinta bibi Mira dan Meila hanya mengangguk patuh.

"Berapa usiamu sekarang Mei ?" tanya paman Noel dengan suara rendahnya.

"Dua bulan lagi dua puluh enam tahun, Paman."

"Tak terasa ya. Sudah enam belas tahun kami merawatmu dan kini kau tumbuh menjadi gadis yang cantik dan mandiri."

"Iya paman."

"Mei. seandainya pamanmu ini meminta tolong apakah kau mau membantu ?"

"Iya, Paman. Katakan saja."

"Walau kamu harus mengikhlaskan perasaanmu?"

"Insya Allah,Mei siap, Paman."

"Kau sudah punya pacar?"

"Tidak punya."

"Baguslah kalau begitu. Kamu tahu Mei , usaha tambang paman sedang surut. Dua KP paman pun ditutup karena tidak memiliki izin sesuai prosedur pemerintah. Untuk itu paman ingin membuka bisnis baru dibidang pertanian saja, tapi paman kekurangan modal yang cukup besar ."

"Apa yang bisa Mei bantu, Paman?"

"Pertanyaan bagus," ucap Paman Noel seraya mengukir senyum simpul."Begini Mei, ada seorang kolega paman yang juga teman baik almarhum papamu, yang bersedia memberi modal usaha ke paman tanpa jaminan dan pengembalian. Namun syaratnya paman harus bisa mencarikan jodoh untuk anak lelakinya."

Telinga Meila pun tiba-tiba terasa panas.

Dadanya bergemuruh sepert hujan badai , namun dia berusaha untuk tetap diam dan mendengarkan sampai akhir.

"Paman tadi berkata menyanggupi persyaratan tersebut.Namun dirumah ini anak perempuan yang paling besar hanya kamu . Sementara Venita adikmu masih sekolah dan Varell walau sudah sarjana namun dia seorang pria."

Paman Noel menjeda sejenak kalimatnya , mencoba melihat reaksi diwajah keponakannya itu.

Terilihat tidak ada ekspresi seperti biasanya . Wajah gadis itu tetap datar dan dingin.

"Paman yakin kamu paham keman arah pembicaraan ini."

"Iya paman. Meila bisa pahami ."

"Baguslah kalau kamu paham. Jika kamu bersedia menikah dengan anak kolega paman itu maka paman bisa menyelamatkan masa depan ketiga adikmu juga rumah ini dari sitaan pihak bank. Serta hidup puluhan pekerja paman."

"Bolehkan Meila tahu seperti apa pria yang akan dijodohkan ke Meila paman ."

"Tentu saja bisa."

Lalu pria berusia 58 tahun itu mengirimkan photo dan biodata seorang pria melalui aplikasi chat sejuta umat ke ponsel Meila.

"Bolehkah Meila minta waktu dua hari untuk menetapkan hati, Paman ?"

"Tentu saja boleh. Silakan anakku. Dan paman harap keputusan yang kamu pilih tak mengecewakan, Paman ."

Meila mengangguk lalu minta diri untuk kekamarnya.

Menikah.. oh Tuhan Satu hal yang belum masuk dalam pikirannya namun akan dia hadapi dalam waktu dekat ini.

Meila bergegas membersihkan diri dan menjalankan ibadah wajib maghrib.

Setelahnya, gadis berkaca mata minus dan berparas ayu itu pun membuka pesan yang di kirim pamannya.

"Reinald? Kenapa wajahnya seraya pernah aku lihat ya?" gumam Meila seraya berusaha mengumpulkan puzzel ingatannya."Aisshh, aku tak mendapatkan gambaran bertemu dimana dengan pria ini," keluh Meila pelan.

***

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY