ah-olah ada beban berat yang menekan setiap langkahku. Setiap kali pandangan kami bertemu, aku buru-buru pergi,
tkan, seakan-akan dia mengawasi setiap langkah dan gerak-gerikku dengan penuh obsesi. Ketika aku berusaha melarikan dir
ya mengikutiku. Pandangan Aldi yang penuh obsesi membuatku semakin takut dan gelisah. Aku meras
untuk segera mengunci diri di dalam kamar. "Mungkin di sini aku akan merasa sedikit lebih
biarkan dia mendekatiku lagi," doaku dalam hati, berharap keajaiban bisa melindungiku dari monster
mah ini?" pikiranku terus berkecamuk. Aku merasa bingung dan tak
kipun ketakutan dan trauma masih menghantuiku. "Aku harus segera mencari sol
rnah aku sayang tumbuh menjadi sosok yang menakutkan seperti ini?" renungku dengan air mata yang kembali meng﹏﹏﹏﹏﹏
gemetar, memikirkan pengalaman traumatis yang baru saja kualami dan bayangan Aldi yang seolah tidak pernah meninggalkanku. Dalam kebuntu
nan untuk segera mengakhiri situasi yang mencekam ini, aku teringat bahwa pindah kembali ke rumah mertuaku mungkin adalah solusi terba
nangkan diri dengan menarik napas dalam-dalam sebelum menekan nomor suamiku. Sambil menunggu dering terdengar, berbagai pidengan suara bergetar beg
. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Bisak
dengan kakakmu. Kamu tahu kan, ibu tidak setuju den
ebih lama lagi," kataku dengan suara bergetar. "Aku mohon
yang, ini semua demi kebaikan kita. Aku janji masalah i
lit. "Tolong mengerti, Mas. Aku benar-benar tidak bisa di
i sana yang tidak kamu ceritakan p