/0/19536/coverbig.jpg?v=20240808160620)
Jin Leluhur itu pandai memilah dan memilih tubuh yang menurutnya pantas untuk dijadikan tempat kembali Jangan lupa komentar dan subcribe ya đź’—
"Innalillahi wainnalillahi raji'un." Aku menoleh pada Mas Bisma suamiku yang baru saja membaca pesan di ponselnya.
Mas Bisma meraup wajah lalu tubuhnya dimiringkan kearah selatan menatapku sayu, setelah beberapa detik bola mata itu menatapku.
"M-mbah Kakung ... meninggal." Suaranya gemetar sangat kecil, tetapi mampu meruntuhkan hidupku detik itu juga.
Sontak aku turun dari ranjang tanpa menjawab, mengambil semua baju yang terlihat olehku. Aku yang biasanya enggan pergi jika tidak tampil stylish yang cocok, sekarang ... bagiku itu tidak penting lagi.
Tak terasa air mata terjatuh deras, Mbah kakung ... pengganti orang tuaku. Akibat perceraian orang tuaku 24 tahun silam, dari bayi merah dirawat oleh Mbah kakung dan Mbah uti.
Mereka menganggapku sebagai anak kandung mereka, mungkin bisa dibilang setengah hidup mereka ... mereka habiskan untuk merawatku sendirian tanpa nafkah oleh ayah dan ibuku di setiap bulannya.
Tapi sekarang ... tubuh mereka sudah mulai renta dan kini Mbah kakung pun sudah dipanggil oleh sang maha kuasa.
"Sudah ... Ainur, Ayo kita berangkat sekarang atau besok pagi saja? Menunggu dirimu tenang dulu." Mas Bisma membuyarkan lamunan, aku terhenyak menatapnya dalam.
"Ndak, Mas ... ndak. Aku mau sekarang juga tempat Mbah," jawabku.
"Tapi ini sudah hampir tengah malam, Nur. Kan ke rumah Mbah bisa dari subuh jadi kamu istrahat dulu ya ... aku takut kamu sakit lo," cegah Mas Bisma.
Aku menggeleng dengan air mata yang tiada henti, "POKOKNYA SEKARANG! TITIK!" ucapku dengan suara yang tidak sengaja tinggi.
Jarak ke rumah Mbah kakung memang terbilang cukup jauh, tapi juga tidak jauh-jauh amat. Jadi ada benarnya kata suamiku besok pagi kami berangkat pun sebenarnya masih keburu.
Namun, ntah mengapa hati ini ingin sekarang juga sampai ke rumah Mbah kakung. Seperti ada ketakutan yang sulit untuk diungkapkan.
Dan akhirnya sebagai istri yang menjunjung keegoisan wanita tertinggi di rumah ini, Mas Bisma dengan kesabarannya yang masih baik-baik saja sampai sekarang. Dia memanaskan mobil lalu menyuruhku masuk dengan nada yang selalu membuatku jatuh cinta untuk ke sekian kalinya.
"Nur ... Mas tuh ngelarang kamu berangkat sekarang, karna ini kan hari Jum'at kliwon, Nur," celetuk Mas Bisma sembari menyetir.
"Dimana-mana yang serem itu, malam jum'at kliwon bukan hari jum'at. Ini mah malem sabtu, Mas ...," jawabku datar sambil sibuk mengslide galeri foto melihat semua kenanganku bersama Mbah kakung disana.
"Tetep medeni, Nur ... Nur ...."
Jawabannya Mas Bisma kuabaikan, aku masih terfokus dengan foto Mbah kakung.
pikiranku pun sudah tidak ada lagi memikirkan hal lain, selain merasakan sakit hati ditinggal pria terhebatku.
****
Air mata terus berjatuhan sepanjang jalan mengiringi dinginnya angin malam yang meliuk-liuk masuk dari celah switer yang kukenakan.
Kulihat jam dipergelangan menunjukkan pukul 01:45 WIB, kami turun dari mobil dengan mobil yang terparkir tepat di halaman rumah Mbah kakung.
Sendi-sendii kaki melemah di setiap langkah, menerobos kerumunan keluarga ada banyak anak-anak Mbah kakung dan Mbah uti menyambut kami berdua dengan tangisan.
Dan ada juga seorang wanita tua bergamis serba putih menunduk di samping jenazah Mbah kakung yang tidak pernah kukenal sebelumnya.
Aku duduk di sampingnya tanpa bertanya siapa dan dari mana dia berasal, fokusku lebih teralihkan pada Mbah kakung yang terbujur kaku dan dingin tak berdaya. Tubuh yang dulu kekar menggendongku berlari-larian sepanjang halaman rumah, kini hanya bisa kupeluk tanpa balasan.
Kuajikan surah-surah sepanjang malam, tidak ingin kumeninggalkan Mbah kakung meski hanya semenit. Karena ini malam terakhirku bersamanya.
"Ainur ... Nur ... bangun, sudah pagi."
"Aku nggak mau!!" teriakku memecah keheningan, aku terperanjak kaget setelah sadar ternyata aku tertidur dan bermimpi di samping jenazah Mbah kakung.
Semua mata menyorot termasuk Mbah uti yang membangunkanku juga matanya membulat, mungkin mereka kaget mengapa aku berteriak seperti itu. Tetapi anehnya wanita tua bergamis putih yang semalam kulihat, dia masih menunduk masih dengan posisi yang sama tidak bergeser sama sekali apa lagi terkejut seperti mereka.
Aku memperhatikannya secara seksama dari ujung kaki sampai tudung putih yang ia kenakan, wanita tua cenderung sudah bungkuk itu seperti patung berbentuk manusia. Dia benar-benar diam tak tergoyahkan yang membuatku merasa aneh padanya.
Sampai Mbah uti menarikku untuk menemaninya menyiapkan kain kafan, bunga-bunga untuk digunting dan beberapa perlengkapan jenazah lainnya.
Aku masih memikirkan wanita tua itu, dia terlihat aneh. Apa ada nenek nenek jaman sekarang yang kuat duduk sambil menunduk sepanjang malam? Sedangkan aku saja bisa tertidur dan akhirnya bermimpi buruk.
Apa wanita tua itu begitu sedih dengan kepergian Mbah kakung ... atau jangan-jangan selama ini Mbah kakung mempunyai istri selain Mbah uti yang tidak kuketahui?
Argh!!!!!
Rasanya ... pikiranku campur aduk, memikirkan wanita tua itu dan perasaanku yang sedang begitu hancur ditinggalkan Mbah kakung.
Lagi pula, mengapa orang-orang disini tidak terfokus padanya sedangkan bagiku wanita tua itu sangatlah tidak wajar. Anehnya mereka seperti biasa saja atau malah sebenarnya akulah yang terlalu penasaran?
Lagi-lagi aku hanya menarik napas dan sesekali memperhatikan wanita tua aneh itu yang dimana Mbah kakung diangkat, dia akan berdiri sambil menunduk mengikuti dimana jenazah Mbah kakung berada dan jika Mbah kakung dibaringkan, dia akan duduk sambil menunduk juga.
Sangat aneh bukan? Tetapi lebih aneh lagi, mengapa semua orang seperti biasa menganggap kehadirannya? Meski sebenarnya sejak tadi kuperhatikan tidak ada satupun yang menyapanya atau malah sebaliknya.
Sumpah!! Baru kali ini kumelihat ada seorang nenek-nenek seintrovert ini! Sudah pas filingku dia adalah istri kedua Mbah kakung dan sepertinya dia berbeda dari Mbah uti yang terlihat tegar tidak seterpukul dirinya.
Prosesi penguburan jenazah berjalan lancar meski hati ini meraung menangis di dalam hati melihat Mbah kakung tercintaku terkubur di bawah sana dan tidak akan pernah bangkit lagi.
Dan sekarang para pelayat mulai pulang satu persatu, hanya satu yang tidak pulang ... yaitu wanita tua aneh itu. Sejak sepulangnya kami dari kuburan wanita tua itu seakan terus saja mengekoriku dari belakang.
Kemana pun aku melangkah dia terus mengikutiku, saat aku duduk di samping Mbah uti pun. Dia duduk juga disampingku.
Hatiku mulai gelisah, aku ingin berkenalan padanya. Tetapi sedari tadi dia hanya menunduk seperti orang yang tidak ingin diganggu oleh siapa pun! Tapi mengapa dia mengikutiku sekarang?
Akhirnya kuberanikan diri untuk bertanya pada Mbah uti, tadinya kupikir ini akan menjadi pertanyaan tidak sopan. Namun ... dari pada aku mati penasaran lebih baik aku bertanya pada Mbah uti dengan sedikit berbisik takut menyakiti wanita tua disampingku ini.
"Mbah ... Mbah ...," panggilku pelan sembari menyenggol bokong Mbah uti.
"Dalem."
"Mbah, Nur mau nanya ... apa Mbah kakung punya istri lain selain Mbah uti?" tanyaku sangat pelan karena takut terdengar.
Mbah uti mengerutkan keningnya, seolah bingung dan terkejut dengan pertanyaanku.
"Nur ... kok takon ngono? Mbah kakung loh baru dikubur, yo ndaklah ... si mbahmu cinta mati sama Mbah uti," ujar Mbah uti sembari tersenyum menatapku, walaupun pertanyaanku sepertinya membuat bola matanya berkaca-kaca.
Dan aku semakin bingung, jika bukan istri kedua ... lalu wanita tua di sebelah kananku siapanya Mbah kakung? Sedangkan kakak beradik Mbah kakung pun sudah pada meninggal. Lalu siapa diaa? Aku semakin penasaran.
Kali ini pertanyaanku tidak lagi kubisikkan, pikirku sekalian berkenalan pada wanita tua yang terpukulnya melebihi aku, cucu kesayangan Mbah kakung.
"Mbah ... Nur mau nanya, Mbah di samping Nur ini namanya siapa ya?" Kali ini aku tidak lagi canggung menanyakan hal ini pada Mbah uti.
Namun, alih-alih menjawab Mbah uti mengerutkan keningnya lagi ... lalu membetulkan kaca matanya dengan mantap. Kemudian memeriksa keberadaan wanita tua yang kusebutkan tadi.
"Yang mana, Nur? Ndak ada siapa-siapa dari tadi cuma ada kita berdua duduk disini."
Hanum, seorang istri yang selalu percaya Tuhan sudah menentukan dirinya untuk siapa, meski jalannya salah, pahit, sampai rusak sekali pun dia berjanji akan tetap menata masa depannya sebaik mungkin ... hingga ia menemukan penawarnya.
Kehidupan ... mungkin bagi bagian seseorang kehidupan ini sangat menyenangkan, namun tidak dengan Erni. Hidupnya penuh dengan kesakit hatian, batin maupun fisik. Orang Tua yang seharusnya menjadi tumpuan hidupnya namun tak pernah mengakui Erni sebagai anak mereka, pukulan ... pelecehan ... beban hidup menahan lapar, sudah menjadi makanan sehari-hari untuk Erni yang masih duduk di kelas 2 SD. Namun Erni, mengalahkan semuanya dengan hidup yang hanya mengandal Tuhan. Hidupnya hanya bergantung pada doa dan mukjizat. Dan keajaiban-keajaiban yang ada di hidup Erni, telah membawa Erni menjadi gadis yang sangat di segani semua orang, yang pernah mencaci maki Erni kini berbalik menjilat ludah mereka sendiri. Abian kekasih Erni yang di kirimkan Tuhan menjadi malaikatnya, kini telah berubah menjadi pencabut nyawa yang menyakitkan untuk Erni.
Dira tinggal bersama ibu yang menjadi wanita penghibur demi menafkahinya. Bahkan sang ibu memiliki kesehatan mental yang buruk, hal itu membuat kesalah pahaman di antara mereka ... Dira dan ibu terus menerus saling membenci. Mereka saling mengutuk hampir di setiap waktu. Ia pun berulang kali mengucap kata menyesal telah hidup bersama sang ibu saat ini dan selalu berkata ingin tinggal bersama sang ayah yang sudah dua belas tahun tidak menafkahi mereka apa lagi sekedar menemuinya. Suatu hari, dia mendapat kabar bahwa sang ayah telah meninggal dunia dan dari situlah Dira mengetahui jika dirinya ternyata bukanlah anak kandung dari sang ayah yang selama ini ia rindukan. Di hari pemakaman itu, Dira diberi sebuah buku catatan berwarna merah berisi dua belas wasiat yang harus Dira lakukan. Akankah Dira berhasil menunaikan dua belas wasiat dari sang ayah? Dan apakah hubungan Dira dengan wanita yang melahirkannya bisa kembali membaik?
Ketika mereka masih kecil, Deddy menyelamatkan nyawa Nayla. Bertahun-tahun kemudian, setelah Deddy berakhir dalam keadaan koma akibat kecelakaan mobil, Nayla menikah dengannya tanpa berpikir dua kali dan bahkan menggunakan pengetahuan medisnya untuk menyembuhkannya. Selama dua tahun, Nayla setia, mencari kasih sayangnya dan ingin melunasi utang budinya yang menyelamatkan nyawanya. Akan tetapi ketika cinta pertama Deddy kembali, Nayla, yang dihadapkan dengan perceraian, tidak ragu untuk menandatangani surat perceraian. Meskipun dicap sebagai barang bekas, hanya sedikit yang tahu bakatnya yang sebenarnya. Dia adalah seorang pengemudi mobil balap, seorang desainer terkenal, seorang peretas jenius, dan seorang dokter ahli. Menyesali keputusannya, Deddy memohon pengampunannya. Pada saat ini, seorang CEO yang menawan turun tangan, memeluk Nayla dan menyatakan, "Enyah! Dia adalah istriku!" Terkejut, Nayla berseru, "Apa katamu?"
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Tanpa membantah sedikit pun, aku berlutut di antara sepasang paha mulus yang tetap direnggangkan itu, sambil meletakkan moncong patokku di mulut kenikmatan Mamie yang sudah ternganga kemerahan itu. Lalu dengan sekuat tenaga kudorong batang kenikmatanku. Dan …. langsung amblas semuanya …. bleeesssssssssssskkkkkk … ! Setelah Mamie dua kali melahirkan, memang aku merasa dimudahkan, karena patokku bisa langsung amblas hanya dengan sekali dorong … tanpa harus bersusah payah lagi. Mamie pun menyambut kehadiran patokku di dalam liang kewanitaannya, dengan pelukan dan bisikan, “Sam Sayang … kalau mamie belum menikah dengan Papa, pasti mamie akan merengek padamu … agar kamu mau mengawini mamie sebagai istri sahmu. “ “Jangan mikir serumit itu Mam. Meski pun kita tidak menikah, kan kita sudah diijinkan oleh Papa untuk berbuat sekehendak hati kita. Emwuaaaaah …. “ sahutku yang kuakhiri dengan ciuman hangat di bibir sensual Mamie Tercinta. Lalu aku mulai menggenjotnya dengan gerakan agak cepat, sehingga Mamie mulai menggeliat dan merintih, “Dudududuuuuuh …. Saaaam …