mutuskan untuk tidak pergi ke sekolah dulu. Ia membuatkan adiknya sarapan. Lalu membersihkan rumah dan mencuci serta
ajahnya tampak begitu lelah. Dan, saat ia menatap Kart
u marah," kata Kartika pada Agung adiknya. Namun, belum sempat
aju-bajumu, lalu ikut Ibu!" p
bu?" tanya Karti
k tanya, cepat!"
nya itu. Dengan gerakan cepat, Sulastri menyambar tas jinjing dan mengisinya den
minah, dengar?!" kata Sulastri pada Agung. Agung hanya
t kesakitan. Sulastri menyetop taksi yang kebetulan lewat dan langsung mendorong Kartika untuk cepat m
pun langsung menarik tangan Kartika dan menyeretnya
tak lama setelah memencet bel, seorang wanita cantik
ihnya dan berpaling pada Kartika. "Kau tinggal di sini dan menurut kepada tante Sania," kata Sulastri datar. Belum lagi sempat Kartika berkata-kata tangannya s
risi pakaiannya. Ia tampak sedikit ketakutan, bagaimana ti
usiamu?" tanya Sania sambil
a 16 tahun, tante," jaw
menurut kepadaku. Asal kau tau saja, aku baru saja membelimu sebesar 50 juta rupiah dari I
ntu di rumah ini, Tante?" t
Tapi, bagus itu artinya Sulastri tidak berdusta. Jadi, aku bisa m
enghampiri mereka, "Ada apa sih, Mamiih? Teriak-
mess. Aku baru membayarnya 50 juta, jadi kau buat dia cantik," kata Sania.
al di poles dikit udah pasti langsung bersinar kaya bintang, e
angat cantik, namun bagi Kartika pakaian- pakaian itu begitu terbuka dan terlalu seksi. Dengan cepat, Teti mendudukkan Kartika di kursi,lalu ia mengambil alat- alat
an satin berwarna hitam dengan kerah Cheongsam. Dress itu sebenar
anya. Kartika dengan gu
gus sekali. Ini b
masa akikah yang pake?
ya di mana?"
dengan sekali tarik ia merobek pakaian yang K
oleh Teti. Melihat penampilan Kartika, Teti langsung bertepuk tangan. Tak lupa Te
t penampilan baru Kartika, Sania yang sedang bicara dengan sese
kan kerjaan eik
ar, ini nomor kamarnya. Inget di tunggu di lobby. Sekalian, ambil bayarannya. Inget hany
leh Sania bukanlah sesuatu yang baik. Perlahan
dan begini?" tanya Kartika lirih. Sania tertawa terbahak-bahak. "Kamu ini polos, benar-benar polos ya. Ap
t Ibu pulang beliau hanya menyuruh saya untuk mengema
k anak cantik, Ibumu sudah menjualmu kepadaku. Untuk apa? Untuk aku jadikan s
enjualnya. Air mata Kartika menetes seketika. Ia merasa lemas seperti tidak bertulang. Sania menyeringai, "Tidak perlu menangis, yang perlu kau lak