Muncul
urnama
secara monoton metode yang diperintahkan sang ayah namun hal itu tidak menurunkan minatnya dalam berlatih. Bahkan tanpa
un Ce yang mengajarkan Tian Fan praktek dasar mengenai pengobatan, tanaman obat, akupuntur, meramu obat
s dan dapat menerima pembelajaran dengan cepat, ia tekun
puluhan tahun telah seluruhnya kubagikan padamu. Mengajarimu benar benar membuatku merasa sangat tua sekali.
an daya tangkap Tian Fan yang cepat benar benar
mua tak bisa dibandingkan dengan tabib yang telah berpengalaman puluhan t
. " Entah aku harus menangis atau tertawa mendengar penuturanmu itu anak muda, yang jelas aku iri dengan kemampuanmu, aku
nkan tuan muda untuk memperbanyak pengalaman, karena ilmu yang didapat tidak akan berguna jika tidak diamal
rmatan pada Sun Ce. " Perintah guru akan murid ini lakukan, yakinlah, aku
n di hatinya. Sun Ce menepuk kedua pundak Tian Fan dengan mantap,ia menatap matanya dalam dengan penuh pengharapan. " Tuan muda, tetaplah menjadi padi, semakin berisi maka akan s
ta kata sang guru, ia akan menjadikan hal tersebut sebagai prinsip dan jalan hidupnya. "
m akupuntur perak terselip di dalamnya, benda lainnya yang ada di tangan Tian Fan adalah sebuah kotak kayu persegi panjang dimana didalamnya terdapat pisau tipis yan
harus memberikan hadiah pada muridku. Ini adalah alat yang kugunakan yang telah menemanik
gat senang jika alat ini berguna dan d
yang diberikan Sun Ce padanya jelas seba
kan dengan melatih teknik pertempuran dari kitab kitab yang sebelumnya pernah ia baca. Teknik pertempuran jarak pendek,pukulan, tendangan, teknik berpedang
r
ar berat, keringat mengucur deras dari seluruh tubuhnya dimana hal it
rlelap dalam tidurnya
sekelilingnya. "Tempat ini lagi!" sergahnya dengan terkejut, menatap keberadaannya yang terpe
yang tak asing lagi baginya. Jantungnya berdebar kencang saat menyadari siapa di hadapannya. Dalam jarak sepuluh meter, gadis muda yang mempesona itu kembali munc
bukan mimpi. "Ehhh," keluh Tian Fan, merasa mencelos karena nyatanya tubuhnya kini tembus pand
buka matanya. Gadis tersebut menatapnya dengan sorot mata yang lirih, penuh arti. Langkah Tian Fan mendekati sang gadis
rdiri. Dia segera menyadari bahwa itu adalah telepati, namun perasaan cemas dan terkejut begitu kuat menguasainya. Mencoba menenangkan diri, Tian Fan berusaha beradaptasi dengan pengalaman per
hwa dia tidak berarti apa-apa di dunia ini. Tubuhnya bergetar halus akibat kep
memberanikan diri untuk mengajukan pertanyaan. "Nona, siapa kau? Kenapa kau terpasung di sana? Lalu bag
rimu sendiri?" balasnya lewat telepati. Ia melanjutkan, "Namaku Dian Ning, yang kau lihat sekarang adalah rohku. Aku sebelumnya terpasung di dalam batu berlian biru, berkat dar
dengan mulut ternganga setelah men
a biasa. Tapi, jika kau berhasil membuka dantianmu, mungkin kau
is. Yang perlu kau tahu, tak perlu takut padaku; aku bersumpah untuk itu!" ujar Dian Ning serius sambil menatap dalam-dalam ke mata Tian Fa
uak, menusuk mata Tian Fan, memaksanya untu
i menjadi semakin mencekam. Dalam keadaan terduduk, Tian Fan merenung, berusaha mengatur
semakin berpikir keras untuk membongkar misteri yang ada di dalam dirinya. Menggenggam kepalanya yang sakit, Tian Fan mendesis, "Han