Mas Ari masih di tempat semul
ju pintu yang langsung ter
unci. Mungkin Mbok
ontak berhenti tepat di keramik pembatas antara pintu dan teras. Cepat aku menoleh ke s
takutnya Mbok Darmi lupa. Maklum, Pak. Sekarang banyak maling." alibiku meyakinkan. Untung saja, t
itu. Aku mengangguk dan menyunggingkan senyuman. Tanpa curiga terhadapku, Pak Slam
empat tertahan. Menghun
Ari di mall tadi. Mungkin benda itu amat penting sekali
tengah berjalan dari arah dapur seke
tu garasi, Nya
kenapa 'kan?" kutanyakan hal itu. Ta
empat ke toilet. Setelah itu ke lua
k Darmi mengangguk. Lantas aku kemba
encari surat itu. Nihil, benda yang kuharapkan tak kunjung kutemukan. Bahka
tak ada hasilnya sama sekali. Apakah aku harus teran
ting adalah. Aku harus segera membalik nama rumah, perusahaa
la, Mas Ari sudah membelikan mamanya Rumah, mobil, dan sebuah toko sembako untuk sumber penghasilan. Tak hanya itu, Mas Ari juga setiap bulan memberi jatah uang pada orang tua juga
u. Mendingan aku amankan saja surat ruma
set sudah berada di tanganku termasuk surat kendaraan mobil kesayangan Mas Ari. Aku jadi terpikir, bagaimana jika sandi
ku. Dan kuncinya hanya ada padaku sekarang. Bahka
rah body, pikiranku pun ikut-ikutan gerah. Lebih baik aku mandi saja se
a belum pulang. Baiklah, akan ada kejutan
ras dengan warna kulitku yang putih bening. Wajah ini kupoles dengan make u
andakan Mas Ari sudah pulang. Bagaimana r
n cermin di meja riasku. Mas Ari datang mendekat, set
nyisir rambut hany
eduh itu memelukk
nih, junior berontak." bisiknya di ceruk
annya. Namun kutahan, agar ia tersiksa
ku mencoba melepaskan kedua tan
rengeknya manja. Bak anak keci
di dulu ya," uraiku lembut
ah aku mandi." perlahan ia melepas kedua t
giannya dengan s
mbali merengek seusai melangsungkan ritual mandinya. "kamu kok ganti baju? Mana linge
. Maaf banget ya," tukasku lalu mengerjapkan
rdengar syok. "argh! kenapa k
awabku kembali membuka mata. Mas Ari tak menjawab lagi. Ia
ecil buat kamu. Belum kejutan manis ya
n ia memilih memunggungiku. Aku tahu, seberapa besar rasa kecewanya terhadapku dan kejadian tadi. Namun, it
, Mas Ari berpamitan padaku. Ia bilang akan pergi ke kantor. Ini kesemp
a dan menciumnya lekat. Lelaki berpakaian rapi ini
Ia memundurkan tubuhnya dan perlah
Sebelum ia masuk mobil, Mas Ari melambaikan tan
aru akhir-akhir ini kuketauhi. Meski berat, secepatnya ia harus memilih, antara mengakhiri hubungan ini atau melanjutkan semua. Tapi, kurasa ... hatiku akan menolak.
Slamet memasuki halaman rumah ini. Lelaki paruh baya itu mengenakan
a ramah seusai mele
engkung sabit. "loh, kok, Pak Slamet ke sini? M
i, sekarang." tak salah lagi. Bila memang Mas Ari sengaja mengekangk
ak. Saya mas
ngatakan kalimat itu. Jadi makin sulit, dengan keberadaannya di sini. Mana bisa aku mengurus surat itu kalau
yuti beragam pertanyaan dan pening memikirkan cara un
h dia obat t
uriga lagi. Karena tiba-tiba mengantuk
arus serumit ini sih? Padahal ini kan rumahku sendiri. Te
esan taksi online saja. Dengan begitu, Pak Slamet
ewat pintu depan yang Pak S
tuk memanggil Pak Slamet ke belakang. De
Sekarang aku tengah mencari keberadaan Mbok Darm
ngan tangan melambai pada Mbok Darmi yang
Mbok Darmi datang meng
uh dia mengeluarkan semua barang-barang ya
." Mbok Darmi m
k." pintaku. Lagi
nggang ke kamar untuk mengambil tas yang berisi surat
lihat sekeliling. Ternyata Pak Slamet sudah diajak Mbok Darmi ke gudang yang
remote. Taksi online yang kupes
setelah mendudukan bob
ak?" tanya s
cara. Jika aku mengurusi surat ini sendiri, akan memakan waktu lumayan lama. Jadi, l
i mobil Mas Ari. Karena STNK-nya dipegang oleh Mas Ari. Jadi aku tidak bisa membalik
mu dalam bahaya." mataku sontak melebar mendengar perbincangan Pak S
a antara Marisa
intu pagar. Reflek mengatupkan mulut m