edua tangannya itu. 'Membantu kelahiranku, merawatk
h padaku, Bungo. Bagaimanapun, kehadiranmu di antara kami adalah anugerah tersendiri yang tidak a
is bersamaan dengan air mata yang semenjak tadi menggantung di pelu
t air mata sang gadis yang luruh itu.
ku terasa sesak, keharuan ini
kku yang
hadapan Puti Bungo Satangkai, hanya saja, sang gadi
katakan bukan? Kau tidak berutang apa pun padak
u dari daratan utama Andalas. Hal ini langsung dapat diketahui
ak! A
melompat dengan sangat ringannya ke tepian pantai di
tepian pantai, namun suara itu terdengar jel
endiri lantas melesat ke arah yang sama. Ia tercengang bahkan sebelum kakinya meng
Bungo Satangkai di dalam
ak Mudo tanpa berpaling sedikit
ia melihat hal berbeda pada Inyiak Gadih yang masih berada
Inyiak Gadih?' tanya sa
pada Sabai Nan Manih. Perjanjian perkelahian wanita sepuh itu denga
endiri sekali dalam sepuluh tahun, dan itu terhitung masih ada lima tahun lagi? Lagi pula,
lah sesuatu yang baik. Puti Bungo Satangkai dapat merasakan hawa panas yang luar biasa ber
diri dan bahkan kini berada di samping kanannya. "Pergilah! In
nyiak Gadih mend
i padamu, Bungo. Lagi pula, kau pasti sudah dap
ingin tahu apa yang telah
o bersungut-sungut. "Terserah padamu saja
Sang gadis yakin, meski awan hitam menaungi sampan kecil itu, angin yang bertiup masihlah seperti sebelumnya, sepoi-sep
rnya. "Belum lagi dia mencapai pulau ini, dia sudah mengumbar hawa membunuh
. Ia justru merasa senang sebab ini untuk pertama kalinya Inyiak Gadih yang
iak Gadih,' pikir sang gadis. 'Terlepas
..! Aku datang untuk m
wi di Swarga," u
h berada di ujung pandangan, namun dengan tenaga dalamnya yang l
Inyiak Mudo menggeleng-gelengkan kepala. "Padahal