/0/3645/coverbig.jpg?v=fd57721a0032a0adb58fde0c8da9cea7)
Aku curiga dengan perangai Ibu yang belakangan enggan makan bersama. Kecurigaan ini semakin kuat ketika beredarnya kabar hilangnya bayi secara misterius. Ketika tengah malam pun, ia bak ditelan Bumi; entah pergi ke mana. Sebenarnya ... Ibuku manusia atau siluman?
"Ini bayi baru lahir. Makanlah."
Aku yang mengintip di balik celah pintu itu pun mendadak mual. Ibuku yang hanya memakai pakaian dalam itu dengan lahapnya memakan apa yang disajikan oleh Kakek. Ya, seonggok daging manusia.
"Enak?" tanya Kakek. Aku langsung berlari ke kamar mandi memuntahkan isi perut. Ternyata selama ini Ibuku memakan bayi yang baru lahir. Pantas saja sering kejadian hilangnya bayi secara misterius.
Keesokan harinya, aku memasuki kamar Ibu yang terletak di samping kamar Bapak. Mereka telah pisah ranjang karena Bapak pernah ketahuan selingkuh. Aku sendiri tidur dengan Dinda-adikku yang baru berusia tujuh tahun.
Pintu terbuka, keadaan sangat gelap sehingga harus menyalakan lampu. Ya Tuhan, ini apa?
"Astagfirullah, Ibu!" Aku membekap mulut, mundur beberapa langkah hingga punggung menyentuh dinding. Tulang-tulang kecil yang berserakan, mereka lahir ke dunia bukan untuk dimakan! Ya Tuhan, Ibuku biadab. Apa tidak ada makanan lain selain bayi orang?
Aku keluar menyisakan tanda tanya. Kakek dan Nenek juga tidak pernah menceritakan apa-apa. Anehnya, ketika malam tiba Nenek dan Ibu mendadak hilang entah ke mana. Pintu kamar ini pun terkunci dan Kakek melarang siapa pun memasukinya meski terpaksa.
"Kak, semalam Ibu kenapa, ya?" tanya Dinda ketika aku duduk di depan televisi.
"Lah, Ibu kenapa?" tanyaku balik.
"Semalam Ibu ketawa-ketiwi gitu kayak lagi ngomong sama seseorang, tapi Dinda tengok ada Kakek, Nenek, Bapak, sama Kakak di ruang tamu," jawabnya polos.
"Ah, mungkin Ibu lagi ngigau. Biasa, 'kan begitu? Dinda aja pernah tidur terus buka jendela," kataku menenangkannya. Anak sekecil ini saja sudah curiga. Ia belum bisa mengetahui keanehan Ibu yang lain.
"Eh, gak cuma sekali, Kak. Kayaknya sejak Ibu sama Bapak pisah kamar," katanya lagi. Aku meneguk ludah, bingung mau menjawab apa.
"Udah, ya? Dinda gak usah mikirin itu. Dinda fokus belajar aja." Ia pun menurut.
Dinda semakin menambah beban pikiran dan rasa penasaranku. Sembilan belas tahun hidup, baru pertama kali melihat Ibu memakan bayi baru lahir. Tali pusarnya bahkan masih menempel. Apakah ia langsung mencurinya dari rumah bidan?
***
Tiga hari kemudian, aku selalu mengawasi gerak-gerik Ibu. Tahu rasanya bagaimana setelah melihatnya memakan malaikat kecil itu? Jijik, malu, enggan mengakui kalau beliau adalah ibuku. Suasana di rumah tak sehangat dulu karena aku jadi pendiam. Ya, aku penasaran siapa Ibu sebenarnya.
"Kek, kenapa Ibu gak makan sama kita? Ini ada kolak pisang kesukaan dia," kataku karena Ibu tak pernah lagi makan bersama.
"Dia sudah makan sebelum kita. Biarkan aja," jawab Kakek dingin. Hm, aku semakin curiga.
"Kenapa Ibu gak pernah keluar kamar kecuali malam? Kalau tengah malam dia ke mana?"
"Rasya, kamu ini mau makan atau tanya-tanya? Ibu kamu itu 'kan seorang guru. Ya, jelas sibuk ngurus ini-itu dong." Nenek menimpali.
"Maaf, Nek, Kek. Rasya cuma penasaran, Ibu kayak gak pernah sama-sama kita lagi."
Aku bungkam, melanjutkan makan meski tak selera. Ya, masih terbayang-bayang ketika ia memakan jiwa-jiwa tak berdosa. Di luar sana banyak pasangan menantikan kehadiran buah hati. Kebahagiaan luar biasa ketika malaikat kecil itu lahir ke dunia.
Ke mana hati Ibu yang tega melahap bayi-bayi itu?
***
Malam ini sengaja tidur larut demi memuaskan rasa penasaran. Mengapa Ibu hilang bak ditelan Bumi tepat tengah malam. Semoga pertanyaan itu terjawab sekarang.
Aku pura-pura memejamkan mata dengan lampu yang masih menyala. Tak menunggu lama, Ibu datang dan mematikan lampu tersebut, kemudian melesat cepat seperti hantu. Aku yang kaget dan takut membekap mulut dalam selimut.
Setelah beberapa saat, kuberanikan diri keluar kamar dan menengoknya. Sesuai dugaan, ia tidak ada di rumah. Kakek, Nenek, dan Dinda yang tumben malam ini mau tidur dengan Bapak sudah lama terlelap. Semua ruangan sudah kuperiksa, hilangnya Ibu sangat cepat.
Ke mana ia?
Pintu kamarnya tak terkunci. Aku pun masuk dan melihat-lihat, sekalian kalau ada petunjuk yang membantu. Tidak, di dalam sini hanya berserakan tulang-belulang, kain hitam, dan nampan bekas penuh darah. Oh, ini juga alasannya Kakek selalu membeli nampan lusinan di toko peralatan.
Aku langsung mendongak karena merasa ada cairan yang jatuh mengenai kepala. Pertama melihat, sulit dikenali itu apa karena lumayan gelap. Lebih dekat, semakin jelas, seperti badan manusia.
Tanpa kepala?
"Kakeeek!" Aku keluar dan menggedor-gedor pintu Kakek, tapi tidak ada yang merespon. Begitu juga Bapak dan Dinda. Kugoyangkan tubuh keduanya, berteriak histeris meminta tolong. Namun, mereka seakan tidur mati. Tak membuka mata sama sekali.
Aku meringkuk karena takut. Apa itu tadi? Mengapa ada di rumah ini?
***
Nadia Pamungkas saat ini sedang mengenyam bangku kuliah di Jakarta, dia pikir ide kedua orang tuanya menyuruh tinggal bersama kakak Tasya bukanlah suatu ide buruk. Namun ternyata Ini merupakan malapetaka besar bagi dirinya juga keluarganya terutama kak Tasya. Tasya menikah dengan Aldo pria blasteran Indo Jerman, karena dulu Tasya kuliah di Jerman keduanya akhirnya bertemu kemudian menikah. Kini keduanya sama-sama bekerja di salah satu perusahaan besar di Jakarta. Awalnya tampak biasa, Nadia pun merasakan tidak ada yang janggal dengan suami kakaknya dia begitu baik dan perhatian beda dengan kakaknya yang selalu sibuk, namun semakin lama Aldo berubah dia menunjukkan ketertarikannya pada Nadia, hingga pada akhirnya mereka melakukan satu kesalahan besar. Bagaimana kisah selanjutnya?
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
"Meskipun merupakan gadis yatim piatu biasa, Diana berhasil menikahi pria paling berkuasa di kota. Pria itu sempurna dalam segala aspek, tetapi ada satu hal - dia tidak mencintainya. Suatu hari setelah tiga tahun menikah, dia menemukan bahwa dia hamil, tetapi hari itu juga hari suaminya memberinya perjanjian perceraian. Suaminya tampaknya jatuh cinta dengan wanita lain, dan berpikir bahwa istrinya juga jatuh cinta dengan pria lain. Tepat ketika dia mengira hubungan mereka akan segera berakhir, tiba-tiba, suaminya tampaknya tidak menginginkannya pergi. Dia sudah hampir menyerah, tetapi pria itu kembali dan menyatakan cintanya padanya. Apa yang harus dilakukan Diana, yang sedang hamil, dalam jalinan antara cinta dan benci ini? Apa yang terbaik untuknya?"
Syifa, yang seorang Ibu rumah tangga dengan ketiga anaknya, harus menerima kenyataan bahwa sang suami yang bernama Danu tega mengkhinatinya dengan sahabat istrinya sendiri. Syifa sama sekali tidak bersedih, justru dia akan membalaskan dendam pada sang suami dan juga selingkuhannya dengan caranya yang cerdik. Apakah itu? Yuk kepoin dan baca ceritanya hingga tamat.