isma, teman pemaksa supaya aku menjenguk bayinya yang sudah memasuki usia dua bulan. Jalanan mul
menggeram kecil. Ya ampun, kenapa bisa lupa begini. Mau putar balik percuma. Ma
ginjak pedal gas sambil mengamb
dirinya akan beli kado sebentar. Kemudian pulang ke
s yang tiba-tiba gatal. Lupa, aku gak ingat anak Bism
u dengan mengambil baju sepaket warna putih. Enggak lupa beli topi juga sel
a terburu-buru. Takutnya macet, nanti Yana tambah marah. Karena tidak memperhati
yang aku bisa. Soalnya gawat darurat.
guna memastikan apakah penglihatannya nggak salah, "Benar kok. Dia Yana sama ... Kiran?" Kedua kakiku melangkah lebar ke sana.
ak berselang lama, Kiran menghampiriku dengan Yana tiba-tiba ce
h ja
h
lang. Nih, baru saja beli kado buat Dedek bayi temannya Ayah," ujark
Yana kecil, Kiran emang selalu dekat bersama anakku itu. Jadi gak aneh, Kiran pulang dari
aru deh tadi siang ke rumah Mas," tutur Kiran
nnya serta berceletuk dengan mataku mengar
rtanya ada apa, "biasa, anaknya Mas kanibal. Gigit tangan gue anj... " ak
nsel Mas gak bisa dihubungi," aku tahu Kiran sedang
n menyodork
mualaikum, Mi?" Terdengar hel
, telepon berkali-kali, nggak ada tu
esaat, "Ponsel Sena l
a anak temannya Mami. Tenang saja, biayanya sudah Mami urus
u
Yana yang lagi ngambek. Ini bertambah pula atas perinta