Lili, seorang istri yang tengah hamil besar namun acap kali diabaikan oleh suaminya sendiri. Disaat perutnya kesakitan, ia ditinggal sendiri di rumah, hingga ia terjatuh dan menyebabkan pendarahan, anaknya meninggal dalam kandungan. Azzam, sang suami merasa menyesal, saat menghadapi kenyataan kalau bayinya tak bisa diselamatkan sementara istrinya masih kritis. Dia pun berjanji untuk berubah menjadi lebih baik. Namun, tekanan yang diberikan oleh sang ibu mertua kepada Lili membuatnya memilih kabur dari rumah. Akankah Azzam bisa menemukan Lili kembali? Bagaimana akhir dari hubungan mereka?
"Zam, nanti malam jam tujuh jangan lupa hadir ke acaranya Bu Rosanty. Ibu sama Icha dah beli baju bagus buat dipakai ke acara itu."
"Baik, Bu. Aku ajak Lili dulu, biar dia juga ikut siap-siap."
"Alaaaah, gak usah. Buat apa ngajak istrimu yang udik itu, yang ada malah malu-maluin kita."
"Tapi, Bu--"
"Tidak, titik. Kita berangkat bertiga, ibu, Icha sama kamu saja. Lili biar urus rumah aja. Seharian kerjanya rebahan terus gak ada geraknya. Rumah aja dibiarkan berantakan kayak begini!"
Deg! Kenapa ucapan ibu seperti itu? Padahal aku tahu di rumah inilah Lili yang paling capek. Pagi-pagi sekali Lili sudah bangun, dan mengerjakan semuanya. Padahal ia tengah hamil, usia kandungannya delapan bulan. Kata ibu, dia harus banyak gerak, gak boleh manja, biar persalinannya lancar.
Walaupun ibu sering bersikap ketus, tapi Tak ada bantahan apapun dari Lili, dia memanglah istri penurut.
Aku menghempaskan nafas kasar. Ibu sudah bangkit dari tadi dan menuju ke kamar. Aku menoleh, kudapati Lili berdiri di balik pintu ruang tengah. Tanpa sengaja kulihat gerakan tangannya menyapu pipi. Apakah Lili menangis?
Segera kukejar sosoknya, namun ia sudah masuk ke dalam kamar. Kamar kami berada di belakang, lebih sempit dan pengap, sebenarnya ini kamar pembantu. Ya, Lili memilih mengalah. Kamar utama ia serahkan untuk ibu. Rumah minimalis yang baru kubeli satu tahun silam ini hanya mempunyai 4 kamar saja, yaitu satu kamar utama, satu kamar tamu yang sekarang digunakan oleh Icha, satu kamar kugunakan untuk gudang ruang kerjaku, serta satu kamar pembantu yang sekarang aku tempati berdua dengan Lili.
Sejak kedatangan ibu dan adik sepupuku itu, ibu yang mengatur kendali rumah ini. Awalnya aku ingin merekrut pembantu agar Lili ada yang bantu. Tapi ibu menyanggahnya, katanya buang-buang uang, mending uangnya ditabung buat biaya persalinan.
Lili tak pernah protes dengan perkataan ibu. Dia hanya mengangguk dan selebihnya diam.
"Li, Li, buka pintunya dek," kupanggil namanya disertai ketukan pintu.
Lama menunggu, akhirnya pintu terbuka. Kulihat matanya memerah, aku tahu dia habis menangis.
"Dek, apa kamu gak apa-apa kalau ditinggal sendirian?"
Lili hanya mengangguk.
"Atau kamu mau ikut? Nanti aku bujuk ibu."
Lili menggeleng. Ia merebahkan diri diatas kasur dan membelakangiku.
"Li, Li!" teriak ibu dari luar, kalau sudah seperti ini pasti ibu ingin menyuruh sesuatu.
"Ada apa, Bu?" tanyaku sambil melongokkan kepala saat pintu separuh terbuka.
"Mana istrimu itu? Kenapa gak masak makan malam?"
"Lho, katanya kita mau ada acara di tempat Bu Rosanty, pasti disana makan kan?""
"Tapi sekarang ibu sudah laper."
"Tapi kasihan Lili bu, dia kecapekan--"
"Biar saya masakin, Mas. Ibu mau makan apa?" sela Lili, ia bangkit menghampiri kami.
"Mie goreng aja deh buat ganjal perut, jangan lupa teh manisnya. Sekalian bikinin buat Icha juga, kasih telor dan irisan bakso."
"Bu, itu kan mudah. Icha juga bisa bikin sendiri sekalian bikinin ibu, kenapa harus nyuruh Lili?"
Lili menarik ujung kemejaku agar tak membantah perintah ibu.
"Mas mau dibikinin juga?" tanyanya, menatapku dengan wajah yang sendu.
"Tidak usah, mas gak laper."
Ia mengangguk, kemudian berlalu menuju dapur, menyalakan kompor dan mengambil bungkus mie instan di lemari penyimpanan.
Tangannya bergerak cekatan, selain menunggu mie matang ia membuatkan teh manis.
Aku memperhatikannya tak jauh dari dapur, sembari bersandar di dinding. Sesekali kulihat ia mengurut pinggangnya yang mungkin terasa pegal.
"Biar mas yang bawakan," tukasku.
"Jangan mas, nanti ibu marah lagi."
"Ibu sering marah-marah sama kamu kalau mas gak ada?"
Lili menggeleng. Ia tetap membawa nampan berisi mie goreng dan teh manis itu ke meja makan.
Ibu dan Icha sudah menunggu, mereka berbincang dan cekikikan gak jelas. Entahlah sejak kedatangan Icha disini, ibu jadi makin sering nyuruh-nyuruh Lili.
Kasihan Icha, dia baru datang dari kampung, baru beradaptasi disini. Selalu begitu kata-kata ibu.
Ya, awalnya niat Icha datang kemari karena ingin mencari pekerjaan. Beberapa lamaran ia layangkan ke perusahaan, namun saat ada panggilan interview ia malah tidur dengan alasan lupa. Nyatanya sudah tiga bulan ia belum juga bekerja, aku sebenarnya tak masalah toh dia adikku. Tapi harusnya dia peka, ikut membantu Lili mengerjakan pekerjaan rumah.
"Cha, kamu kan bisa bikin mie sendiri dan bikinin ibu sekalian, jangan malas gitu dong, kasihan Lili!" tegurku saat mereka enak-enakan makan.
"Kamu ini! Icha itu tamu disini, jadi harus dilayani. Sudahlah Lili aja gak masalah, kenapa kamu yang protes!" sela ibu.
Kalau sudah begitu ibu tak bisa dibantah. Ya, ibu memang keras kepala. Semenjak kepergian almarhum bapak, perasaan ibu jadi lebih sensitif. Menyinggung sedikit perasaannya saja dia menangis.
*
"Ayo Zam, ibu sudah siap."
"Aku antar kalian aja ya, nanti langsung pulang. Kasihan Lili sendirian."
"Terus nanti kami pulang sama siapa? Pokoknya kamu harus tetap disana sampai acara selesai. Lili kan di rumah aja, dah gak usah khawatir. Ayo cepat Zam, ibu tunggu di mobil."
Ibu dan Icha sudah melenggang pergi keluar rumah. Aku berpamitan pada Lili yang saat ini sedang merapikan baju.
"Mas berangkat dulu ya, dek. Kalau ada apa-apa hubungi mas ya!"
Dia hanya mengangguk saja, tanpa salam sapa seperti biasanya. Ada yang aneh dengan istriku, apa dia merahasiakan sesuatu?
*
Di Rumah Bu Rosanty acara begitu meriah. Banyak tamu undangan datang. Ah ternyata ini acara lamaran anak bungsunya. Tapi mereka gelar secara besar-besaran.
Ibu dan Icha tampak berbincang dengan Bu Rosanty, lamat-lamat kudengar arah pembicaraannya menjelek-jelekkan istriku. Untung saja dia tak ikut, jadi tak mendengar ucapan menyakitkan ini.
Sudah satu jam disini, perasaanku bertambah khawatir memikirkan Lili di rumah. Tak pernah kurasakan kecemasan seperti ini sebelumnya.
Tiba-tiba ponselku berdering, sebuah panggilan dari nomor rumah. Ya selama ini Lili tak punya handphone, aku hanya menyediakan telepon rumah agar ia bisa berkomunikasi denganku. Awalnya memang punya tapi kujual karena dia boros menggunakan pulsa. Bisa habis lebih dari seratus ribu sebulan, padahal di rumah saja. Entah ia gunakan untuk apa.
"Halo, ada apa Li?" tanyaku. Suaranya tidak terdengar jelas karena disini sangat ramai, ada alunan musik yang menghiasi suasana.
"Mas, bisa pulang sekarang? Perutku sakit sekali--" suara dari ujung telepon terdengar seperti sedang menahan sesuatu.
"Sakit? Kenapa? Ya sudah. Tunggu ya, mas segera pulang."
Kumatikan panggilan telepon lalu menghampiri ibu.
"Bu, ayo Bu kita pulang sekarang, perut Lili sakit katanya Bu, aku khawatir sama dia."
"Azzam, acaranya belum selesai kok. Tunggu sebentar lagi. Itu pasti cuma alasan istrimu saja! Dah gak usah digubris."
Ingin rasanya membantah ibu, tapi ini ditempat keramaian, aku tak ingin mengundang masalah.
Tapi pikiranku melayang ke rumah. Apa Lili baik-baik saja?
Aku jadi merasa bersalah, selama ini aku telah mengabaikannya. Tak pernah memberi perhatian untuknya, karena kupikir aku sudah lelah bekerja, sedang dia di rumah saja ada hiburan televisi atau main ke tetangga. Lagi pula ada ibu yang bisa jadi teman ngobrolnya.
Sekitar jam sebelas malam barulah kami pulang, acara itu baru saja selesai.
"Mewah banget ya acara lamaran anaknya Bu Rosanty," celetuk ibu dengan takjub. Icha juga menanggapinya dengan antusias.
Sampai di rumah, suasana begitu sepi.
Bel pintu kutekan berkali-kali, namun tak ada sahutan dari Lili. Apa dia sudah tidur?
"Gimana sih istrimu itu, malas banget, apa dia sudah tidur? Padahal baru jam sebelas malam!" tukas ibu dengan nada kesal.
"Biar kurobrak pintunya Bu."
"Nanti rusak."
"Gak apa, biar besok dibenerin sama tukang, memangnya ibu mau tidur di luar?"
Satu dua tiga. Dengan sekuat tenaga berulang kali kudobrak, akhirnya pintu terbuka. Aku merangsek masuk sambil memanggil Lili, namun tak ada sahutan. Sampai di ruang tengah, di meja telepon, kutemukan tubuhnya meringkuk di lantai. Dan, darah segar mengalir dari bagian bawahnya.
"Astaghfirullah hal'adzim. Li, Li, bangun dek! Apa yang terjadi denganmu?!
Kerap kali dihina dan ditekan dalam keluarga, membuat Karmila bangkit dengan caranya sendiri. Saat ini dia bukan lagi wanita lemah yang hanya bisa menuntut belas kasih dan nafkah dari sang suami. Pun penghinaan ibu mertua serta keluarga iparnya menjadikan pelecut dirinya agar bisa maju dan hidup lebih baik. Suami baik, mertua baik, biar aku saja yang jahat. Akan kubuktikan pada kalian, bahwa aku bisa menjadi wanita sukses dengan jalan yang tak disangka-sangka. Bagaimana perjuangan Karmila yang merajut harapan dan cita demi anak-anaknya dengan memanfaatkan barang-barang bekas, menyulapnya jadi kreasi yang indah dan bernilai jual tinggi. Akankah dia berhasil mencapai semua mimpinya?
"Jadilah istriku enam bulan saja!" Bagaimana bila dua orang berbeda strata bersatu dalam ikatan pernikahan? Pernikahan yang di awali dengan sebuah perjanjian kontrak akankah berakhir sesuai rencana awal? Atau justru tumbuh benih-benih cinta diantara mereka? Yuk langsung saja, simak kisah kasih Inara dengan Harshil Arsyanendra, seorang cucu konglomerat, salah satu pewaris perusahaan Danendra Group yang sayangnya harus hidup dengan bantuan kursi roda.
Nadia memergoki Rizki, sang suami berselingkuh dengan keponakannya sendiri, hingga sang keponakan hamil. Ia menolak dimadu dan memilih bercerai. Nadia bangkit, memulai bisnis kuliner sendiri hingga dipertemukan dengan seseorang yang pernah mewarnai kehidupannya dulu. Hasbi, sang mantan tunangannya yang dulu menghilang. Bagaimana kisah selanjutnya? Akankah kisah cinta mereka kembali terulang?
Harap bijak memilih bacaan. Mengandung adegan dewasa 21+ Carmen Adelia Giovanni (26) harus menelan pil pahit setelah memergoki kekasihnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri. Kemudian ia memutuskan untuk pindah ke kota lain untuk menenangkan diri dan mencari pekerjaan lain. Ia melamar pekerjaan di perusahaan Johnson Corporation dan diterima menjadi sekretaris di sana. Alexander Felix Johnson (31) CEO arogan yang kembali ke kota kelahirannya ketika menemukan gadis yang menarik perhatiannya berada di kantor milik keluarganya. Akankah Alexander Felix Johnson berhasil memiliki Adelia Giovanni untuk menjadi kekasih sekaligus istrinya? Dan bagaimana reaksi Adelia ketika mengetahui bahwa Alexander adalah laki-laki yang membawanya malam itu?
Semua orang terkejut ketika tersiar berita bahwa Raivan Bertolius telah bertunangan. Yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengantin wanita yang beruntung itu dikatakan hanyalah seorang gadis biasa yang dibesarkan di pedesaan dan tidak dikenal. Suatu malam, wanita iru muncul di sebuah pesta dan mengejutkan semua orang yang hadir. "Astaga, dia terlalu cantik!" Semua pria meneteskan air liur dan para wanita cemburu. Apa yang tidak mereka ketahui adalah bahwa wanita yang dikenal sebagai gadis desa itu sebenarnya adalah pewaris kekayaan triliunan. Tak lama kemudian, rahasia wanita itu terungkap satu per satu. Para elit membicarakannya tanpa henti. "Ya tuhan! Jadi ayahnya adalah orang terkaya di dunia? "Dia juga seorang desainer yang hebat dan misterius, dikagumi banyak orang!" Meskipun begitu, tetap banyak orang tidak percaya bahwa Raivan bisa jatuh cinta padanya. Namun, mereka terkejut lagi. Raivan membungkam semua penentangnya dengan pernyataan, "Saya sangat mencintai tunangan saya yang cantik dan kami akan segera menikah." Ada dua pertanyaan di benak semua orang: mengapa gadis itu menyembunyikan identitasnya? Mengapa Raivan tiba-tiba jatuh cinta padanya?
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?
Hanya ada satu pria di hati Regina, dan itu adalah Malvin. Pada tahun kedua pernikahannya dengannya, dia hamil. Kegembiraan Regina tidak mengenal batas. Akan tetapi sebelum dia bisa menyampaikan berita itu pada suaminya, pria itu menyodorinya surat cerai karena ingin menikahi cinta pertamanya. Setelah kecelakaan, Regina terbaring di genangan darahnya sendiri dan memanggil Malvin untuk meminta bantuan. Sayangnya, dia pergi dengan cinta pertamanya di pelukannya. Regina lolos dari kematian dengan tipis. Setelah itu, dia memutuskan untuk mengembalikan hidupnya ke jalurnya. Namanya ada di mana-mana bertahun-tahun kemudian. Malvin menjadi sangat tidak nyaman. Untuk beberapa alasan, dia mulai merindukannya. Hatinya sakit ketika dia melihatnya tersenyum dengan pria lain. Dia melabrak pernikahannya dan berlutut saat Regina berada di altar. Dengan mata merah, dia bertanya, "Aku kira kamu mengatakan cintamu untukku tak terpatahkan? Kenapa kamu menikah dengan orang lain? Kembalilah padaku!"
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!