enapa dia bisa setega itu?" tangisku pecah tak terkenda
e Lastri sambil berusaha memelukku yang
eka manikamku dari belakang. Adik yang aku besarkan penuh kasih sayang, ternyata begit
, rasanya tak sanggu
*
a. Di mana selalu ada cercah bahagia setelah duka melanda. Kata mereka yang bijak, ketika Tuhan menyayangimu, maka jalanmu semakin terjal. Ujianmu akan s
sa bahwa mereka hanya sedang berusaha menghiburku yang menyedihkan. Memberi setitik harapan semu sebelum aku mati kelu. Namun, d
, selama menyandang status sebagai makhluk, tak akan ada yang bisa menjawabnya dengan segal
alah manusia bunglon yang pandai berpura-pura. Dunia ini adalah panggung teater, tempatku menipu dalam semu. Siapa yang aku tipu? Orang-orang di sekelilingku? Tidak, bukan mereka. Lebih tepatnya aku se
an. Pedih dan perih seperti nasi dan lauk yang aku telan setiap hari. Ini cukup untuk bisa membuatku tertawa denga
hidupan. Tak ada pilihan kecuali menjalaninya. Merangkai hari dengan air mata. Menyulam waktu yang sunyi dengan kidung hati yang mengurai kecewa dan tangis sembil
**
tuaku meninggal, hanya dia yang aku miliki. Ya, kami yatim piatu. Ibu meninggal ketika melahirkan adikku. Sedang bapak, telah berpulang kepangkuan Sang Khaliq ketika usiaku genap dua puluh t
yangnya, hidupku sudah tidak normal lagi. Apalagi ketika melihat siapa yang hendak menikahi adikku. Laki-laki itu, dia adalah orang yang
..." kata Budhe Lastri,
dah terasa bagai di neraka. Aku tersiksa. Ingin menangis, berteriak, dan marah. Tapi marah pada siapa? Adikku? Suamiku
dada. Kecewa yang menyeruak. Marah yang tak dapat kulampiaskan. Entah rasa apa lagi yang membaur di hatiku. Jika tak inga
dalah keputusanmu sendiri, kan?" Budhe Lasti menepuk bahuku
memang keputusank
. Air bening itu semakin menganak sungai menyusuri pipiku. Lalu, kupeluk a
ngis?" tanya buah h
dak menangis. Ini mata bunda
tangisku tak terdengar. Meski kami berada di kamar, tetapi di luar telah banyak tamu yang berdatangan. Aku tak i
astri kembali menguatkanku. Kali ini
kku," gumamku. Entah Budhe Lastri mendengar
dititipkan di rumah Budhe Lastri ketika bapak pergi bekerja. Dia juga selalu menguatkanku diwaktu aku terpuruk dan mengalami masa sulit. Seperti saat ini.
u ke depan atau tidak?" tanya Laili, anak kedua Budhe
Begitu juga denganku yang tak lagi memeluk anakku. Aku
u ke luar, ya? Nanti Bund
Laili yang langsung menuntun tan
ntukmu, tetapi kau pasti bisa melaluinya. Budhe yakin, Allah sayang sama
mbali memberi p
aku kuat
Rasanya ingin kembali menumpa
embimbingku berdiri. Dia menuntunku ke luar kama