sis di depan rumah, siapa gerangan yang mampir. Aku mengintip lewat celah pagar, mengurungkan niat untuk masuk ke dalam. Dilra menyerahkan uang pada pria berkemeja itu. Lalu pria itu menyerahkan sobek
m meminjam uang tan
ng 'kan?" tanyaku. Tatapan Di
a, itu riba!" sentakku kala Pa
raut bersalah sama sekali, malah membalik badan dan berjalan begitu
mah, tahu dosa enggak sih kamu! Boleh kamu pinjam kalau kepepet, aku kerja mati-matian kalau bukan buat kamu." Dilra
Dadanya naik turun, menahan emosi, mata yang mulai memerah semakin menjelaskan semu
karena but
njam, seberapa besar
is pikir. Aku sedikit terkekeh, uan
us ribu kamu p
tri pemilik bengkel mobil besar, pinja
a Dil, bilang b
nggak percaya, ta
Pak Rudi dua ratus ribu buat apa, masih belum cukup juga?" Aku sedikit berteriak
ibumu buka
ng begitu, jelas i
ok-besok enggak usah minta bikin kopi, kal
Lagi pula sedang puasa kenapa juga mala
, maunya
selama ini sabar sama kamu ta
t beli kopi gula, siapa yang minum? Kamu juga 'kan? Masih mendi
minum susu formul
tang ke Pak Rudi, bagian mana yang kamu s
ak
uk istri yang selalu melawan. Dilra tampak mengusap pipinya yang memerah, matanya menatapku nanar tapi tak lama dia mengusap air mata yang mengalir dengan cu
as mint
u sama sekali, pandangannya ke lantai m
anganku di wajah wanita itu. Ada jejak merah berbentuk telapak t
pelan, perlahan sapu di genggamanny
ya." Mata Dilra terlihat berembun, tapi lagi-lagi dia tak m
saja. Aku berniat menghampiri, tapi begitu mengetuk pintu dia seperti sengaja tak ingin ditemui. Pintunya dikunci dari dalam. Aku menyerah sudah diketuk berkali-kali, tetap tak
ke mana dari siang sampai sore belum juga pulang, hingga pukul empat. Aku dengar suara pintu di buka, ada Ibu dan Mia di balik sana. Mereka tampak
wa mereka terdengar riang, tanpa sadar membuatku tersenyum. Akhirnya aku bisa membuatmu bahagia Bu.
il
sudahlah aku menyerah. Aku turun ke bawa
k gugup menyadari kehadiranku. Dia tampak gelisah
dah liat semuanya." Seketika Ibu t
alang senang kalau bi
ggak apa-
malah mengikuti Ibunya. Sementara di dapur Dilra seolah tak peduli sam
tapi alasan Dilra cukup masuk akal kali itu. Dilra dan Ibu hampir selalu beda pendapat sejak dulu bahkan sampai sekarang. Seringnya Dilra mengalah, katanya cuma ingin hidup deng