ya bermain bola. Dia mengenakan kemeja biru muda yang sedikit kebesaran, rambutnya rapi meski tampak sedikit beran
ceria, memecah keheningan. "Kenapa k
pala. "Aku lagi ada i
-kata. Kenapa tidak coba main bola saja?" Rudi ber
h suka bermain dengan kata-kata. Lagipula,
mata, penasaran.
nya, wajahnya memerah.
?" Rudi menatapnya dengan
api aku tidak tahu bagaimana mengungkapk
cil? Kamu harus berani! Ay
g. "Tidak, aku masih belum siap. Apa p
dan jatuh cinta padamu!" Rudi terse
pis rasa gugupnya. "Mungkin... tap
an menertawakan puisi! Dia baik hat
anannya mulai menulis, "Sari, cahaya pagi yang menyinari hariku..." I
ri sedang berjalan menuju lapangan dengan senyuman ceria, rambutny
lis puisi lagi?" Sari berta
memerah. "Iya... hanya
tahu tentang apa?" Sari m
inar. "Eh, ini tentang... tentang keindahan...
tidak sabar untuk mendengarnya
rat. "Mungkin... mungkin besok, saat tugas kel
erbalik, melanjutkan langkahnya, men
, kesempatanmu! Kamu ha
atu dalam jiwanya. Dia tahu, besok akan menjadi hari yang menentukan. Dengan semang
sunyi, benih rindu mulai tumbuh dalam
kirkan puisi yang telah ditulisnya. Kata-kata dalam puisi itu terasa hidup, tetapi bayangan teman-te
" katanya pelan.
h ke kelas dengan perasaan berdebar, melihat teman-temannya b
siap?" Rudi be
ka bukunya, melihat kembali puisi yang ditulisnya. Setiap kata menggambarkan perasaannya yang m
hati berdebar. Teman-teman sekelasnya mulai be
akan mendengarkan puisi dari
panggung pertunjukan, semua mata mengawasinya. Jantungnya
ntang seseorang yang sangat spesial bagi
di belakang, Budi menarik napas dalam-d
lai m
pagi yang meny
ai embun yang m
awa dan
odi indah d
teman sekelasnya tertawa pelan, tetapi i
dunia ter
membawa ha
p kata yang
tar, mencintai
t wajahnya, melihat ekspresi teman-temannya. Dan ketika matanya berjumpa de
ari berteriak, dan beberapa tema
ka bahwa puisi itu akan mendapatkan respon posi
isa!" Rudi berbisik saat semu
siswa baru yang tampak sedikit sombong, berdiri dan berkomentar, "Tapi i
i. Tapi sebelum ia bisa merespons, Sari berdiri. "Tunggu, Anton! Budi be
Sari membela dirinya, dan hati
semua orang punya keberanian untuk mengeks
k peduli. Sari menatapnya dengan senyuman, da
teman mulai berkumpul di sekeliling Bud
at! Harus sering-sering baca p
anya," Budi menjawa
ekat. "Aku sangat suka puisimu, Budi
ah. "Terima kasih, Sari. I
tidak hanya tumbuh untuk puisi, tetapi juga untuk Sari. Sepertinya, langkah pertama tel
ambu