Zona Gerah 21+!! Bijaklah dalam membaca cerita ini ... Greet, seorang gadis polos yang selalu insecure dengan tubuhnya yang gemuk, tidak menyangka akan bertemu kembali dengan cinta pertamanya saat di bangku kuliah, Tristian Delmar. Kesalahpahaman yang terjadi di antara mereka disaat jelang wisuda, membuat hubungan mereka merenggang. Empat tahun kemudian, Greet tidak bisa menolak kembali kehadiran pria itu saat dia pindah kerja dan menjadi anak buah Tristian. Disaat yang sama sahabat sekaligus senior Greet, Luna, justru menjadi calon tunangan Tristian, membuat Greet semakin enggan menerima kenyataan jika perasaannya pada Tristian masih ada. Akankah akhirnya mereka bisa saling jujur tentang perasaan satu sama lain dan akhirnya bersama? Atau justru Greet merelakan Tristian untuk bersama Luna?
"Ha..halo perkenalkan namaku Greet, salam kenal semua, sen-senang bisa bergabung di tim ini."
Aku menahan gugup saat tersenyum, menelan saliva berkali-kali saat belasan pasang mata menatapku tajam. Entah sebenarnya tajam atau tidak, aku yang insecure selalu berpikir melebihi keadaan yang sesungguhnya. Aku menghela napas, semua semangat dan keberanian yang sedari pagi ku kumpulkan seolah menguap begitu saja.
"Baik, kalau begitu, seperti yang saya katakan tadi, Tim akan di bagi dua." Suara pria paruh baya yang Aku ingat bernama Pak Ronald terdengar. ""Team A, Leader Amanda, sama Regina presenter, camera Krisna, research sama editing Mirna n Sean." Sang Manajer, Pak Ronald menyebutkan pembagian Tim.
"Team B, Tristian sebagai Leader, tapi dia masih di Semarang. Presenter Silvy, camera Andreas, Greet n Leon research and editing. Lalu Team B, Tristian sebagai Leader, tapi dia masih di Semarang. Presenter Silvy, camera Andreas, Greet n Leon research and editing."
Jantungku mencelos sesaat. Tristian..
Aku merasa salah dengar. Tapi aku segera menggelengkan kepala mengumpulkan kembali fokusku yang buyar gara-gara nama tabu itu disebut.
Toh belum tentu orangnya sama. Emang dia doang yang punya nama itu? Asisten manajer itu pasti bukan orang sembarangan sampai bisa menjabat posisi itu, dan pastinya bukan pria itu.
Aku berusaha mengusir pikiran konyol, lalu mengikuti tur keliling kantor, mengamati setiap jengkal tempat kerja baruku dengan seksama. Tak terasa sudah jam istirahat, aku bersemangat turun ke lantai lobby dan mencari-cari orang yang sudah menungguku sedari tadi. Tiba-tiba tubuhku tertarik kebelakang saat seseorang melingkarkan tangannya di bahuku.
"Greeeet!"
"Mba Luna!"
Kami berdua berpelukan layaknya anak SMA yang sedang reuni.
"Ya ampun, akhirnya ketemu kamu lagi." Wanita cantik bernama Luna itu tersenyum sambil menarikku masuk ke sebuah kedai kopi yang ada di sudut depan lobby.
"Iya mba.. duh ga sangka aku bakal kerja lagi sama mba." Aku juga tidak dapat menahan rasa senang kembali bertemu dengan senior panutanku ini.
"Nih, aku udah ambilin kartu karwayan dan kartu akses kamu. Welcome to KG Jakarta, Greet."
Aku menatap kartu tanda pengenal karyawan yang belum sempat ku ambil dengan mata berbinar. "Repot-repot sih mba ngambilin. Padahal biar aku aja yang ambil habis istirahat ini."
"Gapapa," sahut Luna sambil mengibaskan tangannya. "kita beli kopi terus balik keruanganku aja ya, biar santai ngobrolnya disana."
Aku mengangguk, hanya membiarkan mba Luna merangkulku, Kami memang dekat seperti kakak adik walau aku merasa sedikit canggung saat kemudian banyak orang mengangguk pada mba Luna disepanjang kami berjalan menuju ke ruangannya. Mba Luna memang dikenal banyak orang, dia putri tunggal Direktur Utama KG.
"Gimana-gimana? Nervous ga?" Kami duduk di sofa minimalis saat sampai diruangan mba Luna di lantai dua puluh dua.
Mataku berkeliling takjub melihat ruangan seniorku ini, sangat cozy, serba putih, terlihat cantik seperti penghuninya. Belum lagi pemandangan kota Jakarta dari atas, wuih!
Mba Luna menyodorkan sebuah cup kopi caramel macchiato kesukaanku. Ah, mba Luna selalu saja mengingat kopi kesukaanku.
"Makasih mba." Aku menghela napas. "Nervous sih.. tapi aku yakin aku bisa."
Mba Luna mengangguk, "Orang disini baik-baik kok, ada calon tunanganku di divisi kamu. Asisten manajernya, nanti aku titipin kamu sama dia."
"Hah? Calon yang itu mba?" Aku terkejut. Mba Luna sempat bercerita kalau papanya ingin menjodohkan dia dengan anak teman bisnisnya, memang usia mba Luna yang menginjak dua puluh delapan tahun, terlihat masih santai dengan status singlenya. Dia belum mau menikah, masih mau bebas berkarir katanya.
Mba Luna mengangguk. "Iya, yang aku ceritain itu, Tian. Nanti juga kamu ketemu dia. Eh, tapi dia lagi keluar kota. Ke Semarang. Dia orangnya suka turun ke lapangan, ga cuma anak buahnya aja yang gawe."
Aku mengangguk-angguk sambil membayangkan pria seperti apa yang akan di jodohkan dengan mba Luna. Pastinya pria tampan, karena Luna itu seperti model, cantik, tubuhnya bagus tinggi semampai, rambutnya hitam legam dengan potongan modern, Aku sendiri kadang tidak percaya bisa berteman baik dengannya. Luna Maira Oetama, tiga tahun lebih tua dariku, tapi kami dekat seperti sahabat seumuran.
Mba Luna memesan makanan, dan tidak terasa satu jam berlalu saat kami asik ngobrol hingga aku terburu-buru kembali ke lantai ruanganku. Benar saja, saat sampai diruang meeting, tatapan mata salah satu head team, bu Amanda menatapku tidak suka. Salahku karena terlambat.
"Ontime. Itu hal terpenting yang harus di utamakan sebagai bagian dari team ini." Bu Amanda yang tengah bicara langsung menembakku.
"Maaf Bu." Aku hanya bisa mengatakan itu, lalu berharap dapat tenggelam ke dalam lantai tempatku berpijak. Lalu aku menyimak, sambil mengabaikan belasan tatap mata yang mendelik tajam.
Memang sulit ditakdirkan punya tubuh gemuk sepertiku, selalu jadi bahan penglihatan dan juga bahan pembicaraan, seperti sekarang, seorang pria muda menatapku dari atas ke bawah dan dua orang gadis dibelakangnya berbisik-bisik seolah membicarakanku, karena mereka selalu menghindari kontak mata saat aku menatap balik.
Hingga jam pulang kantor pun aku belum banyak bicara dengan rekan lainnya. Aku melangkah lesu keluar dari ruangan menuju ke arah lift. Ponselku berbunyi, terlihat nama mba Luna di caller idnya.
"Greet, udah kelar kerjaan?" Suara nyaring dan merdu mba Luna terdengar.
"Baru mba. Aku lagi mau turun lift. Kenapa mba?"
"Makan yuk Greet, itung-itung perayaan hari pertama kamu kerja."
"Mmm... Aku bilang Mamaku dulu ya mba." sahutku.
Setelah mendapat ijin dari Mama, aku memberitahu mba Luna. Kami janjian di lobby dan aku terkejut saat sebuah mobil BMW warna merah menyala berhenti di depannya. Jendela mobil terbuka dan aku menunduk saat namaku dipanggil. Ternyata itu mba Luna.
"Greet, ayo masuk!" Ajaknya.
Aku masuk dengan jantung berdebar, mba Luna terlihat sangat keren. "Mba Luna nyetir sendiri?"
Mba Luna melajukan mobilnya. "Iya, aku lebih suka nyetir sendiri. Kadang balik kantor aku suka kemana dulu gitu kan. Kalau pake supir ga enak, ga bebas sih tepatnya. Hehe..."
Aku ikut tersenyum, rasa kagumku pada mba Luna semakin besar, untuk ukuran anak orang kaya, mba Luna sangat mandiri. Dulu saat dia kerja di Bandung bersamaku, wanita itu memilih tinggal sendiri di apartemen.
Mba Luna memilih makan di restoran Korea setibanya di mall GI. Kami berbincang tentang banyak hal.
"Terus kapan tunangannya mba?" Aku bertanya saat mba Luna membahas tentang calon tunangannya.
"Aku masih ulur waktu, kita belum terlalu kenal. Dia juga cuek orangnya. Kayak sekarang nih lagi pergi ke Semarang, ga ada tuh ngabarin aku."
Cuek? Ke mba Luna? Ga salah? Tu cowok ga punya mata nampaknya...
"Mungkin dia ga tertarik sama aku, yah selama ini sih aku dengar banyak cewek yang antri buat jadi pacarnya, tapi ga tau juga deh. Kita kan mau dijodohin, mungkin dia udah punya pacar. Aku belum tau terlalu banyak soal dia sih Greet, kita jarang jalan juga. Tapi kalau kata orang-orang kantor sih orangnya baik. Makanya banyak yang naksir." lanjutnya lagi.
Aku merasa heran, sepertinya tidak mungkin ada orang yang tidak menyukai mba Luna, karena menurutku, mba Luna itu definisi wanita sempurna yang pernah ku temui selama hidupku. Rasanya rugi jika ada pria yang tidak mau dekat dengan mba Luna. Aku merasa jika aku terlahir sebagai seorang pria, sudah pasti aku akan jatuh cinta pada mba Luna, tanpa diragukan lagi.
"Yah, kalau jodoh ga kemana mba. Mau di jodohin kek, mau jatuh cinta sendiri kek. Mau muter-muter sedunia juga pasti bakal bersatu." Kelakarku yang berhasil membuat wajah murung mba Luna berubah.
"Greet...Greet, kamu masih aja lucu yaa.."
Kami tertawa bersama sambil melanjutkan makan. Lalu berkeliling sebentar melihat tas, mba Luna membelikanku sebuah tas mahal dengan simbol 'A' yang sudah lama ku inginkan, katanya hadiah pindah kerja. Aku merasa tidak enak tapi dia memaksa.
Setelah itu kami berpisah, aku sampai dirumah hampir sepuluh malam. Langkahku gontai saat terlihat Mama menyambutku di ruang tengah.
"Gimana hari pertama?"
Aku tersenyum masam. "Besok aja ya Mam ngobrolnya, cape."
Mama menggeleng dan mengijinkanku untuk naik ke kamar. Aku langsung menjatuhkan tubuh di ranjang.
Memang tidak ada tempat ternyaman selain didalam kamar.
Aku menghela napas dalam berpikir apakah tepat pindah di kantor yang lebih besar? Tidak ada yang tahu jika aku adalah anak salah satu Direktur disana. Aku tidak ingin di anggap bisa masuk karena hasil nepotisme andai mereka sampai tahu.
"Tidak-tidak! Aku ga boleh patah semangat, ini baru hari pertama. Lagipula ada mba Luna." Aku terduduk dan menyemangati diri sendiri. Lalu bergegas mandi. Aku merasa hari ini sangat panjang dan melelahkan
Tristian...
Nama yang pernah memberi kenangan indah tapi juga menorehkan luka. Nama yang berusaha tidak pernah ku ingat dalam benak. Aku harap tidak akan bertemu Tristian itu, Tristian atasanku bukanlah pria yang sama dari masa laluku.
Aku memejamkan mata berusaha menepis bayangan pria itu. Berharap kenangan lama itu tidak akan muncul kembali. Hingga akhirnya aku terlelap dan tidak bisa menolak saat pria itu hadir dalam mimpiku.
-tbc-
Zona gerah 21+!! Bijaklah dalam membaca cerita ini. Merasa di cintai sepenuh hati oleh seorang pria? Itu impian semua wanita. Tapi bagaimana jika orang yang mencintai itu Kakak Iparmu sendiri? Alexys tidak pernah menyadari bahwa selama ini ada seseorang yang selalu mengawasinya. Dia berpikir bahwa kehidupannya saat sang kakak tercinta menikah akan berjalan normal. Kakak ipar yang dia miliki ternyata memiliki perasaan untuknya. Apakah Alexys akan menyadari hal itu? Bagaimanakah hubungan mereka jika Alexys juga ternyata punya rasa yang sama?
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Chelsea Kurniawan awalnya berasal dari keluarga kaya, tetapi ibunya meninggal ketika dia masih sangat kecil. Sejak saat itu, dia dibuat untuk menjalani kehidupan yang sulit. Ayah dan ibu tirinya bahkan memaksanya menikah dengan Tristan Sudrajat yang seharusnya menikahi saudara tirinya, Cheline. Tidak mau menerima nasibnya, Chelsea melarikan diri pada hari pernikahan dan bahkan melakukan cinta satu malam. Chelsea mencoba pergi diam-diam malam itu, tetapi ayahnya menemukannnya lagi. Setelah gagal melarikan diri dari nasibnya, Chelsea kembali dipaksa untuk menjadi pengantin pengganti. Tak disangka, dia diperlakukan dengan baik oleh suaminya selama pernikahan, Chelsea juga lambat laun mengetahui bahwa suaminya memiliki banyak rahasia sendiri. Apakah Chelsea akan mengetahui bahwa pria yang pernah berhubungan satu malam dengannya sebenarnya adalah suaminya? Apakah Tristan akan tahu bahwa Chelsea hanyalah pengantin pengganti untuk saudara tirinya? Kapan Chelsea akan mengetahui bahwa suaminya yang sederhana itu sebenarnya adalah seorang hartawan misterius? Temukan semua itu dalam buku ini.
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.