Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / PUISI CINTA DARI TIMUR
PUISI CINTA DARI TIMUR

PUISI CINTA DARI TIMUR

5.0
32 Bab
122 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Kisah ini hanya fiksi belaka, tak ada sangkut pautnya dengan kisah nyata sebuah legenda kuno atau suatu suku. (21+/Mature conten) Lu Sicheng harus melupakan niat balas dendamnya, setelah mengetahui jika dirinya dan Yang Zhu adalah reingkarnasi sepasang maha dewa. Mereka pun menikah setelah melewati banyak rintangan. Lu Sicheng sangat mencintai Yang Zhu layaknya istrinya, begitu pun dengan Yang Zhu yang juga sangat mencintainya. Namun Raja Iblis Xin Yi menghancurkan segalanya. Dia membongkar semua rahasia Lu Sicheng pada Yang Zhu. Peperangan pun tak bisa dihindari. Alam semesta hancur akibat pertarungan sepasang maha dewa itu. Setelah hilang dalam kematian, Lu Sicheng dan Yang Zhu kembali bereingkarnasi. Lu Sicheng terlahir kembali sebagai suku dewa, sementara Yang Zhu terlahir kembali sebagai suku iblis. Semua kekacauan itu terjadi karena kelicikan Raja Iblis Xin Yi yang tak pernah mau membiarkan sepasang maha dewa itu bersatu. Bahkan Raja Iblis Xin Yi telah menghapus seluruh ingatan Yang Zhu. Mampukah Lu Sicheng dan Yang Zhu kembali bersatu lagi? Dan apa motif di balik kelicikan Raja Iblis Xin Yi? Ikuti kisah mereka dalam novel fantasi romance, Puisi Cinta Dari Timur. Hanya ditulis oleh pengarang asal Indonesia, Dewa Amour.

Bab 1 PEMBERONTAKAN DONG TAIYANG

Malam itu udara sangat dingin karena sedang turun salju. Seorang wanita berjubah merah marun tampak sedang berlarian di tengah kegelapan hutan. Dia tidak sendiri, di belakangnya tampak seorang pria berjubah hitam yang terus mengapit langkahnya.

Sembari mendekap tubuh mungil bayi laki-laki di dadanya, wanita itu terus berlari sebisanya. Napasnya terengah-engah. Dia sudah tak kuat lagi untuk berlari. Sedangkan kejaran para musuh masih mengintai mereka.

Dengan langkah yang sudah sempoyongan, wanita itu pun berhenti di bawah sebatang pohon maple yang daunnya cukup rindang. Cukup untuk menaungi dirinya dari serpihan putih yang terus turun semakin deras.

"Ayo, Yang Mulia. Kita harus segera pergi dari sini," tukas Guru Li, pria jubah hitam yang mengapitnya. Guru Li adalah perdana menteri di istana Dong Taiyang.

"Guru Li, aku sudah tak kuat lagi untuk berlari," lirih Fang Yin, wanita yang sedang kita bicarakan tadi. Rupanya dia adalah permaisuri raja di istana Dong Taiyang, kerajaan terbesar dan termasyur di Timur.

Lantas, apa yang membuat mereka berlari di hutan malam-malam begini?

Baiklah, mari kita mundurkan sedikit waktu, dimana lima jam yang lalu saat Guru Li dan beberapa petinggi istana sedang melakukan rapat penting di ruang rapat istana.

"Yang Mulia, bagaimana jika Anda setuju saja dengan saran Pangeran Delun? Itu tidak terlalu buruk, bukan?" gagas Hong Li-Jun, salah satu petinggi istana. Pria licik itu sedang menghasut sang raja untuk menaikan pajak.

"Tidak bisa. Jika pajak dinaikan lagi, bagaimana nasib rakyat kecil? Mereka hanya bisa menikmati panen dua kali saja dalam satu tahun. Aku tetap tidak setuju," jawab sang raja tegas. Pria bernama Lu Chia-Hao itu memang seorang pria yang sangat murah hati. Rakyat Dong Taiyang sangat makmur di bawah kepemimpinannya selama lima tahun terakhir ini.

Wajahnya yang tampan berkharisma, keahliannya bermain pedang, serta pengetahuannya yang luas, membuat pria berusia 35 tahun itu akhirnya terpilih untuk menggantikan ayahnya menjadi raja selanjutnya. Ternyata hal itu memicu rasa iri dan dengki di hati dua saudara tirinya yaitu; Pangeran Delun dan Pangeran Disung.

Dua saudara tirinya itu pun akhirnya menyusun konspirasi besar untuk menggulingkan sang raja. Mereka mengajak Yang Jingmi, jenderal kepercayaan raja untuk membantu mewujudkan cita-cita mereka.

"Hentikan, Lu Cia-Hao! Turunlah dari tahtamu itu! Kau tak pantas menjadi raja Dong Taiyang!" Suara bariton itu berasal dari mulut Pangeran Delun. Pria itu berdiri menunjuk lancang pada sang raja menggunakan mata pedangnya.

Tentu saja hal itu membuat semua pejabat istana tercengang melihatnya.

"Apa yang Anda lakukan, Pangeran? Anda sudah lancang pada Yang Mulia!" sambut Guru Li yang langsung menghunus pedangnya di depan Pangeran Delun.

"Diam kau, Guru Li! Ini bukan urusanmu! Raja harus turun dari tahtanya hari ini juga!" Kali ini Pangeran Disung yang berkoar. Pria itu juga sudah berdiri dengan pedang di tangannya. Bahkan mengarahkan pedang itu pada leher sang raja.

Sedangkan sang raja sangat terkejut melihat dua saudara tirinya itu yang tiba-tiba menyerangnya. Dia pun bangkit dan segera melawan mereka. Namun Jenderal Yang segera maju dan berhasil menusukkan pedangnya tepat pada jantung sang raja.

"Kalian ...," raung sang raja yang sudah terpulai bersimbah darah di bawah singgasananya.

"Harusnya dari dulu saja aku membunuhmu, Lu Chia-Hao!" Pangeran Disung dan Pangeran Delun tertawa senang melihat sang raja meregang nyawa. Namun tak disangka tiba-tiba Yang Jingmi menyerang mereka juga.

"Kalian juga harus mati!" Yang Jingmi segera menghunus pedangnya.

"Bedebah! Apa yang kau lakukan, Yang Jingmi?" Pangeran Delun yang pertama mendapat sabetan pedang dari Yang Jingmi tak bisa berkutik lagi. Pria arogan itu pun tumbang bersimbah darah.

"Bajingan, rasakan ini!" Pangeran Disung segera maju. Namun Yang Jingmi langsung menyambutnya dengan sabetan pedang yang bertubi-tubi.

Meski Disung dan Delun seorang pangeran, namun tehnik pedang mereka sangatlah payah. Jauh dari rasa serakah mereka yang begitu besar. Ingin menggulingkan raja dengan mengajak Jenderal Yang bekerja sama, tampaknya bukanlah ide yang bagus.

Lihat saja, kedua pangeran bodoh itu akhirnya gugur di tangan Jenderal Yang. Mungkin mereka tak tahu jika Yang Jingmi juga memiliki ambisi yang besar untuk menaiki tahta kerajaan Dong Taiyang.

Bahkan, Yang Jingmi sudah mempersiapkan semuanya. Hampir semua prajurit kerajaan sudah diancamnya untuk bergabung memberontak pada sang raja. Dan kebetulan sekali dua pangeran bodoh itu mengajaknya untuk bekerja sama. Akhirnya hari ini pun tiba.

"Matilah kalian semua, keturunan dinasti Lu!" Yang Jingmi mengangkat pedangnya dengan bangga. Dia pun menoleh pada semua petinggi istana yang tampak ketakutan melihatnya, termasuk Guru Li.

"Kalian pilih sekarang, takluk padaku atau mati?" tukas Yang Jingmi dengan tatapan tajam pada mereka.

Para petinggi istana pun saling pandang antara bingung dan ketakutan.

"Cepat pilih! Aku sudah tak sabar ingin menebas leher kalian!" Yang Jingmi menodongkan pedangnya pada wajah-wajah ketakutan para petinggi istana itu dengan tatapan geram.

"Aa--aku ikut denganmu, Jenderal! Aku setuju kau menggantikan Raja Lu. Ayo, naiklah pada tahtamu, Yang Mulia." Hong Li-Jun yang takut akan kematian segera berbaik hati pada Yang Jingmi. Bahkan ia mengantarkan pria itu untuk menduduki singgasana raja.

"Bagaimana dengan kalian?!" tegas Yang Jingmi pada semua petinggi istana yang lain.

"Aku setuju!"

"Aku juga setuju!"

"Hidup Yang Mulia Raja Yang Jingmi!"

"Hidup!"

Karena rasa takutnya, para petinggi istana pun mendukung Yang Jingmi sebagai raja baru mereka. Hal itu membuat Guru Li sangat geram. Namun dia tak mungkin bisa melawan penghianat itu seorang diri.

Saat semua orang sedang mengagungkan Yang Jingmi, Guru Li segera meninggalkan ruangan rapat. Dia berlari menuju kamar Permaisuri Fang Yin. Benar, istri sang raja pasti belum mengetahui kekacauan yang sedang terjadi di ruang rapat.

Dia harus menyelamatkan permaisuri dan pangeran sebelum Yang Jingmi datang untuk membunuh mereka.

"Yang Mulia!" Terhuyung-huyung Guru Li memasuki kamar Permaisuri Fang Yin.

"Guru Li, apa yang kau lakukan? Lancang sekali kau memasuki kamarku!" Sang permaisuri marah besar melihat pria itu memasuki kamarnya. Terlebih dirinya baru saja menidurkan puteranya yang baru berusia satu tahun.

"Maafkan hamba, Yang Mulia. Tapi kita harus segera meninggalkan istana sekarang!" jawab Guru Li dengan wajah diselimuti aura ketakutan.

Fang Yin menatapnya heran,"Apa maksudmu?" tanyanya sembari menggendong bayinya di dada.

"Yang Mulia, Jenderal Yang Jingmi telah membunuh Raja dan kedua Pangeran Lu. Sekarang pasti dia sedang menuju kemari untuk membunuh Anda dan juga Pangeran," jawab Guru Li tanpa memadamkan wajah cemasnya.

"Apa? Jenderal Yang sudah membunuh Yang Mulia Raja?" Fang Yin sangat terkejut mendengar berita buruk itu. Sepasang netranya membulat penuh hingga pudar berkaca-kaca menatap Guru Li.

"Benar, Yang Mulia. Ayo ikutlah dengan hamba. Kita harus segera pergi dari sini," ajak Guru Li meyakinkan permaisuri.

"Tapi aku belum melihat mayat suamiku, Guru Li."

"Tak ada waktu lagi, Yang Mulia. Ayo kita pergi."

Dengan tangisnya yang tak tertahankan, sang permaisuri pun menurut. Dia segera menggendong bayinya meninggalkan istana. Namun ternyata tak semudah itu, karena Yang Jingmi mengerahkan banyak pasukkannya untuk mengejar mereka.

"Cepat cari Permaisuri Fang Yin dan bunuh dia beserta puteranya!" teriak Yang Jingmi sembari duduk di atas kudanya. Dia sudah menaiki kudanya cukup jauh untuk mengejar Fang Yin dan Guru Li.

Malam yang sangat mengerikan bagi Peemaisuri Fang Yin. Dia sangat sedih atas kematian suaminya. Namun dia harus menyelamatkan pangeran.

Itulah sebabnya malam ini dirinya dan Guru Li berada di tengah hutan.

Fang Yin menatap wajah naif puteranya. Dia tersenyum pahit memandangi wajah mungil itu. Tangannya melepaskan kain yang mengikat sang putera dari tubuhnya.

"Guru Li, pergilah dan bawa Pangeran. Tinggalkan aku di sini. Aku sudah tak kuat lagi," guman sang permaisuri sembari menyodorkan bayinya pada Guru Li.

"Tidak, Yang Mulia. Anda tak boleh menyerah. Ayo kita pergi dari sini," balas Guru Li. Dengan wajah cemas diraihnya pangeran kecil itu dari tangan sang permaisuri, lantas mendekapnya erat di antara dada kekarnya.

"Jangan pikirkan diriku, Guru Li. Cepat kau bawa pangeran pergi. Besarkan dia bersamamu," lirih Fang Yin sembari menangis.

"Tapi, Yang Mulia ..." Guru Li tampak masih ragu untuk meninggalkan permaisuri seorang diri di tengah hutan begini. Nalurinya sebagai seorang pria terasa tercabar.

"Itu mereka!"

"Ayo tangkap mereka!"

Celaka! Para prajurit Yang Jingmi sepertinya berhasil menemukan Fang Yin dan Guru Li. Suara sepatu kuda mereka pun terdengar mulai mendekat. Fang Yin dan Guru Li semakin ketakutan karenanya.

"Cepat pergi, Guru Li. Cepat!" perintah sang permaisuri sembari mendorong bahu kekar Guru Li. Sementara tangisnya tak bisa diurungkan lagi.

Guru Li sangat kebingungan. Namun tak ada jalan lain lagi, dia harus menyelamatkan pangeran. Pria berambut abu-abu sepinggang itu pun membungkuk pada sang permaisuri, lantas segera berlari menembus kegelapan hutan.

Fang Yin menangis mendengar suara tangisan bayinya. Sedangkan Guru Li terus berlari hingga terbang rendah meninggalkan hutan. Dia mendekap erat sang pangeran kecil di dadanya. Pikirannya masih pada Fang Yin yang ia tinggalkan sendiri di tengah hutan.

Entah apa yang terjadi pada sang permaisuri. Guru Li menoleh sejenak pada sang pangeran kecil yang mulai tertidur di dadanya. Dia pun terbang semakin tinggi menuju Barat.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY