berkedip terbuka dengan pandangan kabur karena mengantuk, hanya
ali diam-diam, kehadirannya ditanda
an ciuman yang sangat dominan, mema
dada Sophia, dan secara refle
uh, terdengar dalam dan menggoda, mengan
ng, terperangkap dalam pergulatan
rnikahan mereka yang kedua-dan dia bertekad
mejamkan mata, membiarkan dir
a alkohol, berputar di sekelilingnya dan men
at dia melihatnya menyerah, tindakannya m
ia tersentak pelan, permohonannya dipenuhi dengan kerapuhan y
. Bunyi dering ponsel yang nyaring mengiris ketegangan yang p
ID penelepon. Dia bangkit dan mulai berpakaian, gerakan-gerakannya sama sekali t
engandung campuran kebingungan dan kekhawatiran saat
santai dan meremehkan, seolah-olah
pi
ar lembut namun cuek. Dia mencondongkan tubuh ke depan, bibirn
ng sedikit pun, dia mel
oknya yang menjauh, jantungn
diri bahwa itu pasti keada
da ketidaksenangan apa pun bisa m
bih dari satu dekade, dan menjadi istrinya adalah
ali ke tempat tidur, tangannya bersandar lembut di perutn
eninggalkan kita sendirian. Tol
u ponselnya bergetar karena ada berita
Bandara Larut Malam, Diduga
asuk terminal pribadi bandara, mengenakan setelan jas hitam. Dia berdiri d
kehangatan lembut yang belum p
ntungnya berdebar kencang di dadanya, sensa
tenangannya. Sambil berpegangan erat pada secercah har, wajah yang dikenalnya me
apat dilupakan Nathan ternyat
tubuh Sophia, kesedihan mendalam
igi, dengan kuat me
ikahannya dimulai terlalu menya
han tengah merencanakan masa depan merek
gat membutuhkan istri yang patuh, Sophia, yang dikenal karena pengabdiannya yang tak tergoyahkan
rut, diliputi perasaan tidak berharga, seolah-olah kebahagiaan
arin ketika dia meng
ulan lalu. Nathan terhuyung-huyung pulang, bau alkohol menguasai tubuhnya se
tu kini berpuncak
pastian tentang bagaimana cara men
han akan menu
tahu bahwa dia bukanlah wan
kirannya yang cemas, lamunannya diputus oleh
a itu suda
l tipis ke bahunya, dan be
daru, teman Nathan, mencapai telinganya. "Apakah kamu b
n jantungnya be
benar telah menghabiska
aranya terdengar koson
apa-apa bagimu, 'kan?" Suara Arif terdengar melembut karena khawatir. "Dia sungguh luar biasa, lho. Jika kamu gagal meli
eolah-olah sedang membicarakan sesuatu yang remeh. "Jika kamu begitu terpesona padanya, mungkin
pnya? Saat kesadaran pahit ini menyadarkan Sophia, setetes air mata
u tidak pernah benar
uatu yang tidak berarti, bisa dengan m
menjalar ke sel
ia berlari menuju taman, j
n wajahnya di lututnya, air matany
hari pertama dia bertemu Nat
s, lahir dari keluarga terpandang, dengan m
n akibat kejatuhan keluarganya, telah m
ang pelindung, kata-katanya bagaikan peris
sebut telah menjadi pen