urat itu. Dan mobil yang dijanjikan sudah b
yang kukenal pun sudah kutanyai. Tapi jawaban mereka sama. Terakhir kontak dengan Mas Ibram dua minggu yang lalu. Itu berart
inya untuk mencari informasi mengenai Mas Ibram. Beliau khawatir terjadi tindak kejahata
sampai Mas Ibram ditemukan dan membe
sama. Berkali-kali juga aku harus kecewa kar
bu dari ruang tamu saat aku sedang meny
tercengang ketika melihat Ibu memegang sebuah amplop
itu pasti surat
l membaca surat itu. Matanya melotot melih
matung tak tahu h
ak Ibu padaku. Matanya merah, entah marah entah sedih.
juga bingung,
jika anak kesayangannya dicerai
ni surat undangan sidang mediasinya.
h mengepal. Ia pasti kec
an kamu?" tanya Ayah datar. Namun dapat kuliha
a masalah ap
uma main-main?"
dan Ibu. Ayah memarahiku habis-habisan. Untung Mas Ibram datang menenangkan. Memang sejak dahulu Mas Ibram
lah apa sampai Ibram
ar mendengar t
ng," ujarku sambil terisak. Ibu men
. Barangkali memang masalahnya ad
ak tahu balas budi anak itu!" Ayah melempar surat d
*
daan Mas Ibram. Namun, tak a
ku berbunyi. Sebuah pesan di aplikasi hijau. Aku mengereny
ukup ramai. Jika kuperhatikan tempat itu seperti sebuah bandara. Kuperhatikan foto itu lebih detil. Ada
aku pernah bertemu dengannya bersama Mas Ibram. Namu
ia seumuran denganku dan Mas Ibram. Tapi,
wanita itu. Namun, pose mereka saat foto ini diambil t
us mencari tahu agar dapa