menikmati sarapan paginya yang sederhana dengan roti panggang, selai kacang, serta segelas susu hangat. Sandra men
ngan setengah tergesa, ia bangkit dari kursinya. Tanpa sempat berpikir panjang, ia b
eorang pria yang wajahnya suda
a tidur nyenyak karena terus memikirkan tentang tubuhnya. Kali ini, pria itu ada dihadap
ajahnya yang bersih dengan garis tegas memancarkan ketenangan, dan matanya yang
menuntutku karena aku sudah mengintipnya? Matilah aku' batin Sandra gemetar.
atanya sambil menahan tawa. "Tapi... kamu
ada selai kacang yang masih tersisa. Wajahnya langsung memerah, malu bukan main. Ia buru-bur
tunggu," katanya sambil mengangkat tangannya. Sebelum Sandra sempat bereaksi, Arif mengeluarka
perti itu hanya bisa membeku di t
pintu dan menghilang d
ranya sedikit bergetar. Ia ingin terlihat santai, t
bih lembut. Dia menyimpan sapu tanga
," katanya, nadany
ini kemarin." Lanjutnya dengan
yelinap ke dalam dirinya. Ia mencoba menenangkan dir
bata, suaranya terdengar sedik
kipun Sandra jelas-jelas gugup. Senyumnya j
nada bicaranya hangat seperti sed
irnya. Ia mencoba membalas seny
njutnya lagi masi
m, seolah bisa membaca apa yang ada di pikirannya. Tatapan itu membuat
n ragu untuk bilang, ya." Ucapnya sembari mengeluarkan secarik kertas kecil dari saku
sedikit gemetar, masih belum se
awab Sandra cepat. "
l di sudut bibirnya. "Baiklah, aku tidak ingin m
lik dan melangkah pergi. Ketika pintu akhirnya ia tutup, Sandra masih merasakan jantungnya berdetak kencang. Ada sesua
***
ke kejadian tadi. Sentuhan lembut saputangan Arif, senyum ramahnya, dan cara dia terkekeh, semua itu meninggalk
ya sendiri, merasa aneh karena begitu tergoda untuk mem
iiringi dengan bel. Sandra mengernyit, berjalan ke arah pintu dengan sedikit rasa penasaran. K
enyum. "Aku baru sadar, aku membawa beberap
a membuatnya merasa seperti sedang berada di sebua
saja ini ucapan terima kasih karena
"Terima kasih. Tapi sebenarnya aku nggak melaku
rkekeh. "Itu
yang baru dikenalnya, Sandra akhirnya membuka pintu lebi
sebelum mengangguk. "Tentu,
yang baik. Ia mendengarkan dengan penuh perhatian saat Sandra bercerita tentang lingkungan tempat tinggal itu, bagaimana ia tin
un hangat. "Pindah ke tempat baru itu tidak perna
ndah?" tanya Sa
l baru. Kadang hidup membawa kit
atu di balik senyum Arif yang membuatnya ingin t
rubah menjadi tawa kecil, dan suasana yang awalnya canggung perlahan mencair.
n waktunya," kata Arif saa
donatnya," balas San
n tatapan yang sulit diartikan. "Aku senang
at di dadanya. Ia tahu, pertemuan ini adalah awal dari sesuatu yang tidak
***
e Co