hnya. Cahaya matahari pagi yang menerobos melalui celah tirai memb
n kembali, ia merasakan sesuatu
mengerang pelan. Di sekujur tubuhnya, setiap inci terdapat bercak
yang hampir tumpah saat pikirannya memutar
ap bercak merah samar di seprai, tubuhnya membeku. Seketika itu juga, jantungnya ber
," gumamnya lirih, penu
tuk pria itu. Mahkotanya, sesuatu yang selalu ia selama dua puluh tahun lebi
alir dari pancuran tak mampu menghapus rasa sakit yang menyesakkan dadanya sendiri-pucat, matanya menyi
kamar, suara langkah berat Lorenzo terdengar semakin dekat. Isabella menga
awa secangkir kopi di tangannya. Pria itu tampak sama sekali t
katanya dengan nada
Lorenzo tanpa ekspresi. "Tentu saja.
abella. "Aku tak suka mendengar nada itu, Bella," ujarnya sambil m
n," balas Isabella, suaranya mulai bergetar.
sudah memperingatkanmu sebelumnya. Kau tahu apa yang akan
an diri agar tidak menyerang pria itu. "Kau benar-benar monster, Lorenzo
mereka. Tatapan tajamnya menelusuri wajah Isabella. "Aku tidak pedul
n nada sinis. "Aku bukan barang
au berada di rumahku, di bawah perlindungan
dalam hatinya, ia merasa takut. Lorenzo bukan pria biasa, d
k tinggal di sini," ucap Isabella sambil b
arik lengannya dengan kuat. Isabella terkejut, tapi
da dingin, tapi ada intensitas dalam matanya yang membuat Isabella
diri dari cengkeraman Lorenzo. "Aku bukan tawananmu,
bersentuhan. "Aku bisa, dan aku akan melakukannya.
a memutuskan untuk menahan diri, setidaknya untuk saat ini. Ia menatap Lorenz
an ekspresi yang sulit diartikan. Setelah beberapa detik, ia melan
engan pikirannya yang berantakan. Isabella duduk di tepi ranjang, menatap
pelan, suaranya penuh tekad. "Aku akan me
di atas kasur hingga matanya berat dan kepalanya pusing. Tanpa
jam ber
ti mengiris kulit. Nyeri di pangkal pahanya mengingatkannya pada apa yang
erus berputar, dipenuhi oleh satu tujuan-lari dari
ergerak menuju pintu, berusaha secepat mungk
gi. Tempat ini tidak lagi terasa seperti rumah, melain
lemah, ia tetap bertekad untuk melompat dan melarikan diri sejauh mungkin.
, kemudian melompat dari pagar, tubuhnya terjatuh denga
antungnya sendiri yang keras dan cepat, sebuah s
abe
enuh tekanan. Jantung Isabella hampir copo
an pakaian hitamnya yang rapi, berdiri dengan tenang di luar pagar, memegang sebatang rokok yang me
bisa dia
m itu seharusnya ad
sini?" Isabella berbisik,
mengawasi setiap gerakanmu?" jawabnya, suaranya rendah, seolah-olah ia sedang berbicara dengan seseorang yang t