/0/17754/coverbig.jpg?v=4d5a67dc7a5e4d37924eb8d66f2e5cfd)
Nina adalah gadis muda yang cerdas dan berbakat, bergabung dengan perusahaan besar dan ternama adalah impiannya, karena ia adalah lulusan terbaik sebuah universitas unggulan. Namun kenyataan tak seindah harapannya. Karena, setelah diterima, dia justru kerap dipersulit oleh Nathan sang bos. Tetapi, Nina menyadari ada yang tak biasa pada diri Nathan! Bermula Saat dia harus kerja lembur, sang bos mendekatinya dengan sapaan yang penuh kehangatan. Nina pun merasakan hubungan yang kian mendalam dengan sang bos. Hanya saja, mereka harus merahasiakan hubungan diantara keduanya. Lantas, mampukah Nina bertahan dalam hubungan yang penuh dengan rahasia dan intrik itu?
"Nina! Saya harap Anda tahu, mengapa saya panggil ke mari," tegas Nathan. Suara bariton itu terdengar begitu menusuk di telinga Nina, seorang eksekutif muda yang menjadi bawahannya.
Di dalam ruang kantor yang elegan dan mewah itu, Nathan Wilson, seorang pria berusia 32 tahun, duduk di depan meja kerjanya yang dipenuhi dengan tumpukan dokumen yang harus ia perikasa. Wajah maskulinnya melengkapi keagungan sosok bos yang dijuluki bos killer oleh para karyawannya.
Betapa tidak, ia memimpin dengan tegas dan keras, selalu menuntut perfeksionis kepada bawahannya. Namun, berkat kepemimpinannya itu, kemajun yang cukup gemilang telah berhasil dicapai. Ia telah membawa perusahaannya menjadi salah satu perusahaan raksasa yang sangat diperhitungkan.
Sementara di hadapannya, Nina Evans, seorang gadis muda berusia 23 tahun, duduk dengan wajah tegang, tangannya berkeringat, ia tidak tahu lagi kesalahan apa yang telah dilakukannya.
Ini sudah menginjak bulan ke tujuh, sejak Nina bergabung dengan perusahaan besar yang dipimpin oleh Nathan. Awalnya ia sangat berambisi untuk bisa bergabung di perusahaan bergengsi itu, karena ia adalah salah satu lulusan universitas terbaik, dengan nilai-nilai dan bakat istimewa.
Namun, kenyataan tak seindah yang ia bayangkan. Nina harus bekerja ekstra keras untuk membuktikan kemampuannya. Meskipun kerap mendapati kesulitan, atau lebih tepatnya dipersulit oleh big bosnya ini, karena semua yang dilakukannya selalu mendapatkan kritikan. Tapi, Nina selalu berusaha bekerja secara profesional, semua itu ia hadapi sebagai bagian dari resiko sebuah pekerjaan.
"Saya tidak yakin, Pak. Apa yang sebenarnya terjadi?" jawab Nina berusaha untuk tenang, meskipun ia sangat tegang.
Nathan menatap gadis dihadapannya dengan tajam.
"Ini tentang laporan yang Anda kirimkan kemarin, lihat! Begitu banyak kesalahan di dalamnya!" Pria itu membanting sebandel berkas di depan Nina, membuat gadis itu terkesiap.
Nina menghela napas, ia berusaha sedapat mungkin untuk tenang, diraihnya berkas itu dan dibukanya, ia terperanjat, seakan tidak percaya dengan penglihatannya.
"Tapi Pak, kemarin saya sudah mengeceknya dengan sangat ketat," jawab Nina.
"Anda selalu saja berdalih, Nina. Saya tidak tahu mengapa Anda terus menerus melakukan kesalahan seperti ini." Nathan mendengus, tatapannya menusuk pada gadis di depannya.
Nina berusaha mengumpulkan keberanian, ia mengangkat wajahnya dan tatapan keduanya pun bertemu. Sejurus keduanya terdiam sebelum akhirnya Nina berkata, "saya tidak sengaja melakukan kesalahan, Pak. Saya sudah mencoba melakukan yang terbaik."
Nathan nampak tidak puas, matanya menatap semakin tajam, seakan sedang menguliti gadis itu.
"Anda tahu, Nina. Saya sangat menilai pekerjaan Anda, kesalahan-kesalahan seperti ini tidak boleh terulang lagi,"ujar Nathan dingin.
"Baik, Pak. Saya akan memeriksa kembali laporan ini dan segera memperbaikinya."
"Hmm, Anda boleh kembali," perintah Nathan datar, matanya kembali terfokus pada berkas-berkas di hadapannya.
"Baik, Pak. Saya permisi." Nina berdiri, lalu berbalik meninggalkan Nathan. Lelaki itu mengangkat wajahnya, ia menatap punggung gadis itu, yang menghilang di balik pintu, sekilas senyum melintasi wajah tampannya.
Nina meninggalkan ruangan Nathan dengan perasaan campur aduk, ia telah bekerja keras membuat laporan itu, lalu memeriksanya dengan hati-hati sebelum diserahkan. Tapi mengapa jadi banyak kesalahan begini? Apa kemarin ia terlalu bersemangat sehingga menjadi kurang fokus?
Gadis itu menjadi semakin kacau, banyak pertanyaan demi pertanyaan melintas di pikirannya, ia penasaran mengapa setiap laporan yang ia buat sering seperti ini, 'apa ada yang sengaja merubah, ya? Tapi siapa? Dan apa mungkin?'gumam Nina membathin.
Tiba-tiba ...
Brukk!!
"Aargh!"teriak seseorang. Nina menubruk seorang gadis hingga keduanya sama-sama terjatuh, barang-barang yang mereka bawapun berserakan di lantai.
"Ma-maaf, sa-saya tidak sengaja," ucap Nina sambil membantu memunguti barang-barang gadis yang telah di tabraknya.
Gadis yang ditabrak Nina itu tertegun, ia tidak menyangka gadis bodoh yang menabraknya adalah Nina, sahabatnya sendiri. Padahal baru saja ia mau melabrak.
"Nina ..." panggil Laura sambil menatap Nina yang masih tertunduk membereskan barang-barangnya.
Demi mendengar suara yang tidak asing menyebut namanya, Nina pun mengangkat wajah. Benar saja, Laura sahabat sekaligus rekan kerjanya sedang menatapnya dengan bingung.
"Oh, kamu rupanya, so sorry Laura, aku tidak fokus tadi."
"Hei, kamu kenapa Nina? Ini masih di kantor, kamu jalan seperti orang bermimpi, coba kalau di luar sana, bukan orang yang kau tabrak, tapi mobil." Laura langsung nyerocos.
"Iya maaf, aku memang sedikit melamun tadi," jawab Nina seperlunya, ia segera menyerahkan barang-barang Laura yang tadi berantakan.
"Nah, sekarang sudah beres, nggak ada yang rusak, jadi aku nggak harus ganti rugi, kan?"
"Tunggu-tunggu. Kamu kenapa, Nina?" tanya Laura cepat, ia melihat wajah Nina yang seperti orang linglung. Nina tidak menjawab, gadis itu hanya mengedikkan bahu.
"Oke-oke, kalau gitu kita minum kopi dulu yuk, kafein itu bagus, supaya tubuh menjadi fresh lagi," ajak Laura.
"Tapi aku harus menyelesaikan pekerjaanku, Laura." Nina berusaha berkelit. Alih-alih menjawab Laura langsung menarik tangan Nina ke kafe yang ada di lingkungan kantor, untuk menikmati secangkir kopi.
Laura dan Nina duduk sambil menyesap secangkir kopi hangat. Laura sudah lama mengenal Nina, jadi ia tahu pasti gadis itu sedang menghadapi masalah, sehingga membuatnya linglung.
"Nah, sekarang coba ceritakan, kamu ada masalah apa, Nin?" tanya Laura penasaran.
"Tidak ada apa-apa kok, Ra." Nina menjawab dengan santai, sambil kembali menyesap kopinya.
"Hei, Nina. Pliss deh, aku ini sahabat lama kamu, jangan bilang nggak ada apa-apa ya." Laura nyerocos menggerutu.
"Iya-iyaa, Miss Bawel, aku akan cerita," sahut Nina sambil menatap Laura.
"Nah gitu dong, ah. Bukan Laura namanya kalau nggak bawel." Laura mengerucutkan bibirnya.
Nina menghela napas sambil memutar-mutar cangkirnya. "Aku barusan dipanggil pak Nathan," ucapnya.
"What?!" seru Laura terkejut, "dipanggil lagi? Dimarahin?" cecarnya.
"Yah, entah apa namanya, dimarahin atau dikhotbahin, tapi kurang lebih seperti itu."
"Tunggu-tunggu," potong Laura, "masalah apa lagi, Nin? Bukannya kamu sudah menyelesaikan pekerjaan kamu dengan baik."
"Ya, kamu lihat sendiri kan, Ra. Aku sudah berusaha keras menyelesaikannya, juga sudah memeriksanya sebelum aku serahkan, tapi setelah sampai ke tangan Pak Nathan, ada saja yang salah." Nina menghela napas."Dan kali ini, kesalahannya fatal banget, hampir 50 persennya," imbuhnya.
Kedua sahabat itu terdiam, wajah keduanya menjadi serius. Laura menyesap kopinya kembali, ia sendiri merasa heran, karena sahabatnya ini sering sekali mendapatkan teguran dari sang bigboss, padahal Nina selalu bekerja dengan sungguh-sungguh, ia juga salah satu karyawan yang cerdas dan berbakat.
"Sepertinya ini bukan pertama kali begini deh, Nin."
"Kamu benar, Ra." Nina membenarkan, "ini ketiga kalinya pekerjaanku ditolak, padahal aku sudah memeriksanya dengan teliti."
"Hmm, apa mungkin ada yang melakukan sabotase ..."
Ketika kedua gadis itu sedang menebak-nebak berbagai kemungkinan, tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan dan sindiran seseorang.
"Bagaimana mau hasil kerja bagus kalau ngerumpi terus."
Bagi Sella Wisara, pernikahan terasa seperti sangkar yang penuh duri. Setelah menikah, dia dengan bodoh menjalani kebidupan yang menyedihkan selama enam tahun. Suatu hari, Wildan Bramantio, suaminya yang keras hati, berkata kepadanya, "Aisha akan kembali, kamu harus pindah besok." "Ayo, bercerailah," jawab Sella. Dia pergi tanpa meneteskan air mata atau mencoba melunakkan hati Wildan. Beberapa hari setelah perceraian itu, mereka bertemu lagi dan Sella sudah berada di pelukan pria lain. Darah Wildan mendidih saat melihat mantan isrtinya tersenyum begitu ceria. "Kenapa kamu begitu tidak sabar untuk melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria lain?" tanyanya dengan jijik. "Kamu pikir kamu siapa untuk mempertanyakan keputusanku? Aku yang memutuskan hidupku, menjauhlah dariku!" Sella menoleh untuk melihat pria di sebelahnya, dan matanya dipenuhi dengan kelembutan. Wildan langsung kehilangan masuk akal.
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
Bagaimana jika keponakan yang dititipkan oleh kakak perempuan nya mulai mengacaukan seluruh tatanan kehidupan nya. Gadis kecil yang dia sangka polos menyimpan cinta mendalam untuk dirinya, memancing hasrat nya berkali-kali hingga pada akhirnya satu malam panas terjadi di antara mereka. Bagaimana caranya dia meminta restu kepada kakak nya sendiri untuk hubungan yang jelas di anggap tidak mungkin untuk semua orang. Namun siapa sangka satu kenyataan dimasa lalu terbuka secara perlahan soal hubungan mereka yang sesungguhnya.
Kisah cinta yang terhalang oleh status dan derajat antara pembantu dan sang majikan. Akankah berakhir indah atau malah sebaliknya?
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Rumornya, Laskar menikah dengan wanita tidak menarik yang tidak memiliki latar belakang apa pun. Selama tiga tahun mereka bersama, dia tetap bersikap dingin dan menjauhi Bella, yang bertahan dalam diam. Cintanya pada Laskar memaksanya untuk mengorbankan harga diri dan mimpinya. Ketika cinta sejati Laskar muncul kembali, Bella menyadari bahwa pernikahan mereka sejak awal hanyalah tipuan, sebuah taktik untuk menyelamatkan nyawa wanita lain. Dia menandatangani surat perjanjian perceraian dan pergi. Tiga tahun kemudian, Bella kembali sebagai ahli bedah dan maestro piano. Merasa menyesal, Laskar mengejarnya di tengah hujan dan memeluknya dengan erat. "Kamu milikku, Bella."