mil
POCONG I
ar
R.D.L
gil beberapa orang seraya me
, apalagi Ibu, ia nampak susah payah membawa pe
na, segera membuka pintu dan mendapati tetanggaku Yuk Jam
reka saat melihat wajahku yan
u .
s-ngosan berdiri di belakangku. Kuras
ebelah. Di temukan mayat pria. Ada ya
e
ak ... apa yang terjadi sama Bapak? mayat?apa bapak
um dia pergi," kilah Ibu seraya berusaha tenang, tapi jelas
tubuhnya gosong, wajahnya yang kelihatan separuh. Makanya kit
ada ga di rumah?"
. " Dari semalam bel
Bu RT tiba-tiba datang dan menyela. Ia m
gi, Ia sempat menoleh dan berpesan padaku," Indah di rumah
kemudian Ibu ikut Bu RT dan j
sedih. Jangan tanya bagaimana p
seorang pemabuk dan juga penjudi, tapi bapakku sangat sayang kepada kami,
Danang. Kalau Bapak lagi punya kerjaan,
ng menginjak kepala lima, Bapak tak kunjung mau me
rmasuk aku, tapi hati Bapak terla
k selingkuh dan menduakan Ibu. Entah p
engisi udara sebanyak-banyaknya. Be
n rumah yang sedikit berantakan
ah itu berceloteh saat melih
, Bapak tadi
e
an menatap ke arahnya. 'Bapak? Danang b
" tanyaku pelan, berjongko
an, lihat Bapak lagi di bonceng pake
uk, Dek. Yok sekarang mandi sama Embak," ujarku seraya menarik tang
sendiri di temani denganku y
an
rjatuh tanpa sengaja, melesat begitu s
an tepat di depanku, perasaanku seketika tak
hkan piring, Danang berte
ik bungsuku itu merapatkan dirinya d
, Dek?"
ri atas," Danang terlihat bergidik sam
nang. Benar, lumayan banyak belatu
cium bau bangkai sedikitpun, jika memang ada
uhku saat kulihat Danang mulai menggigil. Boc
ur, tiba-tiba indra penciumanku m
mungkin Ibu lupa mematikan ko
sekilas aroma tak sedap itu mampir,
gis mendekat sayup-sayup di kejauhan. Aku terke
berdegup kencang. Perasaan
h depan. Sempat terpeleset di dekat sumur kare
u .
ambah kuat saat melihat kehadiranku jug
Ibu yang nampak sempoyongan
. ada a
a!" teriak Ibu histeris. Air matanya tumpah ruah, me
berpisah dari jasad. Tubuhku rasanya
ucapku tak percaya. Otak ini rasan
sudah tiada. Aku menatap nanar Danang yang mengge
rani mendekat, semua larut
gh
awanya ke dalam rumah. Lemah tak bertualang, beg
agai angin. Aku tenggela
i pun aku tak mampu, hanya mampu menatap i
awa masuk ke kamar, sedang aku duduk menyender menungg
Bapak di rumah sakit, aku tak ta
semangat dan kata-kata wejangan, tapi bukann
pertamaku itu pergi, meninggal
k lagi dapat kulihat. Tangan legamnya tak mampu
Aku beberapa kali terjerembab, berusaha bangkit unt
erpakaian putih