il dibanding rumah-rumah di sekitarnya. Tidak ada garasi, halaman luas, apalagi bangunan bertingkat. Walau demikian, Sam merawatnya dengan baik. Pot b
ue pul
tu adalah keponakannya, Renaldi. Sam mendesah melihat rambut ikal Renaldi acak-acakan, bertabur ko
Di. Lo eng
Sam bergidik karena melihat kulit cabe
rang bawaannya. "Enak
ak. "Tadi siang
nal sampo. Muka kucel, gigi kuning, baju enggak ganti. Mau gue mand
Sam melangkah masuk, duduk di karpet hijau depan
iya. Gu
cukur, dan tidak pernah mau ke luar rumah kalau tidak ada kepentingan yang mata darurat. Sam harus rajin menceramahi Renaldi untuk
am. Biasanya, ia jarang membeli makanan di liar dan lebih memilih memasak di rumah
lagi tayang. Ngomong-ngomong, gadis pendek tadi belum memberitahu namanya. Setelah memberi
iri? Gila. Kalau ada orang
naldi tiba-tiba ke luar sambil me
mu cewek tinggal di rum
er biru dan celana jeans pendek, menampilkan bulu-bulu halus di betisny
Kecil banget bodinya,
tempat kumuh?" Renaldi meletakkan
n-preman markasnya di tempat kotor," sahut
ya. Sam pun demikian. Lelaki itu melahap nasinya sembari m
g menunduk, menggigit paha ayam dengan lahap. Tipis, bibir Sam tersenyum. Bagi orang lain, Renaldi adalah su
gin berhenti dan mencari pekerjaan halal. Namun, lagi-lagi, Tuhan begitu tidak
a, mandornya memperlakukannya secara tidak adil.
cap Sam seusai menelan nasi bec
ngkat wajah. "
rav
aha
kualitas pendidikannya." Renaldi diam. Sa
Jemarinya mengumpulka
upah gue sekali
o enggak tiap h
akukan transaksi lagi, tetapi Renaldi harus teta
. Belajar yang bener, lulus, kuliah. Bukannya
ah, gue
arus jadi anak hebat!" serunya. "Besok
Kening Renal
Sepatu, tas, dan ... hp lo ju
tas gue masih layak pakai. Hp ju
cuma enggak mau lo dipandang rendah sama orang saat n
naldi. "Baik pekerjaan lo, kasta gue yang anak h
gue bilang lo bukan anak haram, hah?! Lo pantes dihargai sebagai
an pada televisi yang menamp
mau di masa depan, hidup lo terluntang-luntang, kejar-kejaran sama polisi, ma
n Sam di ruang tamu berukuran dua meter persegi tanpa me
ba-tiba memakai 'lo-gue' saat ngobrol. Masuk SMP, pemuda itu berubah ambisius dengan prestasi yang kerap membuat Sam bangga. Namun, Sam menyadari sesuatu terjadi ketika p
an malamnya, tetapi getaran
i : Butuh peker
Jangankan memanggil, yang tahu nama lengkapnya saja tidak ada selain Renaldi
bah, keponakannya itu tidak tahu kalau ia sudah dipecat. Sam menggel
agi nasi padangnya. Semenjak tahu mencari uang itu sulit, Sam menghargai apa pun yang ia da
. Sudah menjadi rutinitasnya, mencuci piring sesudah makan. Berikutnya, ia mematikan
berantakan. Banyak orang menganggap Renaldi anak haram, miskin, rendahan, tapi seperti yang almarhum kakaknya ucapkan, Sam tidak menganggap Re
kan untuk mengecek apakah dia sudah terlelap atau belum. Namun, pi
suatu yang melebihi mereka," ujar Sam, mendekatkan wajah ke pintu. "Jangan lupa, besok bangun pagi buat d
atap gemerlap langit Jakarta dari balik jendela. Kata almarhumah neneknya, kalau s
a. Kemudian, pandangannya berhenti pada sketsa piala yang ia buat satu seten
la kejuaraan itu, pihak sekolah meminta pialanya dibawa ke sekolah dan diberikan kepadanya di upacara hari Senin sebagai motivasi teman-teman yang lain.
i kembali menatap langit. "O
30 Okto