img Di Sudut Memori  /  Bab 3 Kekhawatiran Citra | 12.50%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 3 Kekhawatiran Citra

Jumlah Kata:1634    |    Dirilis Pada: 17/10/2024

lan burung terbang di langit pun terdengar hingga membuat decakan kagum dariku. Berulang kali

nyakan kenapa lama sekali pergi. Dari pagi keluar rumah dan baru sekarang sampai. Tadi, sepulangnya bertemu D

ita buruk dari Dwiyan. Atau, alasan yang kukatakan kepada ibu. Kalau aku bertemu dengannya. Yanti merupakan saha

anyaan barusan kembali menyadarkanku. Ibu berdiri

gan guratan keriput di dekat mata. Baru sekarang kusadari kalau ibu

tempat tidur dan menghampiri ibu y

tidak sedang menelepon Dwiyan atau menceritakan kabarnya kepada teman-

ut wajah curiga. Aku saja sampai berpikir keras untuk m

ersit rasa bersalah masih menghinggapi rongga dada. Aku merasa tidak enak karena berbohong lagi. Tapi, kuhara

lum merapikan tas dan menyembunyikan ponsel dengan mengatur mode hening.

ar, Citra harus m

erantakan di atas tempat tidurku. Kudengar langkah kaki mendekat. Lalu, buru-buru kumasukkan tas

mencoba untuk mengalihkan perhatian. Karena takut ibu menanyakan keber

baik. Karena setiap kali kabar buruk akan kudengar, selalu saja ibu melakukan hal serupa. Kalau mengenai masalah pekerjaan. Aku

ut kalau aku menjadi kepikiran. Meski pun begitu tetap saja tidak bisa membuatku merasa nyaman. Aku jadi berpikir kalau

ih. Citra juga l

ja di tempat

ya. Bahkan, tanpa menanyakan pun aku bersedi

tanyaku penuh kebingungan melihat

MK. Dan lapangan pekerjaan yang tersedia untuk lulusan sepertiku bisa dibilang sangat sedikit. Lulusan sarjana juga cukup

njelaskan detail lowongan pekerjaan yang dikatakan barusan. "Se

ku. Hal paling aku takuti adalah harus berhadapan dengan banyak sekali oran

Berulang kali aku bertanya kepada ibu dan selalu mendapat jawaban sama. Kalau aku

idak yak

gung harus menjelaskan bagaimana. Kalau menjelaskan tidak menyukai keramaian sudah pasti ibu marah. Jadinya

aja. Saat mendongak, aku melihat pintu kamar tertutup dan raut wajah ibu yang menautkan kedua alis. Ada ketegasan

kedua tangan di depan dada. "Kenapa tidak yakin? Padahal

ak bekerja. Pekerjaan apa saja, asalkan tidak berinteraksi dengan terlalu banyak orang. Mungkin terdengar tidak masuk akal. Tapi, memang itu alasannya. Sela

i untuk tersenyum ramah terasa sangat sulit," jelasku sebisa mungkin. Menjelaskan ap

sebaris kalimat pun keluar. Dan, membiarkan suasana tidak nyaman masih terus berlanjut. Kadang terpikirkan untuk menjabarkan semua yang kurasakan.

au sampai menolak untuk bekerja. Memangnya pekerjaan apa yang bisa dilakukan lulusan SMK

g menetes di kedua telapak tangan yang kugenggam erat. Bahkan sampai terasa menyakitkan. Selama ini aku selalu menurut. Tid

tap ke depan. Tidak ada niatan untuk membujukku atau menghibur. Bahkan, ak

n begini? Aku hanya ingin orangtuaku paham. Kalau aku mempunyai kek

Citra mohon.." jaw

. Bahkan, sekarang jauh terasa lebih berat. Untuk satu kali ini saja. Aku ingin Ibu meng

lu kan kalau sampai bertemu temanmu? Bukan karena takut

anku seperti ini. Sudah belasan kali aku dimarahi karena

u kan kebiasaan Citra dari kecil. Kenapa sekarang berbeda?" tanyaku keberatan. Aku sudah menanyakannya. Bagai

yang baru dikenal. Apalagi kalau sampai harus mengajak ngobrol. Aku belum punya keberani

u. Padahal, kamu yang tidak berusaha untuk melawan ketakutanmu," jelas Ibu panjang leb

Belajar memasak di saat anak-anak seusiaku seharusnya bermain-main. Di umurku yang kesebelas. Ibu mengajarkan me

ya. Karena aku adalah anak pertama. Apalagi perempuan. Adik keduaku lebih suka bermain

k lainnya. Dan, aku juga tidak tahu alasannya. Aku hanya membenci berada di keramaian. Terasa as

ang menetes. Kadang, banyak sekali pemikiran kalau mungkin saja aku bukanlah anak mereka. Seandainya aku memang anak kandung dar

h suatu ketika, karena malu diledek oleh teman sekelas hanya berdiam di rumah. Aku memutusk

sa duduk di bangku penonton. Untuk sekali saja, aku berharap ibu bisa merasakan segala ketakutanku ini. Hingg

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY