alam terjatuh dan pingsan ketika hendak menyebutkan nama mertuanya.
tahu abinya tahu sesuatu, dan oleh ka
n menelponku! Cepat periksa kamar Us
pa yang harus
memastikan sendiri apa yang dicarinya. Tetapi dia memilki begitu banya
i, tiba-tiba dia ingat, kalau dia haru
Bi?" tanya Haki
l Ikh
sh. Nurul Ikhlash yang tadinya hendak ikut meruqyah Salam pun akhirnya menying
sien yang datang ke pesantren ruqyah dan menca
rtanyaan Fiki, secara tidak sadar dia men
ang katanya akan menyampaikan
Ikhlash sudah mencar
tidak sadar. Fiki mendengus. Dia suda
. Ngomong, Mas!" seru Fi
mar Rahmat Salam. Kami memakai sarung tangan dan
ua orang paham seperti apa hal ya
im ikut memeriksa,
engan pertanyaan Fiki karena Fiki mengangg
ku lupa," jawab Nurul Ikhlash sambil menahan kesabarannya. Fiki nyaris
keberatan, tolong berikan HPnya pad
nya kuat-kuat. Dia berusaha sekuat
u menuduh kami tidak kompeten, kan?" gerutu Nurul Ikhlash deng
benda yang mencurigakan, padahal biasanya yang mencurigakan itu seharusnya adalah benda yang terlihat wajar dan hanya sedikit aneh. Biasanya orang akan mengatakan : 'lo, kok ada
kan buku di meja ustadz itu bisa jadi adalah ha
ia tahu sepupun
sepertinya tidak terlalu peduli dengan apapun yang dikatakannya tadi. Bagi Fiki yang penting adalah petunjuk dalam kasus ini, sehingga kasus ini bisa diselesaikan dengan baik. Fiki jarang memperhatikan bagai
tidak peduli dengan apa yang terjadi di sini. Nurul Ikhlash mendengus dan dia
binya dan mencatat semua yang dikatakan abinya di telepon. Kemudian Hakim segera p
*
atau apapun dari dalam kamar anaknya. Aneh sekali. Biasanya Alika anak yang rajin dan akan memba
atir anak
l Maya dari luar kamar Ali
asih henin
sa takut. Saat ini dia di rumah sendirian. Naim sedang ikut meruqyah sepertinya, dua anaknya
gan, setelah itu Alika mandi, mencuci bajunya dan sarapan. Semua dilakukan dalam keheningan, padahal biasanya Alika akan bercerita pa
as keluar rumahnya untuk mencari bantuan. Beberapa orang segera membantu Maya, yang akhirnya menang
Naim. Wajahnya jelas
dalam bisikan. Dia tidak bisa menahan i
tang Alika perlahan mulai muncul kembali. Tadi sebenarnya Naim merasa A
kalimatnya. Dia menangis lagi. Naim mengembuskan napas panjang. Se
bak Alika pergi, njih, Ust?" tanya seseorang pada
obrak pintu kamar Alika. Pintu itu terbuka dengan mudah. Dan ... kamar Alika kosong. Tidak nampak ada seseora
ri belakang. Semua menoleh dan melih
angannya yang sudah menggunakan sarung tangan karet dan mengangguk pada Hakim. Hakim segera menerima jam tangan itu dan memeriksanya dengan teliti. Hak
h Tre
*
rim yang bernama Dewi Rahayu. Dan Fiki belum mendapat kabar tentang dua hal itu dan Fiki berjalan ke sana ke mari dengan resah di rumahnya. Membuat Salma merengut
k menuju ke rumah Hafidz. Di sana Fiki terbiasa berlama-lama dan Salma p
ngar pertanyaan Fiki tentang wanita berna
ma itu, Ust. Beliau, kan orang Tin
kan?" tanya Fiki. Hafidz tersenyum dan mengangguk. Dia paham benar
Hafidz denga geli, "kalau ummi dan abi masih ada, mungkin beliau berdua tahu den
lam yang fenomenal pada Hafidz. Hafidz memand
endengar cerita itu sebelumnya." Hafidz nampak ber
ada orang itu, ya, Ust?" tanya Hafidz denga
pa,
masih ada. Waktu itu saya sering mendengar abi memarahi ummi dan Warni yang sering sekali m
menga
mana rumah Warni,
tuk ikhwan, Ust. Monggo saya anta
kar
menga
anaknya ke Karang Pandan, Ust. Kalau siang
makin m
Warni, Ust?" tanya Fiki
hwan itu berdiri sampai sekarang Warni sudah bekerja di rumah tahfid
pertama berdiri. Mereka berdua lah yang berjuang di sini, mengelola rumah tahfidz ini bersa
kata Fiki. Hafidz mengangguk dan kemudian men
ereka disambut oleh wanita sepuh yang
bermata transparan ini akan
*
unggung wanita itu. Kemudian wan
" tanya wanita itu pada L
u nampak agak aneh. Aku tahu kamu agak sedikit tranparan, kan?"
hat keberanian Listia. D
an?" tanya wanita it
arnya ingin menyentuh penampakan yang kulihat. Apak
semak
yang tidak takut padaku?" Listia tidak pe
a malang yang ada di depannya itu. Dalam hitungan detik, wanita itu habis dilahap Listia. Listia mendongak dan melihat rumpun bambu d
a melompat turun dari balkon dan
*
enggelengkan kepalanya sambil menangis. Dia yaki
idak tahu waktu Alika pergi, kan?" ta
n, Ust. Alika anak yang baik," j
i Maya, lalu Ustadz Salam itu datang? Kurasa kita semua akan tahu kalau Alika pergi, kan? Terutama Maya
, dia segera menarik tangan Naim
jukkan kepanikan, memb
ktu didobrak tadi. Demikian juga dengan jendelanya. Jendelanya terkunci dari dalam
akim tersenyum gugup. Dia menunjuk lemari baju Alika yang sudah
p, bahkan Naim terpeki
*
yang runcing terlihat jelas dan Warni segera menghunjam
*