/0/3776/coverbig.jpg?v=e5ea4dacbe9edb15adac22f5366b49d4)
Fira dan Ubay sudah lama tidak bertemu dengan Bu Diyah. Dia adalah mertua Fira. Saat akan pergi ke rumahnya, Fira dan Ubay selalu dilarang. Alasannya tidak jelas. Mereka akhirnya nekat datang ke sana dengan harapan akan bersenang-senang bersama. Namun, banyak kejadian aneh yang menimpa. Bu Diyah melarang mereka masuk ke gubuk di belakang rumah. Sebenarnya ada rahasia apa yang Bu Diyah sembunyikan?
"Nda, minggu besok apa jadi ke rumah ibu?" tanya mas Ubay.
Dia suamiku. Sedangkan namaku Fira. Kita berdua berada di dapur. Dia duduk di belakangku, tepatnya di meja makan. Aku sedang memasak mumpung jagoan kecilku terlelap tidur.
Jam di dinding menunjukkan pukul setengah enam sore, sudah hampir maghrib tapi Arsya-putraku belum juga bangun. Dia tidur dari jam setengah empat tadi. Mungkin dia kelelahan habis main dengan teman-temannya.
"Jadi dong, Yah. Kita sudah lama lho, nggak ke sana. Sejak aku hamil Arsya, kita belum pernah bertemu sama ibu lagi. Apa kamu nggak kangen, Yah?"
Aku memasukkan bumbu-bumbu ke dalam wajan.
"Kangen sih pasti, Nda. Tapi ibu 'kan yang menyuruh kita nggak main ke rumahnya. Apa lebih baik kita menuruti apa kata ibu saja?"
"Yah ... kok ngomong gitu sih? Kita sudah lima tahun lho nggak main ke sana. Apa kamu nggak kasihan sama ibu? Mungkin di sana beliau sangat kesepian. Bapak juga udah lama meninggal. Ibu pasti ingin ketemu sama kita dan cucunya, Yah. Apa kamu tega, Arsya dari bayi nggak pernah lihat neneknya lho, Yah."
Aku terpaksa menghentikan pekerjaan untuk sesaat dan melihat mas Ubay.
"Bukan begitu, Nda. Ibu 'kan sudah nggak tinggal di rumah yang dulu. Semenjak bapak meninggal beliau pindah ke rumah yang ada di desa terpencil. Ibu juga sering titip pesan sama paman, kalau kita dilarang pergi ke sana. Mangkanya, aku nggak pernah ajak Bunda ke sana lagi."
Perkataan mas Ubay memang benar. Namun, rasanya tak tega jika harus seperti itu terus. Aku rasa ibu mertua pun ingin melihat anak-anak dan cucunya, tapi entah apa alasannya kami dilarang untuk mengunjungi beliau. Aku pun sebenarnya ingin membawa beliau untuk tinggal di rumah ini bersama kami. Namun, beliau menolak.
"Tapi Yah ... aku kasihan sama ibu. Sekali-kali kita kasih kejutan nggak apa-apa 'kan? Pasti beliau akan sangat bahagia."
Aku kembali sibuk dengan wajan penggorengan.
"Bunda yakin, mau tetap ke sana? Kalau ibu justru nggak suka kita ke sana gimana, Nda?"
Mas Ubay berkata seolah enggan datang ke rumah ibu. Padahal beliau adalah ibu kandungnya sendiri dan kami khususnya mas Ubay tidak pernah ada konflik besar yang terjadi. Jadi, kenapa mas Ubay sepertinya mempersulit kedatangan kami ke rumah beliau?
"Ayah, kamu kenapa sih? Beliau 'kan ibu kandungmu, Yah? Kenapa kamu seolah malas menemui beliau. Jangan gitu dong, Yah. Nggak baik."
Terpaksa, aku kembali memalingkan badan dan menatap mas Ubay dengan tatapan tak suka. Keningku mengerut agar dia tahu perasaanku.
Mas Ubay yang kutatap sedemikian rupa hanya bergeming. Mungkin dia merasa bersalah. Karena ekspresinya seperti itu, aku kembali menyibukkan diri dengan masakanku yang tak kunjung usai.
"Kita silaturahmi sama ibu, Yah. Aku yang mantunya saja kangen, masa Ayah yang anak kandungnya sendiri biasa saja. Jangan begitu dong, Yah ... Arsya juga pasti ingin bertemu sama neneknya. Kasihan kalau sampai ibu sudah nggak ada di dunia kita baru menyesal. Nggak mau begitu 'kan, Yah?"
Ocehan di mulutku tak mau berhenti. Padahal tadi aku sudah melihat ekspresi bersalah dari wajah mas Ubay. Namun, aku masih saja belum puas jika hanya berdiam diri mengetahui suami sendiri yang enggan datang ke rumah ibunya. Bagiku itu salah.
Bagaimana pun orang tua yang kadang menyebalkan, mereka tetap orang yang sangat berjasa di hidup kita. Apalagi seorang ibu yang merawat kita dari dalam kandungan sampai bisa berdiri tegak menyongsong dunia. Sepertinya durhaka jika sampai melupakan jasanya begitu saja.
"Nda, masaknya nggak selesai-selesai? Dari tadi aku sudah menunggu di depan lho. Biasanya Bunda nyamperin kalau sudah selesai masak, ini kok lama banget. Sudah hampir maghrib, jadi aku masuk saja nemuin Bunda di dapur."
Bibirku yang belum lama terdiam, dikagetkan dengan suara seseorang yang sangat kukenal. Kumatikan kompor dan memalingkan badan melihat seseorang yang baru saja berbicara padaku.
Aku kaget saat melihat mas Ubay berdiri di ambang pintu pembatas dan berjalan perlahan menuju ke tempatku berdiri. Sepertinya mas Ubay baru datang dari arah depan. Padahal dari tadi dia sedang duduk di meja makan yang jauh dari sana. Kami pun berbicara panjang lebar, tapi kenapa mas Ubay terlihat seperti baru saja datang?
Beberapa kali mataku melihat ke arah meja makan yang belum lama ini diduduki olehnya. Namun sekarang dia sudah berada di dekatku berjalan dari arah depan. Padahal meja makan ada di sisi sebelah kanan ruangan ini, sedangkan pintu pembatas ada di sisi sebaliknya.
"Yah, dari tadi kamu duduk di sana 'kan?"
Aku menunjuk ke meja makan.
Kini giliran mas Ubay yang mengerutkan keningnya.
"Maksud kamu apa, Nda?"
"Iya, tadi 'kan kita bicara membahas soal pergi ke rumah ibu. Kamu duduk di sana 'kan?"
Aku kembali memastikan.
"Apaan sih, Nda? Aku baru datang ke sini lho?" ucapnya seraya menatapku aneh.
"Ayah nggak usah iseng ya sama Bunda. Dari tadi kita berbicara lho, Yah. Kamu kayak nggak mau pergi gitu ke rumah ibu. Aku protes dong sama kamu. Terus sekarang kamu mau isengin aku, Yah? Kamu nggak terima sama ucapanku?"
"Bunda, jangan aneh-aneh deh. Aku dari tadi di depan nungguin kamu selesai masak tapi lama banget nggak kelar-kelar. Aku susul saja ke sini. Dan lagi, aku nggak pernah ngomong kalau aku nggak mau pulang ke rumah ibu. Padahal aku sudah kengen banget sama beliau. Mana mungkin aku ngomong begitu sama kamu, Nda. Kamu kecapekkan kali, butuh istirahat biar nggak ngehalu gitu, Nda."
"Yah! Jangan iseng ya! Kamu dari tadi duduk di sana kok!"
Aku kembali menunjuk ke tempat duduknya tadi.
"Aku nggak mungkin salah, Yah. Jelas-jelas kamu duduk di sana ngobrol sama aku. Ayah jangan iseng, sok-sokan akting datang dari arah depan!"
"Bunda ini aneh. Aku baru saja datang ke sini sudah dituduh macam-macam," ucapnya seraya mencomot masakanku dan pergi mengambil piring.
"Tadi kamu duduk di sana, Yah. Nggak mungkin aku salah lihat. Kita ngobrol juga kok."
Aku tak mau kalah.
"Nda ...."
Arsya memanggilku dari kamar.
"Itu Nda, Arsya udah bangun. Kamu itu ada-ada saja. Sebelum pergi ke rumah ibu, kamu harusnya istirahat dulu, Nda. Perjalanan kita panjang lho, Nda. Aku lapar, mau makan dulu."
"Ah Ayah, aku tuh nggak mungkin salah lihat," dengusku sambil pergi ke kamar jagoan kecilku.
"Padahal jelas-jelas kami mengobrol, tapi kenapa mas Ubay kayak nggak tau apa-apa. Aneh banget sih," gumamku seraya berjalan menemui Arsya di kamarnya.
"Nda ...."
Kembali Arsya memanggilku.
"Iya Sayang. Bunda datang."
"Nda ... hiks!"
Aku segera mendatangi Arsya yang tiba-tiba saja menangis. Tak biasanya dia bangun tidur seperti ini.
Iren tidak punya pilihan lain, ia harus menuruti perintah orang tuanya untuk menikah dengan seorang laki-laki yang tidak ia kenal. Ia tidak bisa berkelit. Mama dan saudara tirinya sudah bersekongkol untuk menekan papa kandungnya agar mau mengorbankan Iren sebagai penebus hutang yang tidak bisa mereka bayar. Sedangkan Iren mempunyai ketakutan sendiri terhadap laki-laki. Apa penyebab trauma tersebut? Bagaimana pula kehidupannya setelah menikah?
Rumah tangga Salwa bersama Lutfan penuh drama akibat mertua yang sukanya ikut campur. Ibu mertuanya sengaja memasukan wanita lain sebagai pembantu di rumah mereka. Namun, keduanya sangat mencurigakan. Ada rencana tersembunyi yang mereka lakukan. Apa rencana itu? Apakah hubungan antara Salwa dan Lutfan akan baik-baik saja?
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Adult content 21+ Farida Istri yang terluka, suaminya berselingkuh dengan adiknya sendiri. Perasaan tersakiti membuatnya terjebak kedalam peristiwa yang membuat Farida terhanyut dalam nafsu dan hasrat. Ini hanya cerita fiktif. Kalau ada kesamaan nama, jabatan dan tempat itu hanya kebetulan belaka
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Apa yang terlintas di benak kalian saat mendengar kata CEO? Angkuh? Kejam? Arogan? Mohammad Hanif As-Siddiq berbeda! Menjadi seorang CEO di perusahaan besar seperti INANTA group tak lantas membuat dia menjadi tipikal CEO yang seperti itu. Dia agamis dan rajin beribadah. Pertemuan putrinya Aisyah dengan Ummi Aida, seorang office girl di tempat dimana dia bekerja, membuat pertunangannya dengan Soraya putri pemilik perusahaan terancam batal karena Aisyah menyukai Ummi yang mirip dengan almarhum ibunya. Dengan siapa hati Hanif akan berlabuh?
Siska teramat kesal dengan suaminya yang begitu penakut pada Alex, sang preman kampung yang pada akhirnya menjadi dia sebagai bulan-bulannya. Namun ketika Siska berusaha melindungi suaminya, dia justru menjadi santapan brutal Alex yang sama sekali tidak pernah menghargainya sebagai wanita. Lantas apa yang pada akhirnya membuat Siska begitu kecanduan oleh Alex dan beberapa preman kampung lainnya yang sangat ganas dan buas? Mohon Bijak dalam memutuskan bacaan. Cerita ini kgusus dewasa dan hanya orang-orang berpikiran dewasa yang akan mampu mengambil manfaat dan hikmah yang terkandung di dalamnya