/0/5195/coverbig.jpg?v=85a162f7c170b2aebbda49a0c031e545)
Ketika seorang suami menyembunyikan suatu hal yang membuat biduk rumah tangganya hancur berantakan. Sebuah benda kepunyaan seorang wanita teronggok dalam koper sang suami. Dan benda itu menuntun Dewi, seorang istri yang nyaris sempurna membuka tabiat buruk sang lelaki. Sanggupkah Dewi bertahan dengan kecewa, ataukah ia malah membalas perlakuan suaminya?
Bab 1
Mataku membola, menatap seonggok benda kepunyaan wanita berada di dalam koper suamiku. Untuk apa ia membeli pembalut? Apa ia sengaja membelikannya untukku? Tapi, jika ini untukku. Kenapa jumlahnya hanya dua biji saja.
Pintu kamar mandi terbuka lebar, bersama munculnya lelaki berambut basah. Ya, Mas Hakam--suamiku baru saja selesai melangsungkan ritual mandinya.
Setengah jam yang lalu ia baru pulang dari luar kota. Cepat kututup kembali koper hitam legam ini. Oke, pura-pura tidak tahu saja. Akan aku selidiki semuanya diam-diam. Jika benar ia bermain serong di belakangku. Lihat saja akibatnya.
"Mas, bolehkah kopernya aku bereskan?" tanyaku manis. Seolah tidak tahu isi di dalamnya.
Sejurus kemudian. Ia sudah berada di dekatku dan menyambar koper yang tengah kusentuh permukaannya.
"Jangan, Wi! Kamu tidur saja. Biar aku sendiri yang membereskannya. Lagian ini sudah larut malam." sergah Mas Hakam sedikit gugup. Terlihat tangannya yang bergetar. Aku jadi semakin yakin. Jika ada lebih banyak lagi misteri di balik koper itu.
"Oh, oke, Mas. Kamu juga tidur ya," aku meninggalkannya yang masih berdiri di dekat lemari. Cepat kupura-pura mengerjap, meski banyak pikiran yang mengitari kepalaku.
*
Hari minggu, Mas Hakam libur bekerja. Saat ia tengah berada di lantai bawah. Gegas kucari benda yang menjadi sumber kecurigaanku semalam.
Kubuka koper yang tergelak di atas lemari.
Kosong. Rupanya Mas Hakam sudah membereskan isinya.
Pikiranku makin tak tenang. Apa iya, lelaki itu menghianatiku? Ah, mungkin itu hanya perasaanku saja. Selama ini dia selalu menjadi suami yang pengertian. Bahkan banyak teman-temanku yang iri akan rumah tangga harmonis kami. Meski belum ada anak, tapi hubungan kami sangat hangat. Ia tak pernah mempermasalahkan soal keturunan. Walaupun usia pernikahan kami sudah 8 tahun lamanya.
Aku dibuat bingung akan situasi seperti ini. Ingin kubertanya perihal pembalut itu, pasti ia akan mengelak.
Ting!
Bunyi notifikasi pada gawaiku menghenyakanku dari lamunan. Aku beranjak dan mengambil benda pipih itu. Lalu menyalakannya, nampak pesan di aplikasi hijau menunjukan nama Fania--teman dekatku.
[Wi, kamu kemarin habis melancong kemana? Aku lihat suamimu di bandara tapi kok sama anak kecil ya, kemarin aku mau tegur dia, tapi aku udah keburu check in.] pesan dari Fania semakin membuat hatiku tak tenang.
Mas Hakam di bandara? Sama anak kecil? Bukankah dia keluar kota menggunakan mobil? Lagi pula kota yang dibilang Mas Hakam tak terlalu jauh, hanya sekitar 3 jam dari sini.
Jemariku lugas mengetik balasan untuk Fania.
[Aku tidak pergi kemana-mana, Fan. Mungkin kamu salah lihat. Kan kamu tahu sendiri, kita belum ada anak.] kirim.
[Tapi, itu benar suami kamu, Wi. Dia sama anak kecil laki-laki kira-kira umurnya 3 tahunan. Di sama wanita pake kaca mata item. Aku kira itu kamu, karena aku lihatnya dari kejauhan.]
[Apa kamu ada bukti? Kalau tidak. Jangan asal menuduh deh, Fan.] balasku. Hatiku dongkol membaca pesan dari Fania, apa dia sengaja mengkompori aku.
Seperkian detik. Sebuah foto dikirimkan Fania.
Tak lama, foto itu terpampang jelas di layar ponselku. Nampak Mas Hakam sedang menggendong anak lelaki, seperti yang dimaksud Fania. Di sampingnya ada seorang wanita yang aku pun tak mengenalnya. Pose mereka sedang berada di bandara. Oh jadi, Mas Hakam membohongiku.
Ya Allah, apa benar dia selingkuh?
Kumatikan layar ponselku. Lalu bergegas menyusul Mas Hakam di lantai bawah.
Tahan Wi, jangan emosi! Selidiki secara cantik. Jika benar, ambil semua aset. Yang sudah susah payah kamu bangun bersama lelaki itu.
Kakiku menapak di dekat sofa. Mas Hakam menyadari keberadaanku. Ia menyambut dengan tersenyum manis.
"Mas, bolehkah aku pinjam mobilmu? Mobilku remnya bermasalah." kataku.
"Mau kemana, Wi?" ia menggapai kunci mobil di atas nakas samping remote TV. "biar Mas antar," tawarnya lalu berdiri.
"Nggak usah, Mas. Aku cuma mau pergi ke Alfa." tolakku pelan.
"Oh, ya sudah. Hati-hati ya," ujarnya lalu memberikan kontak mobil itu padaku.
"Mas, aku pergi dulu ya," pamitku. Segera kumelenggang meninggalkan Mas Hakam.
*
Kupacu kecepatan mobil ini menuju ke salah satu bengkel.
Rencanaku adalah, memasang GPS pelacak jejak. Agar aku tahu kemana pun Mas Hakam pergi.
Baiklah Dewi, semoga rencanamu berhasil.
*
Aku berhenti di bengkel yang cukup terkenal di kota ini. Tentu saja sesuai rencanaku tadi. Ingin memasang GPS di mobil Mas Hakam.
"Mas, tolong pasangi GPS di mobil ini." ujarku pada pegawai bengkel yang tengah sibuk berkutat dengan alat-alat perkakas khas bengkel. Tidak perlu kusebutkan satu-satu apa alatnya, nanti malah nggak selesai-selesai.
"Iya, Mbak. Tapi harganya mahal, Mbak. Sekitar 1 juta 600 sekalian ongkos pasangnya." jawab Mas-Mas bergigi agak maju itu.
"Tak masalah. Nih saya kasih uang 2 juta untuk biaya pasang GPS itu." tanganku merogoh tas yang kubawa dari rumah. Tentu aku mengambil uang. Setelah kupastikan jumlahnya sama seperti yang kubilang tadi. Lanjut kuangsurkan lembaran uang tersebut kepada pegawai bengkel.
Ia menggapai uang yang kuberikan.
"Terimakasih, Mbak. Mbak tunggu di sana saja. Dengan cepat saya akan mengerjakannya." titahnya sambil menunjuk kursi kosong di sebrang sana.
"Oke, tolong dipercepat ya, Mas."
Pegawai itu mengangguk paham.
Lantas aku menunggu di kursi yang ia maksud tadi.
Untuk mengusir rasa jengah. Kumainkan ponsel dalam genggaman tanganku. Kubuka aplikasi berlogo biru. Untuk sekedar berselancar di sana. Aku jarang sekali mengunggah kehidupan pribadiku di halaman facebook atau sosial media lainnya, kecuali tengah bersama teman-teman arisanku.
Tak ada apa-apa di beranda facebookku. Yang ada hanyalah deretan orang pamer dan tukang nyinyir. Yang suka mencela orang lain. Kutekan tombol out. Lalu beralih membuka aplikasi novel online kesayanganku. Sekedar membaca tulisan-tulisan yang mengusir kegundahan atau kadang juga mendapat inspirasi.
"Mbak, udah selesai pasangnya." ucap pegawai bengkel menghentikan aktivitasku membaca rentetan huruf pada gawaiku.
"Oh, ya, bagus." balasku lalu berdiri.
"Silahkan masukan kode ini ke ponsel Mbak. Agar nanti Mbak bisa memantau ke mana pun mobil ini pergi. Hanya lewat ponsel yang mbak pake." jelasnya. Sesuai arahan dari Mas-Mas ini. Hanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk menghubungkan GPS di mobil Mas Hakam dengan ponselku.
Setelah semua selesai. Cepat aku pamit untuk pulang.
"Saya balik dulu, Mas. Makasih." kataku lalu melenggang masuk ke dalam mobil.
"Iya, Mbak."
Kunyalakan mesin mobil ini. Dan melajukannya meninggalkan bengkel.
Sekarang kamu akan ketahuan Mas jika pergi ke tempat yang menjadikan hubungan kita renggang.
Hampir saja aku lupa. Tadi pamitku pada Mas Hakam 'kan pergi ke Alfa. Bisa curiga dia kalau aku pulang tak membawa barang belanjaan.
Oke, Dewi. Beli beberapa stok makanan. Agar lelakimu tak curiga. Bertingkahlah biasa saja. Singkap semua tabir kebenaran secara perlahan dan main cantik.
Kuhentikan mobil ini di parkiran salah satu toko. Kubeli beberapa makanan ringan dan lalu membayarnya. Langkahku tergesa, karena aku sudah terlalu lama pergi. Walau hanya sekedar pergi ke Alfa. Itu kan bohongku pada Mas Hakam. Ia tidak tahu kalau aku pergi ke bengkel memasang alat pelacak di mobilnya.
*
Lima belas menit perjalanan. Akhirnya aku sudah sampai di rumah. Terlihat Mas Hakam terhenyak dengan kedatanganku.
Ia buru-buru memasukan ponselnya ke dalam saku. Dengan raut wajah kelabakan.
"Kok lama ke Alfanya?" ia melontarkan pertanyaan itu padaku.
"Tadi macet Mas. Jalannya." balasku biasa saja. Dalam hati aku curiga. Kenapa Mas Hakam buru-buru menyembunyikan gawainya saat aku datang. Ada apa sebenarnya?
"Wi, aku ijin pergi ya, ada urusan." Mas Hakam bangkit dari sofa dan menghampiriku yang tengah sibuk mengeluarkan beberapa makanan ringan yang barusan kubeli.
"Oh, iya, Mas. Ini kunci mobilnya." kuserahkan kontak mobil pada Mas Hakam.
Ia mengecup keningku sebelum berlalu pergi.
"Hati-hati ya, Mas." ucapku sedikit berteriak saat ia sampai di dekat pintu.
Mas Hakam tersenyum sambil melambaikan tangan.
Tak lama, punggung lelaki itu sudah tak terlihat dari pandangan mataku.
Pergilah Mas, kemanapun kau tidak akan bisa berbohong. Ponsel pintarku akan senantiasa menunjukan kemana arah yang kau tuju Mas.
Aku tersenyum miring membayangkan apa yang akan terjadi pada Mas Hakam. Apakah ia benar ada urusan? Ataukah ada urusan lain yang memancing pertengkaran. Kita lihat saja nanti!
Gawai ini akan membawaku ke tempat persinggahanmu.
****
Wanita yang terlihat baik, belum tentu baik juga kelakuannya. Itulah yang kulihat dari gundik suamiku. Ia rela menjadi yang kedua dan merusak rumah tangga orang. Hanya karena belum bisa melupakan masalalu bersama suamiku. Padahal, dia sudah menikah, dan dengan gamblang ia memilih meninggalkan lelakinya hanya demi kembali bersama suami orang. Apa yang membuat dia senekat itu? Naluri sebagai seorang istri menuntunku mengungkap semua tabir yang membuat mereka bersatu kembali karena cincin berlian yang kutemukan. Yuk baca kelanjutannya!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Ava menarik nafas panjang sebelum melepas penutup terakhir tubuhnya. Dan kali ini, yang hadir hanyalah ketelanjangan yang membebaskan, ketelanjangan yang membebaskannya dari pakaian kepalsuan yang menutupinya selama ini. Ava memejamkan mata, menikmati udara sore dan dingin air yang mengalir membasahi tubuhnya. Sore itu ia merasa menyatu dengan alam.
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?