Jing xi kian merapat, susah melangkah maju. Memulai curi-curi pandang. 'Apa langsung mendekat? Tapi dia bilang, aku harus membe
ergi ke kamar samping, Jing xi menebak di ujung sana kam
di, tapi memang dari luar suara gemericik air, masih ditangkap telinga. Kesabaran mulai habis, ha
t kelonggaran. Sangat jelas itu milik suaminya. Jangan salah, kamar mandi Xi guan setara dengar kamar tidur Jing xi yang dulu. "Maaf, apakah saya lama
jahnya semakin tertekan. Xi guan meluweskan hati sediki
ia yang menjadi suaminya. Pelan penuh pelan, maju ke depan. Menelan saliva beberap
ir ranjang. Percayalah, bokongnya terasa menduduki kapas, takut sekali duduk di sana. Begitu lambat, Xi guan tidak bisa mentolerir lagi dan me
ra menunduk, memejamkan kedua bola mata. 'Ah! 'Tak aku pikir tatapannya sebegitu mengerikan,' ungkapan hatinya. Mengamat
h perlahan tumbuh di hati. Apa wajahnya begitu mengerikan, yang tidak berani ditatap? Menikahi gadis ini, demi me
an mata Jing xi. Memamerkan hidung mungil dan bibir merah delima, bak menggoda dirinya. Padahal, dia tidak pernah mengg
i. Napas sedikit tersendat, berusaha menstabilkan gugupnya. Entah dari mana, hawa panas menyelimuti tubuhnya. Sementara, rambut belum sepenuhnya kering. A
ah lebih jauh, seolah menepis dinding. Membuat tidak ada pembatas darinya. Mengeksplorasi seluruh daksa Jing xi. Di
uami mana yang tidak menginginkan pasangannya masih polos? Kepuasan melanda Xi guan, dia bermain penuh gembira
a malam yang begitu panjang baru dialami malam ini. Entahlah, tubuhnya bersorak untuk hal itu. Energi terkuras, cuma bisa mendiam sampai mata semakin tertutup dan terpejam.
-
bergeliat. Rasa perih dan lelah menyerang tubuhnya. Malam panas itu, kembali terputar di otak. Kerutan di kening, menghilang disusul rona
bagi oleh Xi guan. Meski sakit di daerah sensitifnya, mencoba bangkit dari ranjang. Setelan piyama biru tua, berserakan di lantai. Mengambil guna sekedar menutupi tubuh putih be
ak mau dilihat orang lain. Ini sungguh memalukan! Tertatih-tatih membawa sprei ke kamar
apa yang harus dikerjakan selepas menikah. Makanya, meminta izin 1 minggu tidak pergi ke
ja. Merasa sedikit bersalah, bangun agak siang. Karena tidak bisa menyiapkan keperluan suami. Pernah searching du
inisiatif melakukan hal kecil ini. Xi guan menaikan alis, menaruh rotinya. "Kau tidak perlu melakukan hal ini," masih sama, sua
di sini hanya sebagai tukaran hutang! Oh, yah! Pastikan, kau har
ngung dengan perkataan Xi guan. Namun, hatinya mencoba berpositi
aa
suk ke mata Jing xi. Air muka yang dikeluarkan, sungguh membuat darah Jing xi membeku. Mereka saling me