one, Franz menyimpan pons
ggil Intan. "Intannn...," teriak
e
mana yang tidak curiga? Apalagi cara berpakaian ju
gin berterus terang kepada suaminya. "Mas, kkan sangat rinci? Sudah lihat pakaian rapi kaya gini harusnya kamu sudah tahu! Masih nanya juga! Aku ngga banyak wa
diam dan
ranz sudah keluar, Intan segera menuju pangkalan oje
sel, jam menunjukan
an rame. Bahkan macet. Ap
putih. Intan tahu arah mana yang h
antor? Mungkin mereka mau meeting di luar. Hal ini masih
nas. Kening Intan di basahi keringat. Ia yang kurang tidur dan bangun lebi
ta sudah sampai,"
membuk
. Itu bahaya, lo mbak, Naik taxi juga bahaya kalau ketiduran, "ucap tukang ojek tidak melanjutkan pembicaraan lagi.
ni darurat,
rubah. Ada supir tapi ia harus mengantar Jessy ke sekolah. Dulu, Jessy selalu berangkat ke sekolah bersama F
atap seke
rna putih?"ucap Intan dengan panik. Di sekelilingnya adalah jalanan besar. Seberan
. Sebaiknya mbak masuk saja. Kalau tidak hubungi saja orangnya
orang yang sedang diam-diam mengik
hu, kalau di suruh pu
n hanya suaminya yang akan memarahi. Mertuanya pas
mijat ke
ang diberikan mas Franz jika
an berpikir kembali
Franz ada yang menga
Franz, bukan mama mertua
juga tak m
ng sakit jiwa
ak bisa. Seolah-olah otaknya harus menj
dia teringa
kali tidak minum obat. Apa k
m apa aku coba. Seharusnya aku cari tahu tenta
ung mengambil ponsel dan menunjuka
gambil antrian, lagian,
elihat orang ini di sini? Atau pasien yang
ak mengambil
nt
e
ra lelaki yang tidak asing. Ia m
ucap Intan deerkata seperti biasanya, ketus dan singk
i matanya dan sedik