mi sudah menyuruhku ke tempat restoran jam tujuh malam. Dan sekarang pukul? Setengah
r. Si Adik sableng duduk menemani Yana yang tertidur di kursi penumpang. Merek
satu sama lain dengan sebutan gue-lo. Namun A
ar, calon istri lu polos plus pendiam," cetusnya. Aku geleng-geleng kepala tak perca
kagak kena ke muka anak lu, Ma
rupanya sampai Mami kukuh menjodohkan aku dengan dia. Gini-gini aku seleksi perihal pasangan hidup. Harus glowing, kuru
kebangun. Alamat gak bisa per
apa? Sok tau ih, Yana," usilku seraya mencolek dagunya. Gercep aku membukakan pintu mob
akan pintunya. Adikku mendengkus sebal. Sudah biasa, cuekin. Nanti
tahuan pergi--kalau Yana mau menonton televisi di ruang keluarga. Lewat pintu belakang ya s
*
isal diri ini mau keluar sebentar. Yaki
utup. Ingin menikmati angin pada malam hari yang katany
mpai di restoran sekitar dua puluh menitan. Lumayan ja
agus. Itu penilaianku meski belum mencicipi menu makanan di restoran reservasi atas Mami Ria. Nomo
ukan meja serta di sana su
emaja. What the---Mami seriusan mau jodohin dirinya dengan anak
akan mau loncat keluar beserta isi-isinya. Ak
lku pelan. Sepertinya dia mende
ahan, aku dudu
, seberapa seram coba tampangku in
ernah bertemu, "Sebentar," cegatku. Disimak penuh ketelitian, aku menjen
ku enggak ad
rt
udahiku menatap dia terus-
msalam, k
gan tidak sopan menyela ucapanku, "A
g gih, Mas. Yana pengin ketemu lu sekarang juga. U
r
ndengar suara pecahan m
anjak keluar dari restoran hingga mening