Pada malam pesta kelulusan, Amelia tanpa sadar meniduri Handoko-lelaki yang dikenal tidak pernah berpacaran. Amelia pun hamil. Namun, dia tidak peduli dan menyembunyikannya dari Handoko. Siapa sangka, bahwa Handoko adalah ketua dari organisasi preman paling ditakuti saat ini. Apa yang akan terjadi pada mereka nanti? Akankah kepahitan, atau keberuntungan bagi Amelia yang membuat siapa pun cemburu!?
"Min, gue udah gituan ...."
Saat aku mengucapkan itu, ya, semua memang sudah terjadi. Mungkin mulai sekarang, aku tidak lagi berada dalam gelembung impian. Kenyataan di depan mata sudah terbentang.
"A apa maksudmu?" Mina Hensel-sahabatku itu bertanya seakan tak percaya. Matanya melebar dan fokus menatapku.
Aku pun gugup, mengalihkan pandangan darinya dan beralih lagi ke bantal, lalu mencubitnya.
"Ada yang ambil keperawanan gue," kataku datar, berusaha terdengar acuh tak acuh. Namun dalam hati, sebenarnya memang sangat gugup.
Dia terlihat tersentak, tetapi selain itu, aku tidak mendengar apa-apa darinya. Hening. Degup jantung terdengar sangat kencang, mungkin karena asrama ini sangat sepi dan sunyi.
Kuangkat pandangan dari bantal, lalu melirik ke arahnya. Mina menatap, dengan mata terbelalak. Mulutnya terbuka seolah ingin mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada kata yang keluar. Dia menggeleng.
"Gue serius tauk!" kataku.
Dia terus menggeleng. "Hilih ... gak mungkin," katanya, seakan lebih tahu dariku. "Gue itu dah lama kenal lo, Amel!"
Sambil mendesah, aku bersandar di sofa dan meletakkan kaki di atas meja. "Tapi emang beneran, Min. Gue udah pernah gituan. Gue udah gak perawan," balasku dengan suara rendah.
Mina dan aku berteman sejak tahun pertama kuliah. Kami menjadi akrab karena tinggal sekamar-di asrama. Sifat serupa satu sama lain, menjadi sebab mengapa kami bisa cepat sekali akrab. Kami bersikap riang dan sangat menyukai pesta. Namun, meski pikiran dan pakaian sangat bebas, kami berdua ingin tetap suci sebelum menikah. Ya, sebenarnya kami ingin menikah dulu sebelum berhubungan. Mina pasti tahu seberapa kuat pendirianku. Jadi wajar jika dia tidak percaya, ketika kubercerita. Meskipun begitu, aku tetap ingin ini masih sebuah mimpi-ketika terbangun. Namun, ternyata memang bukan.
"Ke ... kenapa bisa sih? Kapan kejadiannya?" tanya Mina lagi.
"Ingat gak, waktu pesta terakhir di goa?"
Mina mengangguk. Goa-bar elite yang populer-tentu saja, mudah sekali diingat karena saat itu adalah pesta terakhir. Semua yang akan lulus kuliah hadir sebelum ujian, sekitar empat minggu yang lalu.
Aku melanjutkan, "Waktu itu kan lo pulang duluan, dan lo bersikeras gue harus tinggal. Gue nurut dong. Saat itu ada yang ngasih gue minum dan pas ada guru, semuanya kabur. Badan gue jadi terasa sangat panas, karena itulah gue buka baju. Karena mabuk, gue joget sama seseorang dan menciumnya. Abis itu gak tahu lagi apa yang terjadi. Setelah bangun, ada beberapa cowok di samping gue, telanjang. Ada noda darah di seprai dan anu gue sakit."
"Waktu lo pulang pagi-pagi itu, kan bilang kalo lo tidur sama teman joged," katanya sinis.
Aku membungkuk. "Gue bohong," jawabku seraya menggigit bibir bawah, kebiasaan yang biasa kulakukan, setiap kali merasa bersalah atau tegang.
"Ya Tuhan, Amel. Itu kan udah sebulan yang lalu, dan lo baru ngasih tau gue sekarang!?"
"Iya iya, maaf."
Mina berdiri. Dia mulai mondar-mandir. "Benar-benar sulit dipercaya. Gue cuma gak bisa ... kita kan tahu, Mel, meskipun mabuk, lo gak akan ngebiarin siapa pun sentuh kulit lo."
"Ya. Gue juga mikirnya gitu, Min. Gak tahu kenapa sekarang kek gini."
Mina menghela dan berhenti maju mundur. "Oh jadi lo dibius!? Ya Tuhan! Jadi si bajingan itu mencekoki terus nikmatin tubuh lo? Gue pasti bakal ngebunuh dia, kenapa lo baru bilang sekarang, Amel? Harusnya bajingan itu udah di penjara sekarang!"
Sambil menggeleng dengan panik, aku menatap matanya. "Lo salah paham, Mina." Aku menghela, menekuk lutut dan melingkarkan tangan di kakiku. Seraya meletakkan dagu, aku berkata, "Orang lain yang minumin, tetapi laki-laki yang tidur sama gue, kebetulan ada di sana. Gue yang deketin. Nempelin tubuh ke tubuhnya, dan memulai kecupan. Gue yang benar-benar gatel!" Aku berseru dan tertawa meski tak lucu.
"Jangan bilang kayak gitu, Mel." Mina duduk di sebelahku-di sofa. Menghadapku dan melanjutkan, "lo itu dibius, jadi bukan diri lo sendiri." Dia mengintip di bawah bulu matanya, memberi tatapan yang membuatku semakin gugup. Sepertinya, dia akan mengajukan pertanyaan yang paling kutakuti.
Ya Tuhan Ya Tuhan ... tolong jangan tanya itu ....
"Dia siapa?"
Akhirnya dia menanyakan sesuatu yang membuat seluruh tubuh membeku. Detak jantung semakin cepat. Aku berkeringat sambil menggigit bibir. Haruskah aku memberi tahu Mina? Bagaimana reaksinya jika tahu siapa lelaki itu? Astaga, sepertinya aku akan mati. Tidak mungkin aku memberitahunya, karena si ....
"Sehat?" Mina bertanya, dia mengangkat alis dan melipat tangan di dada.
Karena tenggorokan kering, aku menelan ludah. Ya Tuhan ... apakah dia bakal menganggapku hina?
"si siapa?" Aku bertanya dengan bodoh.
Mina menyipitkan mata, sepertinya dia tahu apa yang kucemaskan.
"Siapa yang petik mawar lo?"
Mataku terbelalak mendengarnya. Kami saling memandang. Setelah itu, kami berdua tertawa. Aku tertawa sangat keras sampai sakit perut. Ketegangan yang terasa, menjadi hilang selamanya.
"Harusnya lo nangis ...," kataku saat akhirnya bangun dan menyeka mata. Aku menangis tersedu-sedu.
"Ya, gue tau." Dia menyeringai. "Jadi, siapa pemetik mawarnya?"
Kutampar wajahnya dengan bantal. Aku tersadar dan menatapnya dengan tegas. "Jadi gimana? Masih mau berteman sama gue?"
"Anj ...."
Aku menarik napas dalam-dalam. Apakah persahabatan kami akan berakhir? Seorang sahabat pergi. Ya Tuhan, aku akan berakhir tanpa teman, sampai mencapai usia sembilan puluh tahun, kemudian hanya kucing yang bersamaku.
Aku berhenti berpikir, ketika sesuatu mengenai bantal di wajahku. Sepertinya Mina melempar sesuatu. Aku memelototinya lalu membungkuk, mengambil bantal di lantai dan kuletakkan di pangkuan.
"Amel, jangan kebanyakan drama, siapa sih dia?"
"Handoko."
"Apa?"
"Iya si Handoko."
"Handoko si Buaya itu?"
Aku meringis dalam hati. "Ya."
Aku tidak melihat ke atas, takut, tidak ingin melihat rasa jijik dan kasihan dalam reaksi Mina. Kami berdua tahu, aku sekarang berada di daftar panjang wanita, yang telah tidur dengan Handoko.
Handoko Wijaya-si Playboy yang disebut Mina tadi. Aku tidak mungkin membantah, karena memang itu benar. Handoko adalah waria, tidak melakukan hubungan, dan nge-ses walau hanya sekali. Namun tetap saja, banyak wanita menginginkannya. Getaran misteriusnya menambah daya tariknya. Wanita menganggapnya seksi dan tentu saja, mereka berlomba-lomba, siapa yang beruntung mengetahui kebenaran Handoko Wijaya.
Dia seperti rasa mentol bagi wanita, dan dia pun menyadarinya. Nah, dengan penampilan dan kekayaan setengah dewa sempurna, siapa yang tidak menginginkannya? Mungkin aku tidak, tidak pernah tertarik padanya. Tidak pernah delusi seperti wanita lain, yang berharap mendapatkan perhatian dan bisa mengubahnya. Tidak! Tidak pernah. Namun, sungguh ironis karena Handoko-lah yang mendapatkan keperawananku.
Tak kusangka, drama itu membuatku merasa hidup dalam kenyataan. Betapa perselingkuhan itu, kamu bungkus dengan begitu rapi!
Karena sebuah kebohongan, JIngga Amelia berhasil membujuk Carlos Santana--seorang Fotografer terkenal, untuk berpura-pira menjadi pacarnya. Dia tidak berpikir panjang apakah Carlos adalah pria yang baik-baik saja. Namun, keesokan harinya Carlos menawarkan hubungan persahabatan padanya, tetapi bagi Jingga itu adalah hal yang tidak masuk akal. Bagi Jingga, tatapan Carlos mencerminkan omong kosong dalam dirinya. Dia tahu bahwa pria tampan itu tak pernah tertolak siapa pun dan di manapun. Dari yang awalnya hanya persahabatan, Carlos menawarkan diri untuk menjadi kekasihnya. Siapa Jingga jika menolak tawaran tersebut? Apalagi saat mereka sedang berada di tengah-tengah hubungan intim dan mereka sudah seperti layaknya sepasang kekasih. Jingga tidak menyangka bahwa hubungannya dengan Carlos menjadi semakin dalam. Bahkan, meski tanpa status dia tetap bahagia. Dia merasa memiliki ruang kosong dalam hatinya dan itu telah terisi selama berhubungan dengan Carlos. Namun, suatu hari penyakit Jingga kambuh dan itu membuatnya memutuskan untuk menjadi antagonis dalam kisah cinta mereka. Dia terpaksa pergi bersama Gin. Apa yang tidak terpikirkan olehnya, adalah kenangan saat bersama Carlos dan itu menjadi beban baginya, di kemudian hari. Pada akhirnya, Jingga kembali. Namun, apakah Carlos mampu membuktikan kebenaran pepatah yang mengatakan, "Hati melihat apa yang tidak dilihat mata"?
"Kau harus membayar utangmu sekarang juga," desis Lucas, matanya dingin seperti es. Flora terpaku, tak bergeming, dadanya sesak. Hutang? Hutang apa? Sebuah perjanjian hutang antara mendiang orang tua Flora dengan Lucas, yang kini berakhir mengikat Flora dengan pria yang baru dikenalnya malam ini di pesta lajang sahabatnya. Menjerumuskannya dalam lingkaran neraka. Flora tak pernah tahu orang tuanya berhutang pada seorang pria kejam, berusia lima belas tahun lebih tua darinya, pemilik Perusahaan Blackwood tempatnya magang sebagai staf marketing. Lucas, pria yang tak kenal ampun, menuntut pembayaran detik itu juga. "Jika kau tidak bisa bayar nominal utangnya, tubuhmu untukku malam ini!" tegas Lucas, menarik tangan Flora masuk ke kamar hotel.
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Nafas Dokter Mirza kian memburu saat aku mulai memainkan bagian bawah. Ya, aku sudah berhasil melepaskan rok sekalian dengan celana dalam yang juga berwarna hitam itu. Aku sedikit tak menyangka dengan bentuk vaginanya. Tembem dan dipenuhi bulu yang cukup lebat, meski tertata rapi. Seringkali aku berhasil membuat istriku orgasme dengan keahlihanku memainkan vaginanya. Semoga saja ini juga berhasil pada Dokter Mirza. Vagina ini basah sekali. Aku memainkan lidahku dengan hati-hati, mencari di mana letak klitorisnya. Karena bentuknya tadi, aku cukup kesulitan. Dan, ah. Aku berhasil. Ia mengerang saat kusentuh bagian itu. "Ahhhh..." Suara erangan yang cukup panjang. Ia mulai membekap kepalaku makin dalam. Parahnya, aku akan kesulitan bernafas dengan posisi seperti ini. Kalau ini kuhentikan atau mengubah posisi akan mengganggu kenikmatan yang Ia dapatkan. Maka pilihannya adalah segera selesaikan. Kupacu kecepatan lidahku dalam memainkan klitorisnya. Jilat ke atas, sapu ke bawah, lalu putar. Dan aku mulai memainkan jari-jariku untuk mengerjai vaginanya. Cara ini cukup efektif. Ia makin meronta, bukan mendesah lagi. "Mas Bayuu, oh,"
Warning 21+ Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa! Bermula dari kebiasaan bergonta-ganti wanita setiap malam, pemilik nama lengkap Rafael Aditya Syahreza menjerat seorang gadis yang tak sengaja menjadi pemuas ranjangnya malam itu. Gadis itu bernama Vanessa dan merupakan kekasih Adrian, adik kandungnya. Seperti mendapat keberuntungan, Rafael menggunakan segala cara untuk memiliki Vanessa. Selain untuk mengejar kepuasan, ia juga berniat membalaskan dendam. Mampukah Rafael membuat Vanessa jatuh ke dalam pelukannya dan membalas rasa sakit hati di masa lalu? Dan apakah Adrian akan diam saja saat miliknya direbut oleh sang kakak? Bagaimana perasaan Vanessa mengetahui jika dirinya hanya dimanfaatkan oleh Rafael untuk balas dendam semata? Dan apakah yang akan Vanessa lakukan ketika Rafael menjelaskan semuanya?
Banyak orang sering mengatakan bahwa level mencintai paling tertinggi adalah merelakan, mengikhlaskan, dan membuat sosok yang menempati hati ini supaya mendapatkan kebahagiaan selalu-meskipun sumber kebahagiaan itu bukanlah kita, melainkan orang lain. Sallyana berpikir kisah cintanya akan selalu mulus dan damai, namun takdir berkata lain. Veen-pemuda itu memaksanya untuk mundur membawa perasaan yang perlahan mulai terkikis oleh rasa perih dari sebuah penolakan. Ketika Sallyana mulai berhasil mengikhlaskan dan merelakan sosok itu menghilang dari hidup maupun hatinya, takdir justru memutuskan untuk kembali mempertemukan mereka berdua dengan status dan hubungan yang sudah tidak lagi sama seperti dulu kala. Akankah Sallyana kembali mencintai Veen? Apakah takdir akhirnya mengambil keputusan untuk mempersatukan mereka berdua setelah sempat terpisah? Atau takdir justru menyandingkan Sallyana dengan pemuda yang pernah mampir dalam hatinya saat sedang menjalani proses melupakan sosok Veen?
Pada hari ulang tahun pernikahan mereka, simpanan Jordan membius Alisha, dan dia berakhir di ranjang orang asing. Dalam satu malam, Alisha kehilangan kepolosannya, sementara wanita simpanan itu hamil. Patah hati dan terhina, Alisha menuntut cerai, tapi Jordan melihatnya sebagai amukan lain. Ketika mereka akhirnya berpisah, Alisha kemudian menjadi artis terkenal, dicari dan dikagumi oleh semua orang. Karena penuh penyesalan, Jordan menghampirinya dengan harapan akan rujuk, tetapi dia justru mendapati wanita itu berada di pelukan seorang taipan yang berkuasa. "Ayo, sapa kakak iparmu."