Amira yang selalu sabar saat dihina dan dibandingkan dengan istri adik iparnya yang bernama Rista. Akan tetapi ia tak semiskin dan sehina yang mertuanya kira, wanita penyabar itu akan membuktikan jika dirinya bisa sukses dengan hasil usaha sendiri. Sementara itu Heri suaminya mulai tergoda oleh kehadiran wanita yang pernah menjadi kekasih di masa lalunya, ia mulai bosan hidup susah dengan Amira. Diam-diam Heri menjalin hubungan dengan Tania mantan kekasihnya itu. Namun, lama-lama hubungan gelap mereka diketahui oleh Amira. Amira merasa kecewa karena perjuangannya berdagang membantu perekonomian keluarga hanya sia-sia dan malah mendapatkan pengkhianatan dari suaminya. Saat akan menggugat cerai justru ia malah dinyatakan hamil, lalu apakah yang akan dilakukan Amira? Tetap bercerai atau bertahan dan bersabar dengan kelakuan mertua dan suaminya?
"Lihat ini, Heri, enak banget hidup adikmu itu punya istri anak orang kaya, tinggal di rumah besar dan mewah, ga kaya kamu, apes! Malah nikah sama rakyat jelata, jadi hidupmu gini-gini aja ga ada kemajuan" celetuk ibu mertua sambil memandang layar ponsel.
Aku yang sedang menghidangkan teh dan camilan di atas meja hanya bisa bersikap biasa saja, dihina dan dibandingkan dengan Rista yang tak lain istrinya Ardan adik iparku sudah jadi makanan sehari-hari.
"Lihat tuh di rumahnya ada kolam renang, gede dan juga bersih, enak banget ya jadi Rista tiap hari bisa foya-foya ga kaya kita," celetuk ibu lagi masih memandang ponsel android-nya.
Mas Heri menggeser posisi duduknya dekat ibu lalu dua pasang mata itu melihat layar ponsel bersamaan, memandang takjub benda pipih itu.
"Iya ya, Bu, enak banget jadi Ardan padahal sebelum nikah sama Rista dia pengangguran, eh sekarang jadi orkay mendadak, lah aku dari dulu kerja keras malah dapet ...."
Mas Heri tak melanjutkan ucapannya ia malah melirikku dengan sinis.
"Dapet apa, Mas? kamu nyesel karena punya istri kaya aku yang hanya tukang pentol aja?" sahutku dengan santai, ngapain emosi bikin darah tinggi saja.
"Fikir aja sendiri," sahut Mas Heri sedikit ketus.
"Coba aja kalau kamu punya istri seperti Rista yang kaya raya, pasti hidupmu enak ga perlu kerja keras, Ri," celetuk ibu lagi.
Aku memilih masuk ke dapur dari pada mendengar keluhan dua manusia tak bisa bersyukur itu, mau hidup enak tapi enggan berusaha, mana ada yang seperti itu dimana-mana kalau mau kaya ya harus usaha.
Hari ini rumah sederhanaku akan kedatangan tamu yang katanya istimewa, siapa lagi jika bukan Ardan dan Rista--putri seorang pengusaha sukses yang terkenal di kota ini--
Yang kudengar dari ibu mertua, keluarga Rista memiliki supermarket paling besar di kota ini dan memiliki beberapa cabang, berbeda denganku yang hanya anak seorang penjual daging di pasar, tak heran baik ibu ataupun Mas Heri selalu membandingkan aku dengan istrinya Ardan itu.
"Ma, aku mau kue yang ada depan itu, tapi ga dibolehin sama nenek," rengek Nasya--putriku yang berumur delapan tahun--
Tiba-tiba saja hatiku merasa geram, kue itu aku yang beli masa Nasya tak boleh memakannya walau sepotong.
"Ya sudah biar Mama yang pintain."
Aku bergegas ke ruang tamu.
"E-eh, main comot-comot aja, ini tuh kue buat Rista sama Ardan," celetuk ibu sambil menepis tanganku yang hendak mengambil sepotong kue di atas meja.
"Nasya mau, Bu, kasih ajalah sedikit lagian dia ga minta semua kuenya kok," jawabku sedikit kesal.
"Kalau Nasya mau kue beli aja di warung sana, ini kue mahal dan spesial buat mantuku, mereka ke sini mau ngasih kejutan buat Ibu, jadi harus disambut sama makanan enak dan spesial" jawab ibu sinis.
"Lagian kue ini Heri yang beli tadi khusus buat menyambut adiknya, jadi kamu jangan ngambil seenaknya ya."
"Yang beli memang Mas Heri, tapi uangnya dari aku, Bu!" tegasku sambil mengambil sepotong kue brownis itu dan membungkusnya dengan tissu.
"Hahhhh, yang bener aja masa iya kamu punya uang buat beli kue semahal ini." Ibu memandangku remeh.
"Yaiyalah punya, Ibu lupa kalau aku juga bisa mandiri cari uang sendiri," balasku sambil menyeringai.
"Halaaah, cuma jualan seblak sama pentol aja bangga! Tuh lihat Rista dia anak pengusaha tapi ga sombong!" tegasnya dengan wajah memerah.
Mereka tak tahu saja berapa penghasilanku perharinya yang didapat dari jualan seblak, bahkan gaji Mas Heri sebulan saja ketinggalan jauh, setengah hasil jualan kutabung untuk masa depan dan setengahnya untuk menutupi kekurangan sehari-hari.
Mas Heri bekerja sebagai seorang security di sebuah pabrik industri, gajinya hanya 3juta itu pun penghasilannya dibagi dua dengan ibunya, belum uang bensin dan rokok, tak heran jika uang yang diberikan padaku diminta lagi olehnya.
Entah bagaimana jadinya jika aku tak jualan seblak dan pentol, gajinya hanya cukup untuk beli beras dan kebutuhan selama dua Minggu, sedangkan kebutuhan listrik, air dan yang lainnya memakai uangku dari hasil jualan.
"Nah, itu mereka sudah datang."
Kami serempak celingukan ke arah luar, benar ternyata Ardan dan Rista keluar dari mobil mewahnya itu, lalu di belakangnya ada mobil pick up datang membawa motor Honda PCX berwarna merah.
"Wah ada motor, jangan-jangan motor itu kejutan buat ibu," ujarnya begitu ceria.
Aku menyeringai sambil mengikutinya keluar.
"Ya ampuun motornya bagus banget warna merah lagi, harusnya kalian ga perlu repot-repot lah beli hadiah semahal ini," ujar ibu sambil menggandeng Rista.
"Nih lihat, Amira, menantu kesayangan Ibu beliin motor bagus, kamu mah mana sanggup." Ibu mengejekku.
"Hei ibu-ibu lihat nih menantu saya yang kaya raya itu beliin motor loh, duhh baik banget 'kan dia," teriak ibu pada tetangga yang sedang ngerumpi di rumah sebelah.
Sontak saja beberapa orang ibu-ibu itu menghampiri, menatap takjub motor yang hendak diturunkan oleh pegawai dealer.
"Dengan Bu Amira?" tanya salah seorang pegawai dealer itu, ia berjalan begitu saja melewati ibu.
"Iya betul Pak." Aku mengangguk.
"Loh kok malah nanya Amira, motor itu buat saya atas nama Bu Ninik, Anda salah orang, Pak," sahut ibu membuatku ingin terbahak.
"Maaf, Bu. Tapi motor ini yang beli atas nama Bu Amira bukan Bu Ninik," jawab lelaki itu lalu menyerahkan kunci.
"Apa?! Amira? ... engga! ga mungkin! Dia cuma jualan pentol ga mungkin bisa kebeli motor," ujar ibu dengan mata membelalak.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Untuk memenuhi keinginan terakhir kakeknya, Sabrina mengadakan pernikahan tergesa-gesa dengan pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Namun, bahkan setelah menjadi suami dan istri di atas kertas, mereka masing-masing menjalani kehidupan yang terpisah, dan tidak pernah bertemu. Setahun kemudian, Sabrina kembali ke Kota Sema, berharap akhirnya bertemu dengan suaminya yang misterius. Yang mengejutkannya, pria itu mengiriminya pesan teks, tiba-tiba meminta cerai tanpa pernah bertemu dengannya secara langsung. Sambil menggertakkan giginya, Sabrina menjawab, "Baiklah. Ayo bercerai!" Setelah itu, Sabrina membuat langkah berani dan bergabung dengan Grup Seja, di mana dia menjadi staf humas yang bekerja langsung untuk CEO perusahaan, Mario. CEO tampan dan penuh teka-teki itu sudah terikat dalam pernikahan, dan dikenal tak tergoyahkan setia pada istrinya. Tanpa sepengetahuan Sabrina, suaminya yang misterius sebenarnya adalah bosnya, dalam identitas alternatifnya! Bertekad untuk fokus pada karirnya, Sabrina sengaja menjaga jarak dari sang CEO, meskipun dia tidak bisa tidak memperhatikan upayanya yang disengaja untuk dekat dengannya. Seiring berjalannya waktu, suaminya yang sulit dipahami berubah pikiran. Pria itu tiba-tiba menolak untuk melanjutkan perceraian. Kapan identitas alternatifnya akan terungkap? Di tengah perpaduan antara penipuan dan cinta yang mendalam, takdir apa yang menanti mereka?
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.