/0/6747/coverbig.jpg?v=807212977639f4c77f368e8bed964892)
Amira yang selalu sabar saat dihina dan dibandingkan dengan istri adik iparnya yang bernama Rista. Akan tetapi ia tak semiskin dan sehina yang mertuanya kira, wanita penyabar itu akan membuktikan jika dirinya bisa sukses dengan hasil usaha sendiri. Sementara itu Heri suaminya mulai tergoda oleh kehadiran wanita yang pernah menjadi kekasih di masa lalunya, ia mulai bosan hidup susah dengan Amira. Diam-diam Heri menjalin hubungan dengan Tania mantan kekasihnya itu. Namun, lama-lama hubungan gelap mereka diketahui oleh Amira. Amira merasa kecewa karena perjuangannya berdagang membantu perekonomian keluarga hanya sia-sia dan malah mendapatkan pengkhianatan dari suaminya. Saat akan menggugat cerai justru ia malah dinyatakan hamil, lalu apakah yang akan dilakukan Amira? Tetap bercerai atau bertahan dan bersabar dengan kelakuan mertua dan suaminya?
"Lihat ini, Heri, enak banget hidup adikmu itu punya istri anak orang kaya, tinggal di rumah besar dan mewah, ga kaya kamu, apes! Malah nikah sama rakyat jelata, jadi hidupmu gini-gini aja ga ada kemajuan" celetuk ibu mertua sambil memandang layar ponsel.
Aku yang sedang menghidangkan teh dan camilan di atas meja hanya bisa bersikap biasa saja, dihina dan dibandingkan dengan Rista yang tak lain istrinya Ardan adik iparku sudah jadi makanan sehari-hari.
"Lihat tuh di rumahnya ada kolam renang, gede dan juga bersih, enak banget ya jadi Rista tiap hari bisa foya-foya ga kaya kita," celetuk ibu lagi masih memandang ponsel android-nya.
Mas Heri menggeser posisi duduknya dekat ibu lalu dua pasang mata itu melihat layar ponsel bersamaan, memandang takjub benda pipih itu.
"Iya ya, Bu, enak banget jadi Ardan padahal sebelum nikah sama Rista dia pengangguran, eh sekarang jadi orkay mendadak, lah aku dari dulu kerja keras malah dapet ...."
Mas Heri tak melanjutkan ucapannya ia malah melirikku dengan sinis.
"Dapet apa, Mas? kamu nyesel karena punya istri kaya aku yang hanya tukang pentol aja?" sahutku dengan santai, ngapain emosi bikin darah tinggi saja.
"Fikir aja sendiri," sahut Mas Heri sedikit ketus.
"Coba aja kalau kamu punya istri seperti Rista yang kaya raya, pasti hidupmu enak ga perlu kerja keras, Ri," celetuk ibu lagi.
Aku memilih masuk ke dapur dari pada mendengar keluhan dua manusia tak bisa bersyukur itu, mau hidup enak tapi enggan berusaha, mana ada yang seperti itu dimana-mana kalau mau kaya ya harus usaha.
Hari ini rumah sederhanaku akan kedatangan tamu yang katanya istimewa, siapa lagi jika bukan Ardan dan Rista--putri seorang pengusaha sukses yang terkenal di kota ini--
Yang kudengar dari ibu mertua, keluarga Rista memiliki supermarket paling besar di kota ini dan memiliki beberapa cabang, berbeda denganku yang hanya anak seorang penjual daging di pasar, tak heran baik ibu ataupun Mas Heri selalu membandingkan aku dengan istrinya Ardan itu.
"Ma, aku mau kue yang ada depan itu, tapi ga dibolehin sama nenek," rengek Nasya--putriku yang berumur delapan tahun--
Tiba-tiba saja hatiku merasa geram, kue itu aku yang beli masa Nasya tak boleh memakannya walau sepotong.
"Ya sudah biar Mama yang pintain."
Aku bergegas ke ruang tamu.
"E-eh, main comot-comot aja, ini tuh kue buat Rista sama Ardan," celetuk ibu sambil menepis tanganku yang hendak mengambil sepotong kue di atas meja.
"Nasya mau, Bu, kasih ajalah sedikit lagian dia ga minta semua kuenya kok," jawabku sedikit kesal.
"Kalau Nasya mau kue beli aja di warung sana, ini kue mahal dan spesial buat mantuku, mereka ke sini mau ngasih kejutan buat Ibu, jadi harus disambut sama makanan enak dan spesial" jawab ibu sinis.
"Lagian kue ini Heri yang beli tadi khusus buat menyambut adiknya, jadi kamu jangan ngambil seenaknya ya."
"Yang beli memang Mas Heri, tapi uangnya dari aku, Bu!" tegasku sambil mengambil sepotong kue brownis itu dan membungkusnya dengan tissu.
"Hahhhh, yang bener aja masa iya kamu punya uang buat beli kue semahal ini." Ibu memandangku remeh.
"Yaiyalah punya, Ibu lupa kalau aku juga bisa mandiri cari uang sendiri," balasku sambil menyeringai.
"Halaaah, cuma jualan seblak sama pentol aja bangga! Tuh lihat Rista dia anak pengusaha tapi ga sombong!" tegasnya dengan wajah memerah.
Mereka tak tahu saja berapa penghasilanku perharinya yang didapat dari jualan seblak, bahkan gaji Mas Heri sebulan saja ketinggalan jauh, setengah hasil jualan kutabung untuk masa depan dan setengahnya untuk menutupi kekurangan sehari-hari.
Mas Heri bekerja sebagai seorang security di sebuah pabrik industri, gajinya hanya 3juta itu pun penghasilannya dibagi dua dengan ibunya, belum uang bensin dan rokok, tak heran jika uang yang diberikan padaku diminta lagi olehnya.
Entah bagaimana jadinya jika aku tak jualan seblak dan pentol, gajinya hanya cukup untuk beli beras dan kebutuhan selama dua Minggu, sedangkan kebutuhan listrik, air dan yang lainnya memakai uangku dari hasil jualan.
"Nah, itu mereka sudah datang."
Kami serempak celingukan ke arah luar, benar ternyata Ardan dan Rista keluar dari mobil mewahnya itu, lalu di belakangnya ada mobil pick up datang membawa motor Honda PCX berwarna merah.
"Wah ada motor, jangan-jangan motor itu kejutan buat ibu," ujarnya begitu ceria.
Aku menyeringai sambil mengikutinya keluar.
"Ya ampuun motornya bagus banget warna merah lagi, harusnya kalian ga perlu repot-repot lah beli hadiah semahal ini," ujar ibu sambil menggandeng Rista.
"Nih lihat, Amira, menantu kesayangan Ibu beliin motor bagus, kamu mah mana sanggup." Ibu mengejekku.
"Hei ibu-ibu lihat nih menantu saya yang kaya raya itu beliin motor loh, duhh baik banget 'kan dia," teriak ibu pada tetangga yang sedang ngerumpi di rumah sebelah.
Sontak saja beberapa orang ibu-ibu itu menghampiri, menatap takjub motor yang hendak diturunkan oleh pegawai dealer.
"Dengan Bu Amira?" tanya salah seorang pegawai dealer itu, ia berjalan begitu saja melewati ibu.
"Iya betul Pak." Aku mengangguk.
"Loh kok malah nanya Amira, motor itu buat saya atas nama Bu Ninik, Anda salah orang, Pak," sahut ibu membuatku ingin terbahak.
"Maaf, Bu. Tapi motor ini yang beli atas nama Bu Amira bukan Bu Ninik," jawab lelaki itu lalu menyerahkan kunci.
"Apa?! Amira? ... engga! ga mungkin! Dia cuma jualan pentol ga mungkin bisa kebeli motor," ujar ibu dengan mata membelalak.
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Untuk membayar hutang, dia menggantikan pengantin wanita dan menikahi pria itu, iblis yang ditakuti dan dihormati semua orang. Sang wanita putus asa dan kehabisan pilihan. Sang pria kejam dan tidak sabaran. Pria itu mencicipi manisnya sang wanita, dan secara bertahap tunduk pada nafsu adiktif. Sebelum dia menyadarinya, dia sudah tidak dapat melepaskan diri dari wanita tersebut. Nafsu memicu kisah mereka, tetapi bagaimana cinta bersyarat ini akan berlanjut?
Cerita tentang kehidupan di kota kecil, walau tak terlalu jauh dari kota besar. Ini juga cerita tentang Kino, seorang pria yang menjalani masa remaja, menembus gerbang keperjakaannya, dan akhirnya tumbuh sebagai lelaki matang. Pada masa awal inilah, seksualitas dan sensualitas terbentuk. Dengan begitu, ini pula kisah tentang the coming of age yang kadang-kadang melodramatik. Kino tergolong pemuda biasa seperti kita-kita semua. Apa yang dialaminya merupakan kejadian biasa, dan bisa terjadi pada siapa saja, karena merupakan kelumrahan belaka. Tetapi, kita tahu ada banyak kelumrahan yang kita sembunyikan dengan seksama. Namun Kino mempunyai hal yang menarik yang dalam cerita ini lebih menarik dari cerita fenomenal lainnya.
Istriku yang nampak lelah namun tetap menggairahkan segera meraih penisku. Mengocok- penisku pelan namun pasti. Penis itu nampak tak cukup dalam genggaman tangan Revi istriku. Sambil rebahan di ranjang ku biarkan istriku berbuat sesukanya. Ku rasakan kepala penisku hangat serasa lembab dan basah. Rupanya kulihat istriku sedang berusaha memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Namun jelas dia kesulitan karena mulut istriku terlalu mungil untuk menerima penis besarku. Tapi dapat tetap ku rasakan sensasinya. Ah.... Ma lebih dalam lagi ma... ah.... desahku menikmati blowjob istriku.
Zain, seorang pengusaha terkenal yang terlihat muda di usianya yang mendekati empat puluh. Ia adalah seorang pria yang nyaris sempurna tanpa cela. Namun, tidak seorang pun yang tahu. Lima tahun yang lalu pasca menyaksikan pengkhianatan istrinya, Zain mengalami kecelakaan tragis. Dampak kecelakaan itu ia mengalami disfungsi seksual. Demi harga dirinya, Zain menjaga aib itu rapat-rapat. Namun, hal itu dimanfaatkan Bella untuk berbuat semena-mena. Kecewa karena Zain tidak mampu memberinya kepuasan, Bella bermain gila dengan banyak pria. Zain tidak berkutik, hanya bisa pasrah karena tidak ingin kekurangan dirinya diketahui oleh orang banyak. Namun, semuanya berubah saat Zain mengenal Yvone, gadis muda yang mabuk di kelab malam miliknya. Untuk pertama kalinya, Zain kembali bergairah dan memiliki hasrat kepada seorang wanita. Namun, Yvone bukanlah gadis sembarangan. Ia adalah kekasih Daniel, anak tirinya sendiri. Mampukah Zain mendapatkan kebahagiaannya kembali?