/0/3993/coverbig.jpg?v=600e9952cc3ac9f855c3c0798bb2e3d6)
Iren tidak punya pilihan lain, ia harus menuruti perintah orang tuanya untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal. Ia tidak bisa berkelit. Mama dan saudara tirinya sudah bersekongkol untuk menekan papa kandungnya agar mau mengorbankan Iren sebagai penebus hutang yang tidak bisa mereka bayar. Sedangkan Iren mempunyai ketakutan sendiri terhadap laki-laki. Apa penyebab trauma tersebut? Bagaimana pula kehidupannya setelah menikah?
"Seperti apa yang kalian janjikan kepadaku, kita akan melangsungkan pernikahan antara Iren dan Daffin. Secepatnya akan lebih baik."
Perkataan itu seketika meluluh lantahkan perasaanku. Aku baru saja lulus dari SMA. Sekarang pun, tanganku memegang ijazah yang akan kuperlihatkan kepada orang tua. Nilainya sangat bagus.
Padahal aku sangat berantusias dan berharap mereka akan bahagia serta memuji keberhasilanku. Namun, ternyata aku harus mendengarkan kenyataan yang sangat pahit. Kenapa secepat itu mereka menjodohkanku dengan laki-laki yang tak kukenal?
"Maaf kalau saya lancang. Saya tidak setuju dengan pernikahan ini."
Aku masuk rumah begitu saja tanpa permisi dan menolak mentah-mentah perjodohan ini. Bagaimanapun, aku harus melakukan pembelaan. Ini tentang masa depanku. Bukan masa depan mereka. Kenapa seenaknya sendiri memutuskannya tanpa bertanya pendapatku?
"Iren? Sudah pulang? Ayo sini duduk dulu."
Mama Rita bangkit dari duduknya dan menghampiriku untuk menuruti perkataannya. Ia adalah mama sambungku. Papa menikah lagi saat mamaku meninggal dunia. Saat itu usiaku masih tujuh tahun.
Mama Rita membawa anak perempuan hasil pernikahannya terdahulu ke dalam rumah ini. Aku pikir, kami akan menjadi saudara yang baik mengingat usianya tidak terlampau jauh dariku. Usianya tiga tahun lebih tua. Pada kenyataannya, mereka selalu berbuat semena-mena kepadaku. Papa pun sama. Ia selalu menuruti permintaan istri barunya dan anak tirinya itu.
"Urusan saya di sini sudah selesai. Kalian harus mempersiapkan segalanya. Saya pamit untuk pulang."
Aku saja masih berdiri dan belum mengutarakan apa yang ada di dalam hati. Namun, orang itu justru akan pergi dari rumah ini. Apa memang takdirku seperti ini?
"Maaf, Om. Saya tidak mau menikah dengan anak Om." Aku nekat saat mengatakannya.
"Iren!" Mama Rita memanggilku penuh penekanan. Matanya pun membelalak. Aku tak peduli. Ini masa depanku. Aku berhak memilihnya.
Orang itu justru berhenti di depanku dan bibirnya membisikan sesuatu. Aku tercengang saat mendengarnya dan cukup membungkam mulutku. Ia pun meninggalkanku sambil tersenyum.
"Iren! Seharusnya kamu tidak boleh berkata seperti itu kepada Pak Darma. Beliau orang yang sangat baik dan berjasa untuk kita. Saat papamu kesulitan uang, beliaulah yang mau membantu kita. Meski papamu itu hanya bekerja di restorannya, Pak Darma tetap mau memberikan hutang dan membantu keluarga kita."
Setelah orang yang bernama Pak Darma itu pergi, Mama Rita tidak segan-segan untuk memarahiku. Hanya saat di depan orang ia terlihat baik kepadaku, kenyataannya ia selalu membentakku. Sudah biasa. Namun, tetap saja menyakitkan. Bukankah seorang ibu sambung harus tetap memperlakukan anak tirinya dengan lembut dan penuh kasih sayang? Apa aku tidak berhak untuk menerimanya?
"Kenapa harus aku, Ma? Ada Mbak Tisa. Usianya lebih dewasa dari aku, Ma! Aku baru lulus SMA. Masa depanku masih panjang. Nilaiku juga bagus kok. Aku masih bisa kuliah atau bekerja. Bukan justru dinikahkan seperti ini. Aku mohon, Ma! Lihat ijazahku ini, Ma, Pa! Aku tidak bohong."
Aku harus membela diri sambil menyodorkan ijazah yang baru saja diambil dari sekolah. Namun, tidak ada yang mau melihatnya. Apa ini? Susah payah belajar dengan giat dan berharap mendapat nilai sempurna, tetapi mereka tidak mau melihat hasil kerja kerasku? Tega sekali mereka. Papa pun sama saja. Semua menyebalkan.
"Tisa sedang fokus kuliah. Dia belum bisa menikah, Ren. Dia harus mengejar cita-citanya. Kalau menikah, tentu saja mimpinya akan terhenti. Bukan begitu, Pa?"
Mama Rita selalu begitu. Membela anak kandungnya dan akan menekan semua keinginannya kepada papa. Lalu, papa pun hanya diam dan menurutinya. Papa macam apa dia. Tidak adil dalam mempimpin keluarga.
Andai saja mama kandungku masih hidup, ini semua pasti tidak akan terjadi. Tidak ada perjodohan karena hutang. Aku pikir, bukan aku yang menggunakan uang tersebut. Tetapi, kenapa harus aku yang menerima getahnya? Tentang makan dan kebutuhan sehari-hari pun, aku menerima apa pun yang Mama Rita berikan. Tidak aneh-aneh dan sederhana saja.
"Bagaimana denganku, Ma? Aku juga punya mimpi. Aku baru lulus SMA, Ma. Nilaiku bagus. Bisa masuk kuliah atau mencari pekerjaan. Mungkin aku bisa melakukan keduanya. Aku akan membantu perekonomian keluarga kita, Ma. Aku mohon, batalkan pernikahan itu, Ma. Pa, tolong, Pa."
Aku melihat orang tuaku secara bergantian sambil mengiba agar mereka mau mendengar permintaanku.
"Kamu beda, Ren. Jauh dari Tisa. Dia punya masa depan yang cerah, beda denganmu. Sudah terima saja. Ini memang garis hidupmu. Seharusnya kamu berterima kasih kepada Mama, karena ada keluarga kaya yang akan menikahimu. Hidupmu pasti akan bahagia. Tidak merepotkan Mama lagi di sini." Kalimat terakhir itu diucapkan sangat lirih. Namun, telingaku masih bisa menangkapnya.
"Kenapa Mama selalu pilih kasih? Papa juga nggak pernah membelaku. Aku juga anak kalian. Aku anak kandung papa. Apa salahnya kalau aku ingin melanjutkan kuliah seperti Mbak Tisa? Kita punya kesempatan yang sama, Ma. Kalau memang aku akan bahagia dengan laki-laki itu, kenapa Mama tidak menyuruh Mbak Tisa saja yang menikah. Mama bahagia 'kan kalau anak sendiri akan bahagia saat menikah dengan orang kaya?"
Aku yang penurut kini menjadi pintar berkelit. Jika permasalahan lain, mungkin aku masih bisa menerimanya. Tetapi, ini tentang pernikahan. Aku tidak bisa hidup dengan laki-laki yang tak kukenal. Apalagi usiaku baru 18 tahun. Aku ingin menikmati masa mudaku sebelum terjun ke dalam masalah rumah tangga. Aku tidak siap.
"Iren! Sekarang kamu berani membantah ya? Tisa itu wanita normal, berbeda denganmu! Jangan berharap bisa memposisikan dirimu seperti Tisa. Kamu harus sadar diri. Turuti perkataan Mama dan papa. Jangan jadi anak durhaka! Kamu pasti akan susah mendapatkan jodoh kalau bukan seperti ini caranya. Seharusnya kamu bersyukur!"
Tiba-tiba hatiku mendesir saat Mama Rita kembali mengingatkanku tentang kejadian yang mengerikan itu dan menganggapku tidak sepadan dengan Mbak Tisa. Dia memandangku rendah karena kejadian beberapa tahun silam. Itu juga alasanku menolak pernikahan ini. Ada trauma sendiri saat bersentuhan dengan laki-laki selain papa dan orang terdekat. Meski sekedar bersalaman sudah membuatku berkeringat dingin.
"Aku tidak bermaksud menjadi anak durhaka, Ma. Mama tau sendiri, aku ini ada trauma dengan laki-laki. Tapi kenapa Mama menyuruhku untuk menebus hutang kalian dan menikah dengan laki-laki yang tak kukenal? Bukankah Mama dan Mbak Tisa yang menggunakan uang itu untuk berfoya-foya? Kenapa semua getah itu dilimpahkan kepadaku? Itu tidak adil, Ma!"
Plak!
Tangan kanan Mama Rita mendarat di pipiku. Tak kusangka rasa sakit ini semakin ditambah dengan pedihnya bekas tamparan. Apa mama tiri memang sekejam ini? Papa pun hanya diam saja. Mungkin rasa sayangnya sudah hilang dan tidak menganggapku sebagai anaknya lagi.
"Seminggu lagi, kamu sudah harus menikah. Kalau saja tadi kamu tidak membuat Mama marah, tamparan itu pasti tidak akan pernah melukai pipimu. Jangan lagi membantah perkataan Mama. Sana masuk ke kamar."
Kini perkataannya lebih halus dari sebelumnya. Tangannya pun mengusap pundakku seraya pergi dari hadapanku.
Fira dan Ubay sudah lama tidak bertemu dengan Bu Diyah. Dia adalah mertua Fira. Saat akan pergi ke rumahnya, Fira dan Ubay selalu dilarang. Alasannya tidak jelas. Mereka akhirnya nekat datang ke sana dengan harapan akan bersenang-senang bersama. Namun, banyak kejadian aneh yang menimpa. Bu Diyah melarang mereka masuk ke gubuk di belakang rumah. Sebenarnya ada rahasia apa yang Bu Diyah sembunyikan?
Rumah tangga Salwa bersama Lutfan penuh drama akibat mertua yang sukanya ikut campur. Ibu mertuanya sengaja memasukan wanita lain sebagai pembantu di rumah mereka. Namun, keduanya sangat mencurigakan. Ada rencana tersembunyi yang mereka lakukan. Apa rencana itu? Apakah hubungan antara Salwa dan Lutfan akan baik-baik saja?
Blurb : Adult 21+ Orang bilang cinta itu indah tetapi akankah tetap indah kalau merasakan cinta terhadap milik orang lain. Milik seseorang yang kita sayangi
Seto lalu merebahkan tubuh Anissa, melumat habis puting payudara istrinya yang kian mengeras dan memberikan gigitan-gigitan kecil. Perlahan, jilatannya berangsur turun ke puser, perut hingga ke kelubang kenikmatan Anissa yang berambut super lebat. Malam itu, disebuah daerah yang terletak dipinggir kota. sepasang suami istri sedang asyik melakukan kebiasaan paginya. Dikala pasangan lain sedang seru-serunya beristirahat dan terbuai mimpi, pasangan ini malah sengaja memotong waktu tidurnya, hanya untuk melampiaskan nafsu birahinya dipagi hari. Mungkin karena sudah terbiasa, mereka sama sekali tak menghiraukan dinginnya udara malam itu. tujuan mereka hanya satu, ingin saling melampiaskan nafsu birahi mereka secepat mungkin, sebanyak mungkin, dan senikmat mungkin.
"Tanda tangani surat cerai dan keluar!" Leanna menikah untuk membayar utang, tetapi dia dikhianati oleh suaminya dan dikucilkan oleh mertuanya. Melihat usahanya sia-sia, dia setuju untuk bercerai dan mengklaim harta gono-gini yang menjadi haknya. Dengan banyak uang dari penyelesaian perceraian, Leanna menikmati kebebasan barunya. Gangguan terus-menerus dari simpanan mantan suaminya tidak pernah membuatnya takut. Dia mengambil kembali identitasnya sebagai peretas top, pembalap juara, profesor medis, dan desainer perhiasan terkenal. Kemudian seseorang menemukan rahasianya. Matthew tersenyum. "Maukah kamu memilikiku sebagai suamimu berikutnya?"
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Tunangan Lena adalah pria yang menyerupai iblis. Dia tidak hanya berbohong padanya tetapi juga tidur dengan ibu tirinya, bersekongkol untuk mengambil kekayaan keluarganya, dan kemudian menjebaknya untuk berhubungan seks dengan orang asing. Untuk mencegah rencana jahat pria itu, Lena memutuskan untuk mencari seorang pria untuk mengganggu pesta pertunangannya dan mempermalukan bajingan yang selingkuh itu. Tidak pernah dia membayangkan bahwa dia akan bertemu dengan orang asing yang sangat tampan yang sangat dia butuhkan. Di pesta pertunangan, pria itu dengan berani menyatakan bahwa dia adalah wanitanya. Lena mengira dia hanya pria miskin yang menginginkan uangnya. Akan tetapi, begitu mereka memulai hubungan palsu mereka, dia menyadari bahwa keberuntungan terus menghampirinya. Dia pikir mereka akan berpisah setelah pesta pertunangan, tetapi pria ini tetap di sisinya. "Kita harus tetap bersama, Lena. Ingat, aku sekarang tunanganmu." "Delon, kamu bersamaku karena uangku, bukan?" Lena bertanya, menyipitkan matanya padanya. Delon terkejut dengan tuduhan itu. Bagaimana mungkin dia, pewaris Keluarga Winata dan CEO Grup Vit, bersamanya demi uang? Dia mengendalikan lebih dari setengah ekonomi kota. Uang bukanlah masalah baginya! Keduanya semakin dekat dan dekat. Suatu hari, Lena akhirnya menyadari bahwa Delon sebenarnya adalah orang asing yang pernah tidur dengannya berbulan-bulan yang lalu. Apakah kesadaran ini akan mengubah hal-hal di antara mereka? Untuk lebih baik atau lebih buruk?