"Aduh!!!" Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. "Ahhh, Randy masukin aja!" pekik Ririn.
PROLOG
Namaku Randy Aditya Wibowo. Aku berasal dari keluarga biasa saja, ayahku bekerja sebagai buruh di Jakarta sedangkan ibuku bekerja sebagai penjual sayur di salah satu pasar di Jakarta.
Aku memiliki seorang kakak bernama Ranty Putri Wibowo. Dia seorang wanita yang cerdas, dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi negeri. Hubunganku dengan kakakku tidak benar-benar dekat, aku jarang sekali ngobrol dengan dia bahkan hanya sekedar membahas tentang keluarga kami. Bisa dibilang kita punya kehidupan masing-masing.
Berbeda 180 derajat dengannya, aku adalah seorang murid yang kurang di bidang akademik, katakanlah bodoh. Sebenarnya aku bukan pemalas, aku sudah berusaha belajar dengan tekun, namun semua pelajaran itu tidak ada yang masuk ke otak sedikitpun. Jadi aku memutuskan untuk pasrah dan menerima kenyataan ini.
Tetapi dibalik kekurangan itu aku memiliki kelebihan yaitu di bidang non-akademik, olahraga dan beladiri menjadi keunggulan ku, saat aku masih SMP aku menjuarai hampir di semua cabang olahraga hingga beladiri.
Itulah mengapa aku bisa masuk ke sma yang cukup favorit di Jakarta, di sana aku hanya dijadikan sebagai lumbung prestasi untuk sekolah ini, aku tak pernah benar-benar dianggap siswa oleh sebagian guru yang anti terhadap siswa bodoh, fuck this school!.
*****
Bel sekolah berbunyi saat aku berada di warung belakang sekolah sedang menyantap sarapanku. Aku memang tidak biasa sarapan di rumah, ibuku terlalu sibuk untuk memasak di pagi hari sedangkan subuh saja ibuku sudah berangkat ke pasar untuk berjualan sayuran.
Pemilik warung itu adalah ibu dari salah satu teman sekolahku namanya Ririn, bukan teman sekelas tapi karena aku sudah menjadi langganan di warung itu aku pun cukup akrab dengan dia karena dia juga ikut membantu ibunya berjualan di pagi hari saat akan berangkat sekolah, saat istirahat dan setelah pulang sekolah.
Karena dia anak dari pemilik warung kecil di belakang sekolah, dia sering menjadi bahan bulian oleh anak-anak sekolah yang sok kaya dan berkuasa, namun aku selalu membela dan melindungi dia dari anak-anak itu.
"Ran, udah bel tuh masuk yuk!" ajak Ririn untuk bergegas masuk ke sekolah.
"Yuk," balasku singkat.
Seharusnya untuk memasuki sekolah kita harus memutar dan melewati gerbang depan karena gerbang belakang sekolah hanya berupa pintu teralis yang digembok untuk menghindari siswa terlambat yang memasuki sekolah.
Namun karena terlalu jauh kalau harus memutar maka kita biasanya memanjat tembok yang tingginya kisaran 2 meter.
"Udah siap belum?" tanya Ririn memastikan.
"Udah yuk." Aku bersiap-siap membantunya naik dengan mengangkat kakinya agar dia bisa menjangkau puncak tembok itu, terkadang momen itu aku manfaatkan untuk mengintip isi dalam roknya, namun entah dia sadar atau tidak sekarang dia selalu memakai celana pendek di dalam rok sma nya.
Setelah berhasil menjangkau tembok itu lalu dia melompat ke arah seberang. Setelah dia menghilang aku pun lalu melompat dengan hanya sekali tumpuan pada tangan kananku aku langsung melewati tembok itu.
Namun naas ternyata Ririn masih berada dibalik tembok tepat di bawahku dan aku tidak bisa menghindar sehingga aku mendarat di atas tubuhnya.
Brukkkk...
"Aduh!!!" Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat.
Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia berontak.
"Ah, Randy minggir!" pekik Ririn.
"Eh, sorry rin, gue gak tau kalo lo masih di situ," ucap ku meminta maaf.
"Iya udah, tapi badan lo minggir berat tau." Aku tersadar kalau kami masih berada di posisi yang sama. Untung saja tidak ada yang melihat, kalau ada pasti akan jadi masalah.
Aku pun membantunya untuk bangun, wajahnya sudah seperti kepiting rebus, sekilas dia melirik ke bagian depan celanaku melihat apa yang tadi mengganjal lalu ia berpaling.
Dia tampak berjalan sambil membersihkan seragamnya yang sedikit kotor karena terjatuh tadi, kami pun berpisah di koridor sekolah karena memang kita berbeda kelas.
Aku pun menuju ke ruang kelasku, setibanya di sana aku melihat teman sekelasku sudah datang semua, aku datang paling akhir.
Aku langsung menuju ke mejaku yang letaknya berada di pojok kanan depan, tepat berada di depan meja guru. Bukan karena aku rajin tapi karena aku terlambat saat hari pertama masuk sekolah, jadi aku kebagian duduk di bangku yang laknat itu.
"Randy!" sambut teman sebangkuku yang bernama Lisa.
Nasibnya sama sepertiku, kami sama-sama terlambat dihari pertama masuk ke sekolah sehingga kita jadi teman sebangku. Awalnya kami sangat canggung karena aku baru pertama kali sebangku dengan perempuan.
Tapi seiring berjalannya waktu kamipun semakin akrab, bahkan aku diam-diam mulai menyukainya tapi aku belum berani untuk menyatakan cinta kepadanya.
"Apa?" jawabku singkat.
"Lu udah ngerjain pr matematika belum?" tanyanya.
"Emang kalo gue jawab udah lu percaya?" jawabku sambil cengengesan.
"Nih," ucapnya sambil memberikan pr yang sudah ia kerjakan.
"Thanks banget ya, lu emang sahabat gue yang terbaik." Tanpa banyak urusan aku pun langsung menyalin semua jawaban pr nya.
Sudah jadi rutinitas kalau aku selalu mencontek semua tugas sekolah dari dia, meskipun hampir semua jawabannya salah tapi itu lebih baik daripada tidak mengerjakan sama sekali.
Tapi aku tidak mendapatkannya secara gratis, dia sering meminta tolong padaku untuk menjadi tukang ojeknya yang mengantarkan dia kemanapun dia mau, aku tidak keberatan justru aku senang karena bisa selalu dekat dengan dia.
"Ran!" panggil Lisa yang tepat berada di sampingku.
"Apa?"
"Nanti pulang sekolah temenin gue ya."
"Kemana?" tanyaku masih sambil menyalin tugasnya.
"Ke tempat temennya kakak gue," jawab Lisa.
Aku berhenti sejenak lalu menatapnya, aneh sekali dia tiba-tiba minta diantarkan ke tempat teman kakaknya namun aku tidak ambil pusing, aku kembali melanjutkan tugas yang aku hentikan tadi.
"Emang ada urusan apa?"
"Udah nanti lu bakalan tau deh." Lisa kemudian membetulkan duduknya karena tiba-tiba gurunya datang.
Aku yang sedang menyalin tugasnya pun langsung mengerahkan kemampuanku, aku mengerjakan tugas dengan mataku menatap kearah guru yang datang memberi salam, aku melakukannya sampai selesai.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku langsung berjalan ke tempat parkir, menyalakan motorku dan menuju ke gerbang sekolah. Di sana sudah ada Lisa yang menungguku karena memang kita ada janji sepulang sekolah.
"Yuk, mau pulang dulu?" tawar ku padanya.
"Gak usah, kita gas aja langsung."
"Ya udah." Setelah Lisa naik ke atas motorku aku pun langsung memacu motorku dengan arahan darinya.
Dia mengarahkan kami ke sebuah kafe dekat dengan kampus kakakku. Setelah aku memarkirkan motorku aku lalu menyusul Lusa yang sudah lebih dulu masuk ke kafe itu. Di sana sebagian besar diisi oleh mahasiswa yang sedang nongkrong. Kita menuju ke sebuah meja, di sana sudah ada 2 orang laki-laki dan 1 orang perempuan yang aku tebak mereka adalah mahasiswa di kampus tempat kakakku kuliah itu.
"Halo kak!" sapa Lisa kepada mereka.
"Halo Lis, sini duduk!" jawab salah satu laki-laki itu.
"Makasih." Lisa kemudian duduk tepat di depan lelaki itu.
"Ini kak, temenku yang aku ceritain kemarin, namanya Randy," ucap Lisa memperkenalkanku kepadanya.
"Ran, ini namanya kak Dimas, yang tadi aku ceritain."
Dimas lalu berdiri dan menyodorkan tangannya.
"Dimas," jawabnya singkat.
Aku kemudian menjabat tangannya dan menjawab, "Randy."
Sejenak Dimas melihatku dari atas kepala sampai kaki, aku sedikit heran dengan apa yang dia lakukan. Sepertinya dia sedang menginginkan sesuatu dariku.
"Lu beneran anak SMA temennya Lisa?" tanya Dimas kepadaku.
"Lha iya, emang kenapa?"
"Lu gak kaya anak SMA, haha." ucap dimas sambil tertawa.
"Masa iya? emang muka gue boros banget ya?"
"Enggak, bukan muka lu yang boros, tapi badan lu yang kegedean, haha." Dimas kembali tertawa
"Tapi bagus deh, jadi lu gak ketahuan kalo lu masih anak SMA," ucapnya lagi semakin membuatku curiga.
"Sebenernya ada apa sih? kalian ada perlu apa sama gue?" tanyaku dengan suara yang agak tinggi, aku kemudian menatap ke arah Lisa karena dialah yang membawaku kesini.
Lisa hanya menunduk tidak berani menatapku, ekspresinya cemas mungkin takut aku akan marah pada dirinya.
"Loh emang Lisa belum sama lu?" Dimas balik bertanya.
Aku hanya menggelengkan kepala.
"Jadi gini, minggu depan hari sabtu kita ada POM (Pekan Olahraga Mahasiswa) dan kita mewakili universitas kita di cabor basket." ucap Dimas menjelaskan.
"Tapi dari hasil tahun-tahun sebelumnya, tim kita selalu kena bantai sama lawan lain yang lebih kuat," lanjutnya.
"Dan kemarin Lisa bilang sama gue kalo dia punya temen yang jago basket, dan kita tertarik make lu buat memperkuat tim kita."
Aku mengerti sekarang apa yang mereka inginkan, tetapi aku masih marah dengan Lisa karena dia tidak memberi tahuku dari awal.
"Gimana? lu mau kan?" tawar Dimas kepadaku.
Aku masih diam, belum memberi keputusan. Dimas melihat keraguanku menerima tawarannya.
"Gak usah khawatir kalo masalah duit, kita akan bayar 1 juta kalo lu mau ikut, kita yakin kalo Lisa gak akan bohong soal skill lu."
Aku masih terdiam.
"Kalo sampe final gue tambahin 2 juta lagi."
Aku belum bergeming.
"Gue tambahin lagi 2 juta kalo kita juara." tawar Dimas terus merayuku untuk bergabung dengan timnya.
Sejujurnya bukan itu pertimbangan ku untuk bergabung dengan mereka, tapi aku takut kalau terjadi masalah apabila aku ketahuan bahwa aku masih SMA dan bukan berasal dari kampus mereka.
"Tapi gue gak terdaftar di kampus kalian, gimana caranya gue bisa ikut?" tanyaku kepadanya.
"Kalo masalah itu gak usah khawatir, kita bisa buatin lu KTM palsu, ya gak bon?" jawab Dimas sambil menengok kearah temannya yang ada di sampingnya.
Temannya yang tangannya sedang melakukan sesuatu dibalik meja di samping ceweknya pun kaget tiba-tiba ditanya seperti itu.
"Ehh iya bos," jawabnya lalu menarik tangan yang sedari tadi dibawah meja itu.
"Ahh!" sejenak wanita yang ada di sampingnya itu melenguh kecil.
"Jangan disini bego, entar di kosan aja," omel Dimas kepada pria itu yang ku ketahui bernama Boni.
"Jadi gimana? lu mau kan gabung ke tim kita?" tawar Dimas sekali lagi kepadaku.
"Gue pikir-pikir dulu deh."
"Oke tapi jangan lama-lama, karena proses pendaftarannya juga ribet belum bikin KTM palsunya."
"Besok gue kasih jawabannya."
"Sipp!" jawab Dimas singkat.
Setelah itu kamipun berpisah, aku dan Lisa berjalan menuju motorku, dia masih belum berani berbicara padaku.
Bersambung
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Suara Renata kini mendesah saat ciuman pria muda itu mendarat di lehernya, sambil tangannya kini meremas buah dadanya yang tertutup kaos oblong itu, sofa yang sudah tua di ruang tamu di rumah sederhana itu nampak sesak dan bergoyang saat dengan nakalnya tangan Eka meremas dan memilin sekujur tubuh gadis itu “Maaaas…..”
Ciumannya kini turun ke perut yang mulus dan rata, lidahnya bermain di pusarnya, dan tangannya lalu menurunkan celana dalam yang jadi kain terakhir yang menempel ditubuh Endah, dan wanita itu mengangkat pantatnya agar Asaln dengan leluasa membuka celana dalamnya. Rimbunan semak belukar hitam menyapa tatapan Aslan, dan mata yang malu terlihat diatas sana agak samar dirundung birahi, apalagi saat dengan lembut Aslan membuka lebar pahanya, sehingga aroma kewanitaan yang segar dan alami pun menyeruak membuat nafsu kelakilakian seorang Aslan semakin membara Dengan lembut bibirnya mencium gundukan bukit rimbun dan hitam itu….. Belahannya kemudian terlihat memerah mengintip, serta bagian daging kecil yang memancing bibir Aslan untuk menyentuhnya “Auhg,,,,,, abang…..”
Neneng tiba-tiba duduk di kursi sofa dan menyingkapkan roknya, dia lalu membuka lebar ke dua pahanya. Terlihat celana dalamnya yang putih. “Lihat Om sini, yang deket.” Suradi mendekat dan membungkuk. “Gemes ga Om?” Suradi mengangguk. “Sekarang kalo udah gemes, pengen apa?” “Pengen… pengen… ngejilatin. Boleh ga?” “Engga boleh. Harus di kamar.” Kata Neneng terkikik. Neneng pergi ke kamar diikuti Suradi. Dia melepaskan rok dan celana dalamnya sekaligus. Dia lalu berbaring di ranjang dan membentangkan ke dua pahanya.
Sekali-kali Aida melirik padaku dan mengangkat alis kirinya memberi kode. Dari posisi jongkoknya aku bisa melihat semua isi dalam bagian rok daster itu. Paha putih mulusnya yang padat mengangkang hingga aku bisa melihat permukaan celana dalam berwarna krem-nya yang tebal tembem abis. Bahannya cukup tipis hingga sinar matahari sore cukup menerangi pemandangan indah yang spektakuler. Ingin kubernyanyi…”Disana… tempat lahir beta…” dengan suara nge-bass dan nyeruduk nyungsep di situ kalau gak ingat-ingat. Jakunku naik-turun berulang kali karena aku meneguk ludah berkali-kali karena aku kehausan sekarang. Haus oleh yang enak-enak sekarang.
(Cerita mengandung FULL adegan dewasa tiap Babnya Rated 21++) Bertemu di kapal pesiar membuat dua pasangan muda mudi memiliki ketertarikan satu sama lain. Marc dan Valerie menemukan sosok yang berbeda pada pasangan suami istri yang mereka temui secara tidak sengaja di kapal pesiar. Begitu pula dengan Dylan dan Laura merasakan hal yang sama kepada Marc dan Valerie. Hingga sebuah ide tercetus di pikiran mereka karena rasa penasaran yang begitu besar. “Sayang, hanya satu hari, haruskah kita bertukar pasangan dengan Valerie dan Marc?” ucap Dylan menatap sang istri. Bagaimanakah kelanjutan kisah mereka? Apakah perselingkuhan ini akan berakhir atau membawa sebuah misteri kehidupan baru bagi kedua pasangan ini...
Marsha terkejut saat mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Karena rencana putri asli, dia diusir dan menjadi bahan tertawaan. Dikira terlahir dari keluarga petani, Marsha terkejut saat mengetahui bahwa ayah kandungnya adalah orang terkaya di kota, dan saudara laki-lakinya adalah tokoh terkenal di bidangnya masing-masing. Mereka menghujaninya dengan cinta, hanya untuk mengetahui bahwa Marsha memiliki bisnis yang berkembang pesat. “Berhentilah menggangguku!” kata mantan pacarnya. “Hatiku hanya milik Jenni.” “Beraninya kamu berpikir bahwa wanitaku memiliki perasaan padamu?” kata seorang tokoh besar misterius.
Maya terpaksa menggantikan posisi adik perempuannya untuk bertunangan dengan Arjuna, seorang pria cacat yang telah kehilangan statusnya sebagai pewaris keluarga. Pada awalnya, mereka hanyalah pasangan nominal. Namun, segalanya berubah ketika identitas Maya yang sebenarnya secara bertahap terungkap. Ternyata dia adalah seorang peretas profesional, komposer misterius, dan satu-satunya penerus master pemahat giok internasional .... Semakin banyak yang terungkap tentang Maya, Arjuna semakin merasa gelisah. Penyanyi terkenal, pemenang penghargaan aktor, pewaris dari keluarga kaya - ada begitu banyak pria yang menawan sedang mengejar tunangannya, Maya. Apa yang harus dilakukan Arjuna?!
Andres dikenal sebagai orang yang tidak berperasaan dan kejam sampai dia bertemu Corinna, wanita yang satu tindakan heroiknya mencairkan hatinya yang dingin. Karena tipu muslihat ayah dan ibu tirinya, Corinna hampir kehilangan nyawanya. Untungnya, nasib campur tangan ketika dia menyelamatkan Andres, pewaris keluarga yang paling berpengaruh di Kota Driyver. Ketika insiden itu mendorong mereka untuk bekerja sama, bantuan timbal balik mereka dengan cepat berkembang menjadi romansa yang tak terduga, membuat seluruh kota tidak percaya. Bagaimana mungkin bujangan yang terkenal menyendiri itu berubah menjadi pria yang dilanda cinta ini?
Cerita ini hanya fiksi belaka. Karanga author Semata. Dan yang paling penting, BUKAN UNTUK ANAK2. HANYA UNTUK DEWASA. Cinta memang tak pandang tempat. Itulah yang sedang Clara rasakan. Ia jatuh cinta dengan ayah tirinya sendiri bernama Mark. Mark adalah bule yang ibunya kenal saat ibunya sedang dinas ke Amerika. Dan sekarang, ia justru ingin merebut Mark dari ibunya. Gila? Tentu saja. Anak mana yang mau merebut suami ibunya sendiri. Tapi itulah yang sekarang ia lakukan. Seperti gayung bersambut, Niat Clara yang ingin mendekati Mark diterima baik oleh pria tersebut, apalagi Clara juga bisa memuaskan urusan ranjang Mark. Akankah Clara berhasil menjadikan Mark kekasihnya? Atau lebih dari itu?